Pernyataan Sikap
Solidaritas Rakyat Papua Sorong Tolak Transmigrasi
Pada tanggal 21 Oktober 2024 sehari setelah pelantikan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Indonesia Gibran Rakabuming Raka, Menteri Transmigrasi Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagarai mengatakan mendapat arahan dari Presiden Prabowo untuk mengadakan program transmigrasi ke wilayah Indonesia Timur khususnya Papua dalam acara serah terima jabatan menteri transmigrasi di kantor Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi di Jakarta Selatan.
Transmigrasi atau perpindahan penduduk dari daerah padat penduduk ke daerah jarang penduduk. Transmigrasi ke Papua sudah ada sejak 1963 ketika Papua di paksakan bergabung dengan NKRI. Hari ini upaya pendudukan, mempengaruhi, dan menguasai seluruh aspek kehidupan manusia dan tanah Papua dipraktekkan lagi oleh rezim Prabowo – Gibran. Maka transmigrasi ke Papua adalah bentuk dari kolonialisme pendudukan dan penjajahan gaya baru atau yang lebih di kenal dengan sebutan neo-kolonialisme.
Sistem penjajahan gaya baru misalnya penjajahan secara ekonomi dan budaya. Sistem ini dikontrol oleh politik, ekonomi, dan militer secara langsung dan berlebihan namun terstruktur. Kontrol tersebut bisa saja berupa ekonomi, politik, bahasa, budaya, birokrasi pemerintahan, dan lainya. Bertujuan untuk mempengaruhi atau merubah tatanan agar lebih efektif dalam menguasai. Di sisi lain dengan adanya kebijakan-kebijakan ini sangat meresahkan dan merampas hak asasi orang Papua.
Hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta. Oleh karenanya tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis. Seindahnya, hak atas tanah Papua adalah warisan nenek moyangnya secara otomatis turun temurun.
Pada dasarnya, hakikat hak asasi manusia merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan-kepentingan umun terlebih khusus untuk persoalan-persoalan Papua. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara masyarakat, pemerintah (aparatur pemerintahan baik sipil maupun militer), dan negara.
Hak-hak dasar orang Papua sebagaimana disimpulkan adalah hak masyarakat, hak aparatur OAP, dan pemerintah dalam membentuk kebijakan-kebijakan yang memproteksi penyebab terjadinya konflik dalam hak asasi manusia di Papua. Hak-hak tersebut akan direbut dengan adanya program-program nasional pada masa kepemimpinan Prabowo-Gibran, yakni transmigrasi dan pertanian 3 komoditi (jagung, padi, dan tebu) bertaraf nasional yang sedang berlangsung.
Hak orang asli Papua dalam Undang-Undang Otonomi Khusus antara lain meningkatkan taraf hidup masyarakat OAP, kemudian mewujudkan pemerataan pembangunan, pemenuhan hak-hak masyarakat Papua, hingga membentuk tata kelola pemerintahan daerah yang baik. Hak-hak dalam undang-undang Otsus pun menjadi kompetensi yang harus di perjuangkan lagi oleh orang Papua dalam mempertahankan hak sulungnya, meskipun itu telah di renggut oleh kepemimpinan oligarki atau pada masa awal kepemimpinan Prabowo-Gibran mencanangkan program Transmigrasi.
Pola transmigrasi yang dicanangkan, tetap memicu timbulnya pengaruh-pengaruh terhadap daerah transmigrasi di Papua dan orang asli Papua. Pengaruh tersebut bisa berupa pengaruh baik maupun pengaruh buruk bagi masyarakat asli dan pendatang yakni: 1) Berkurangnya kesempatan kerja bagi masyarakat orang asli Papua, 2) Benturan budaya antara masyarakat asli dan pendatang, 3) konflik yang terjadi atas hak kepemilikan lahan. Hal tersebut tidak hanya dirasakan dalam bidang ekonomi, namun juga dibidang politik.
Transmigrasi di daerah pertanian 3 komoditi (padi, tebu, dan jagung) pun memunculkan multi persoalan. Persoalan utama adalah merampas hak orang asli Papua. Hak-hak tersebut itu berupa hak kepemilihan tanah adat atau tanah marga, hak untuk menjadi pegawai, hak untuk maju bupati dan wakil bupati serta DPR, intervensi pendatang dalam pasar orang asli Papua, hak untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan, hak untuk bekerja di perusahan milik Negara (BUMN), perusahan pertanian nasional, hak untuk menyampaikan pendapat (demokrasi), dan hak sulung orang asli Papua lainya.
Berbicara tentang persoalan hak asasi manusia kaitan erat dengan pejuang kemanusian dan pejuang atas ketidakadilan negara terhadap masyarakat tentunya perampasan, penguasaan, dan peningkatan sumber daya yang dimiliki daerah tertentu. Pejuang hak orang asli Papua dijadikan sebagai kandidat utama menjalankan misi kabinet Prabowo-Gibran pada pengisian dan pergantian susunan garda terdepan Indonesia dalam pembangunan bangsa.
