Editorial Imperialisme Inggris dan Perjuangan Aborigin untuk Menentukan Nasib Sendiri

Imperialisme Inggris dan Perjuangan Aborigin untuk Menentukan Nasib Sendiri

-

Aborigin adalah kata berbahasa inggris  yang memiliki arti penduduk asli atau pribumi. Aborigin diadobsi dari kata berbahasa latin ab originie yang berarti awal, yang ditujukan kepada penduduk asli. Sejak abad 17 hingga sekarang, istilah Aborigin hanya ditunjukan kepada penduduk asli Australia.

Aborigin adalah suku bangsa asli Australia yang diperkirakan telah menghuni benua itu sejak 30.000 sampai 40.000 tahun sebelum kedatangan bangsa-bangsa imperialis seperti Portugis, Belanda, dan Inggris. Antropolog memperkirakan wilayah yang menjadi pintu masuk bangsa Aborigin ke Australia adalah bagian utara benua itu, dengan sebelumnya melewati Laut Timur, Laut Arafura, dan Selat Torres.

Penemuan dan penguasaan Australia oleh Inggris terjadi tanpa disengaja setelah sebelumnya para bajak laut berkebangsaan Inggris terpaksa karam di Pesisir Selatan Australia, tahun 1688. Salah seorang diataranya bernama William Dampier yang setelah kembali ke Inggris mempublikasi tulisan pelayarannya itu. Pemerintah Inggris merespon karena bersamaan dengan usaha menguasai wilayah lain di dekat Jajahan Portugis dan Belanda, sehingga mengutus armada militer inggris Roebuck dan bahkan mengisinkan Dampier memimpin pelayaran menuju ke tempat yang mereka sebut New Holand (Australia) tahun 1699.

Disana selama 4 bulan lebih Dampier melakukan ekspedisi sepanjang bagian utara hingga barat New Holand. Namun di dalam laporannya William Dampier tidak menemukan tanda-tanda wilayah itu sebagai tempat yang cocok untuk dijadikan koloni. Hal tersebut lalu memudarkan upaya koloni Inggris di Australia, paling tidak selama 70 tahun lamanya. Sebelum akhirnya mereka melanjutkan ekspedisi sains yang dipimpin oleh James Cook tahun 1769, untuk mengunjugi wilayah-wilayah Pasifik. Perjalan James Cook itu tercatat yaitu menuju Tahiti, lalu selanjutnya New Zealand, hingga akhirnya ke Pantai Timur Australia, persisnya di antara New South Wales dan Victoria sekarang. Ekspedisi ini menjadi penemuan berarti setelah kegagalan William Dampier.

Sejak itu pembangunan koloni secara bertahap dilakukan oleh pemerintah Inggris disana, dimulai dari New South Wales. Beragam alasan dibuat untuk memuluskan pembangunan koloni di Benua Australia, di antara menjadikan wilayah tersebut sebagai pusat pembuangan para narapidana kelas berat. Selain itu situasi sosial ekonomi dan politik seperti masalah pengangguran, kepadatan penduduk, dan pembangunan pangkalan militer untuk pengamanan wilayah perdagangan menyebabkan Inggris berambisi membangun koloni di Australia.

Pendudukan Inggris secara resmi dimulai sejak armada Inggris melakukan pelayaran pertamanya dengan tujuan kolonisasi dengan membawa 11 kapal yang berisikan personil pemerintahan koloni pertama dibawa pimpinan Athur Phillip. Arthur Philip ini adalah Gubernur pertama Kolonial Inggris yang tiba di Australia pada 18 Januari 1788, ia lalu menancapkan bendera Inggris seminggu kemudian setelah mendarat di daratan benua tersebut, tepatnya 26 Januari 1788. Sejak itu daerah koloni Inggris yang baru di wilayah Pasifik ini terus dibangun dan berkembang sampai hari ini. Tanggal 26 Januari, hari dimana bendera Inggris pertama kali dikibarkan, lalu dipatenkan sebagai hari kemerdekaan Australia (Australia Day’s). Setelah dikoloni, langkah Inggris selanjutnya adalah mengeluarkan kebijakan mendatangkan imigrasi besar-besaran dalam beberapa tahapan terhitung sejak 1880-an hingga 1940-an. Dalam perkembangnya, koloni di Australia berkembang menjadi lima wilayah antara lain, Victoria, Australia Selatan, Tasmania, New South Wales, dan Queensland. Lima Koloni inilah yang kemudian menjadi cikal bakal terbentuknya Federasi Bangsa Australia. Keputusan menjadi Federasi Bangsa Australia itu dilakukan dengan menempuh jalur referendum, yang dilakukan sebanyak dua kali, yakni pada 1898 dan 1899 dan diikuti oleh 519.374 orang dewasa.

