Pilihan Redaksi AMP: 23 Tahun Biak Berdarah, Negara Segera Bertanggung Jawab

AMP: 23 Tahun Biak Berdarah, Negara Segera Bertanggung Jawab

-

Menolak Lupa 23 Tahun Tragedi Biak Berdarah, Negara Bertanggung Jawab atas Kejahatan Kemanusiaan di Papua 

Salam Pembebasan Nasional Bangsa Papua!

Amolongo, Nimo, Koyao, Kosa, Koha, Nare, Yepmum, Dormun, Tabea mufa, Walak, Foi Moi, Wainambe, Nayaklak Kinaonak.
Wa wa wa wa wa wa

Tindakan kolonisasi (sistem) Indonesia beserta tuannya Imperialis telah dan sedang menghancurkan alam serta manusia Papua. Sejarah berdarah-darah pun tercatat sejak Papua di aneksasi (1 Mei 1963) sejalan dengan pendudukan Indonesia dengan kekuatan-kekuatan militeristik serta kepentingan imperialis di Papua. Pada 6 Juli 1998 terjadi pembantaian terhadap manusia Papua di kota Biak, yang disebut Peristiwa Biak Berdarah.

Peristiwa berdarah ini terjadi akibat tindakan aparat negara (TNI/Polri) yang berlebihan terhadap rakyat yang mengibarkan bendera Bintang Kejora secara damai dan telah mengorbankan 230 orang, 8 orang meninggal, 8 orang hilang, 4 orang luka berat dan dievakuasi ke Makasar, 33 orang ditahan sewenang-wenang, 150 orang mengalami penyiksaan, dan 32 mayat misterius ditemukan hingga terdampar di perairan Papua New Guinewa (PNG).

Hari ini genap 23 tahun berlalu tanpa proses penyelesaian kasus dan pembiaran terhadap aparat Negara sebagai pelaku Pembantaian tersebut. Tindakan Pemeliharaan dan melindungi pelaku pelanggar HAM, justru melanggengi kepentingan akses eksploitasian sumber daya alam dan menjaga eksistensi mengkoloni Papua. Masifnya Perampasan tanah-tanah adat, serta meningkatnya represifitas aparat negara disertai dengan masifnya kebrutalan penangkapan aktivis Papua yang makin meningkat. Juga, militer, dibawah kontrol Negara, terus melakukan pelanggaran HAM, Pembunuhan, pemutusan jaringan internet, pengejaran dan penangkapan aktivis Papua.

Setelah Biak Berdarah, terjadi pula tragedi Wamewa Berdarah (2000 dan 2003), Wasyor Berdarah (2001), Uncen Berdarah (2006), Nabire Berdarah (2012), Paniai berdarah (2014), dan peristiwa berdarah lainnya yang sampai detik ini tidak ada sama sekali proses penyelesaian oleh Negara.

Maka, pada 23 tahun peringatan “Tragedi Biak Berdarah”, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) menuntut kepada Pemerintah Indonesia serta dunia Internasional, dalam hal ini Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar:

Pertama: Negara Harus bertanggungjawab atas tragedi Biak Berdarah 1998 yang telah menewaskan ratusan nyawa manusia dan Rentetan Pelanggaran HAM lainnya di Papua.

Kedua: Buka ruang demokrasi seluas-luasnya dan Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Rakyat Papua sebagai Solusi Demokratis.

Ketiga: Tarik Militer (TNI-Polri) Organik dan Non-Organik dari Seluruh Tanah Papua.

Keempat: Tutup Freeport, BP, LNG Tangguh, MNC, dan perusahaan Asing lainnya yang merupakan dalang kejahatan Kemanusiaan di atas Tanah Papua.

Kelima: Hentikan pengiriman dan agresi militer yang mengorbankan rakyat sipil di nduga, Intan Jaya, Puncak Papua dan seluruh Tanah Papua.

Keenam: Hentikan diskriminasi dan penangkapan terhadap aktivis papua.

Ketujuh: Bebaskan Kelvin Molama, Roland Levi, Viktor Yeimo dan seluruh tahanan politik papua lainnya tanpa syarat.

Kedelapan: Tolak Otonomi Khusus (Otsus) Jilid II.

Demikian Pernyataan sikap ini dibuat, Terimakasih atas dukungan, partisipasi dan kerjasama dari semua pihak.

Medan Juang, 6 Juli 2021

Aliansi Mahasiswa Papua

Berikut link aksi AMP Komite Kota Surabaya pada 6 Juli 2021.

 

Redaksi Lao-Lao
Teori pilihan dan editorial redaksi Lao-Lao

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kirim Donasi

Terbaru

Rekonstruksi Identitas Orang Papua Melalui Perubahan Nama Tempat

Irian berubah menjadi Irian. Masyarakat Papua atau orang-orang yang...

Rosa Moiwend dan Kesalahan Teori Patriarki

Rosa Moiwend, salah satu kamerad kita di Papua menulis di media Lao-Lao Papua pada 9 Juni 2023, bahwa gerakan...

Ekofeminisme dan Hubungan Antara Perempuan dengan Hutan Sagu

Sebuah pandangan mengenai hubungan antara perempuan dengan hutan sagu di Kampung Yoboi, Sentani dan bagaimana mengujinya dengan perspektif ekofeminisme. Sagu...

Ancaman Pembangunan Terhadap Lahan Berkebun Mama Mee di Kota Jayapura

"Ini kodo tai koo teakeitipeko iniyaka yokaido nota tenaipigai, tekoda maiya beu, nota tinimaipigai kodokoyoka, tai kodo to nekeitai...

Memahami Perempuan (Papua) dari Tiga Buku Nawal El Saadawi

Sebuah ringkasan secara umum Pengantar Isu feminisme di Papua pada umumnya masih banyak menuai pro dan kontra. Itu bisa kita temukan...

Rubrikasi

Konten TerkaitRELATED
Rekomendasi Bacaan