Selain program transmigrasi ke Papua ada juga ada juga Proyek Strategis Nasional (PSN) yang secara sepihak Negara menempatkan tanah Papua sebagai lahan beroperasinya program dan akan dikerjakan oleh Militer. Di Merauke masyarakat adat terancam kehilangan 2 juta hektar tanah dam hutan yang menjadi sumber kehidupan masyarakat setempat secara turun temurun.
PSN ini akan melibatkan militerisme dan telah kita ketahui bersama bahwa pendropan militer secara besar-besaran ke Papua dalam 6 tahun terakhir ini berkontribusi terhadap angka pelanggaran HAM berat dalam beberapa tahun terakhir. Menurut data Amnesty Internasional tercatat 105 kasus korban pembunuhan di luar hukum atau extra judicial kiling di Papua dan Papua Barat sejak Februari 2018 hingga akhir tahun 2022. Keterlibatan militer dalam PSN itu ditandai dengan akan diberdirikan 5 batalyon infanteri (yonif) untuk mendukung program ketahanan pangan nasional.
Dalam jumpa pers bersama Panglima TNI Agus Subiyanto selepas peresmian lima batalyon infanteri di Lapangan Silang Monas Jakarta pada tanggal 2 Oktober 2024, menjelaskan bahwa lima batalyon di lima daerah di Papua bakal bekerja sama dengan Kementerian Pertanian dan masyarakat setempat untuk menanam komoditas pangan utama, salah satunya padi. “Batalyon-batalyon ini di bawah Komando Daerah Militer (Kodam), ada Kodam XVIII/Kasuari dan Kodam XVII/Cenderawasih. Batalyon ini punya spesifikasi ada batalyon konstruksi, ada batalyon produksi. Kami akan melaksanakan program pertanian di wilayah Papua dan batalyon-batalyon ini akan membantu.” kata Panglima TNI. Keterlibatan TNI untuk mendukung Program Ketahanan Pangan Pemerintah maka TNI melaksanakan kegiatan yang bertentangan dengan tugas pokok TNI. Prinsip Tugas pokok TNI secara jelas telah diatur pada Pasal 7 ayat (1), ayat (2), Undang Undang Nomor 35 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia sebagai berikut:
Tugas Pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Tugas pokok TNI dilakukan dengan: a) Operasi militer untuk perang, dan b) Operasi militer selain perang, yaitu untuk: Mengatasi gerakan separatis bersenjata; mengatasi pemberontakan bersenjata; mengatasi aksi terorisme; mengamankan wilayah perbatasan; mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis; melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri; mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya; memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta; membantu tugas pemerintahan di daerah; membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang; membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia; membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan; membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan atau search and rescue; serta membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan.
Dengan tidak diaturnya mendukung program ketahanan pangan pemerintah dalam tugas TNI di atas, maka jelas-jelas menunjukan bahwa tindakan Panglima TNI meresmikan lima Batalyon Infanteri (Yonif) penyangga daerah rawan di lima daerah Papua untuk mendukung program ketahanan pangan pemerintah adalah tindakan pelanggaran tugas pokok TNI sebagaimana diatur pada Pasal 7 ayat (1), ayat (2), Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2004 Tentara Nasional Indonesia.
Dengan demikian:
Kami Solidaritas Rakyat Papua Tolak Transmigrasi mendesak kepada Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto:
Pertama: Segera batalkan pendirian Batalyon Infanteri (Yonif) penyangga daerah rawan di lima daerah Papua untuk mendukung program ketahanan pangan pemerintah, sebab bertentangan dengan tugas pokok TNI, dan TNI dilarang terlibat dalam kegiatan bisnis pada Proyek Strategis Nasional (PSN) yang melanggar hak masyarakat adat Papua;
Kedua: Kami Solidaritas Rakyat Papua Tolak Transmigrasi sebagai representasi suara rakyat Papua yang telah dibungkam dengan tegas tolak transmigrasi ke Papua;
Ketiga: Menolak segala macam investasi yang sedang beroperasi dan akan beroperasi, sebab investasi di tanah Papua adalah dalang kerusakan lingkungan, iklim, pemanasan global, dan lain-lain;
Keempat: Tolak PSN yang sedang menghancurkan hutan dan tanah Papua;
Kelima: Bersama solidaritas gerakan pro demokrasi di Indonesia segera cabut UU Omnibus Law;
Keenam: Otonomi Khusus atau Otsus adalah akal-akalan kolonial untuk mempertahankan kekuasaannya di tanah Papua, maka segera kembalikan Otsus ke Jakarta.
Kami serukan kepada seluruh rakyat Papua yang masih tidur, transmigrasi adalah ancaman serius yang bermuara pada genosida atau pemusnahan etnis, maka jangan diam, bangkit, bersuara, dan melawan, karena suara kebenaran adalah suara Tuhan.
Diam tertindas atau bangkit melawan!
Solidaritas tanpa batas, perjuangan sampai menang!
Salam pembebasan!
Kota Sorong, 15 November 2024
Korlap: Appul Heluka
Wakorlap: Eskop Wisabla