Tersingkirnya Orang Aborigin di Atas Tanah Leluhur

Selama proses koloni itu Inggris menutup mata terhadap eksistensi masyarakat pribumi yang disebut sejak abad 17 sebagai orang Aborigin. Penduduk Aborigin diperkirakan pada awal koloni itu berjumlah sekitar 30.000 orang dengan setiap komunitas sukunya antara 500 sampai 1500 orang dan tersebar di seluruh daratan Australia. Namun biasanya pemukiman penduduk asli juga berdekatan dengan wilayah-wilayah koloni, karenanya sebagai kawasan yang subur atau tempat mencari makan penduduk asli. Sehingga tidak jarang menjadi penyebab terjadinya selisi antara penduduk asli dengan militer Inggris. Militer Inggris merespon secara kejam dengan penangkapan, dipenjarakan, perbudakan, bahkan di bunuh. Dengan gelombang migrasi penduduk dari Inggris, Irlandia, Cina, bahkan India secara besar-besaran, membuat jumlah penduduk Aborigin yang sedikit tersebut terus terdesak, baik disebabkan penindasan, perbudakan, diskriminasi rasial, hingga pembunuhan, yang tentu memiliki dampak serius terhadap eksistensi bangsa Aborigin di atas tanah air mereka.

Selain itu, urusan-urusan pemerintahan pada era pendudukan itu sepenuhnya dilakukan oleh perwakilan pemerintah Inggris sendiri. Orang Aborigin tidak menjadi prioritas dalam pembangunan di Australia karena dianggap sebagai kelompok kedua dalam masyarakat Australia yang mayoritas adalah keturunan Inggris-Eropa. Selama koloni mereka terpinggirkan, dipekerjakan dengan harga murah, tinggal dalam pemukiman-pemukiman yang tidak layak dan miskin. Inggris tidak mememberikan keadilan kepada mereka, sehingga ratusan kasus pembunuhan, pemerkosaan, hingga perbudakan berlalu tanpa proses hukum.

Keadaan itu tidak berubah dengan cepat apalagi persoalan politik dunia yang tidak menentu karena Perang Dunia I, Revolusi Industri di Inggris yang di dorong oleh kekuatan rakyat melawan monarki disana, persaingan negara-negara Imperialis yang justru semakin berambisi mengusasi wilayah-wilayah jajahan satu dengan yang lain. Namun Inggris termasuk berhasil mempertahankan Australia dalam situasi politik yang kacau dari sesama negara imperialis di kawasan Asia dan Pasifik, terutama Portugis, Belanda dan Jerman.

Pada awal Perang Dunia II berkecamuk, pemerintahan kolonial Inggris di Australia menyadari bahwa situasi internasional tidak dapat terus membuat Inggris mampu menjamin eksistensi koloni tersebut, lebih lagi karena letak Australia yang sangat Jauh. Sehingga secara otonom pemerintah Australia berinisiatf untuk membangun perjanjian-perjanian politik baik bilateral maupun multilateral untuk melindungi koloni ini. Keputusan pertama tanpa sepengatahuan Inggris itu dilakukan Australia bersama Amerika, yang notaben adalah bekas jajahan Inggris. Tujuan kerja sama kedua bangsa ini untuk mencegah serangan Jepang pada saat awal Perang Punia II dan meluasnya penyebaran komunis di Asia dan Pasifik.

Paling tidak sikap pemerintah Australia terhadap orang Aborigin berlangsung hingga tahun 1967, dimana akhirnya Australia mengizinkan keterlibatan orang Aborigin untuk mengikuti pemilihan umum, atau artinya Australia membuka ruang bagi hak-hak politik orang Aborigin. Kemudian di tahun 1971 sensus penduduk asli dilakukan. Data menemukan bahwa jumlah mereka 144.381 Jiwa dengan rincian pria 72.824, sedangkan perempuan 71.557. Namun demikian, tidak banyak yang berubah soal status serta kehidupan orang-orang asli Australia yang sejak masa koloni itu telah menjadi kolompok minoritas disana. Upaya-upaya terus dilakukan untuk membuat pengakuan atas kejahatan kemanusian dimasa lalu yang mana telah menewaskan hingga puluhan ribu jiwa.

Pemerintah Australia hari ini paling tidak lebih menyadari kesalahan masa lalu tersebut dengan mengakomodir hak dan jaminan bagi perlindungan orang Aborigiin. Upaya rekonsiliasi ini bahkan juga tidak dikatakan berjalan baik. Karena masih tingginya kematian dari orang Aborigin baik alami maupun karena kekerasan lainnya. Hal ini menyebabkan dugaan slowmotion genocide, dengan berkurangnya jumlah suku bangsa dan bahasa dari penduduk Aborigin. Tetapi sebaliknya warga Eropa yang terus meningkat, sedang orang Aborigin dari 250-an bahasa diperkirakan hanya tinggal 70-an bahasa pribumi.

Aborigin dan Hak Penentuan Nasib Sendiri Bagi Masyarakat Pribumi

Sejarah pendudukan Inggris di Australia sejatinya juga adalah sejarah perlawan orang-orang Aborigin itu sendiri. Hal tersebutlah yang menyebabkan penangkapan hingga pembantaian suku Aborigin di awal koloni. Selain itu perbedaan peradabaan bangsa Eropa dan luar Eropa, baik ilmu pengatahuan maupun teknologi menjadi faktor keunggulan Inggris terhadap orang Aborigin. Atau paling tidak keunggulan imperialisme kuno Eropa di awal abad 15 dan 16 sehingga dapat dengan muda menguasai wilayah di luar Eropa.

Motivasi perlawanan rakyat Aborigin terhadap imperialisme Inggris pun berkembang seiring dengan berjalannya waktu, dari yang hanya terbatas motivasi mengusir koloni penggangu dikomunitasnya, menjadi perjuangan bangsa Aborigin untuk menentukan nasib sendiri, atau menjadi bangsa merdeka di tanah airnya. Semangat melawan koloni Inggris tentu tidak mudah ketika melihat Australia telah sejauh ini. Upaya politik rakyat Aborigin secara bermartabat dilakukan pada 1972 menyampaiakan keinginan politiknya tersebut. Pada tahun 2014 ada inisiatif dari bangsa Aborigin untuk menyurati Ratu Elisabet di Inggris untuk aspirasi politik mereka. Selain itu momentum kemerdekaan Australia pada 26 Januari dijadikan orang Abrorigin sebagai hari invasi bagi mereka dan bukan hari kemerdekaan. Perjuangan menggugat hari invasi itu sebagai peringatan akan malapetaka yang menimpah mereka sejak kedatangan rombongan koloni dibawa pimpinan Athur Philip.

Sampai saat ini, upaya bangsa Aborigin bukanlah upaya tunggal masyarakat adat disana, tetapi senada dengan upaya masyarakat pribumi di seluruh dunia mengupayakan penentuan nasib sendiri bagi mereka setelah masa imperialisme kuno itu berakhir. Pasca deklarasi Universal PBB Tahun 1948, masyarakat pribumi semakin mendapatkan tempat secara internasional untuk memperjuangankan hak-hak mereka tersebut. Selain PBB, International Labour Organization (ILO) pada tahun 1989 dalam konferensi Internasionalnya mengambil keputusan tertinggi, yaitu mengadopsi konvensi No. 169, tentang masyarakat adat dan kesukuan di negara-negara merdeka. Konferensi ini sekaligus menjadi keputusan penting ILO terkait dengan perjuangannya tentang buruh dan masyarakat adat sejak 1920, sekaligus konferensi ILO 169 itu menyempurnakan Konvensi 107 Tahun 1957 yang belum secara spesifik mampu memberikan proteksi kepada masyarakat adat yang notabene berada dalam negara-negara modern dan merdeka. Hingga akhirnya perjuangan berlanjut sejak 1994 hingga lahirnya United Nations Declaration On The Right of Indigenus Peoples (UNDRIP) atau deklarasi persirakatan bangsa-bangsa tentang hak-hak masyarakat pribumi dalam sidang umum PBB di New York pada 13 September 2007.

Setelah ada keputusan dari badan-badan internasional sebagai langkah awal rekonsiliasi terhadap kesalahan imperialisme masa lalu yang jelas-jelas merugikan masyarakat pribumi, membuat negara-negara yang masih melakukan praktek kolonialisasi, diskriminasi terhadap masyarakat pribumi (adat) mendapat sorotan lebih termasuk Australia. Yang terjadi Australia menjadi terdesak untuk ikut meratifikasi berbagai perjanjian internasional untuk perlindungan orang Aborigin dan melibatkan masyarakat Aborigin dalam demokrasi pemilihan yang berlangsung sejak 1967 sampai sekarang, dan membentuk peraturan nasional untuk memberikan jaminan terhadap rakyat Aborigin.

Upaya rakyat Aborigin tersebut tidak berhenti dan terbatas dengan jaminan hukum internasional maupun nasional tersebut, tetapi bersama gerakan masyarakat adat mereka dengan giat mengkampanyekan ketertindasan mereka dan cita-cita pembebasan mereka keseluruh dunia. Dimulai dari kawasan pasifik, kampanye-kampaye mereka dapat dilihat setiap tahun dalam setiap kesempatan. Seperti membangun solidaritas dengan kelompok mayarakat adat di Vanuatu, Masyarakat Adat Papua, hingga ke seluruh dunia. Bahkan di Australia sendiri dukungan warga keturunan Inggris untuk penentuan nasib sendiri Aborigin juga besar, hal ini membuat pemerintah Australia mendapat perhatian secara luas dan dipaksa lebih berhati-hati dalam kebijakannya.

Referensi:

1. J, Siboro. (1996). Sejarah Australia. Penerbit Tarsito: Bandung:

2.  B, E, Rafael. (2006). Hak Masyarakat Adat dalam Konteks Pengelolaan Sumber Daya Alam. Penerbit Elsam: Jakarta.

3. D, Djared. (2017). The World Until Yesterday (Dunia Hingga Kemarin. Penerbit: KPG.

4. Deklarasi Persirakatan Bangsa-Bangsa Tentang Hak-hak Masayrakat Pribumi, 2007.

5. Cek link ini: https://tirto.id/australia-day-adalah-sejarah-invasi-kulit-putih-atas-aborigin-dfpr

6. Cek link ini: https://m.merdeka.com/dunia/kisah-kekejaman-australia-berabad-abad-pada-etnis-aborigin.html

7. Cek link ini: https://www.idntimes.com/science/discovery/amp/xehi-dekirty/fakta-suku-aborigin-australia-c1c2

Yason Ngelia
Penulis adalah aktivis Gerakan Perjuangan Rakyat Papua (GPRP) dan Pengasuh Rubrik Analisa Harian.

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kirim Donasi

Terbaru

Kapitalisme di Era Digital: Manusia, Ruang, dan Alat

Ide menulis tulisan ini, dimulai ketika beberapa waktu lalu...

Belajar Gerakan Kedaulatan Diri Owadaa dari Meeuwodide (Bagian 2)

Pada bagian pertama catatan ini sebelumya, saya mencoba untuk belajar pandangan konseptual tentang Owadaa. Selain itu, sisi teologis yang...

Belajar pada Njoto, Menuju Jurnalisme yang Mendidik Massa

Dalam deretan tokoh-tokoh jurnalistik di Indonesia, nama Njoto jarang terdengar. Kerap ketika berbicara mengenai sejarah jurnalisme di Indonesia, nama...

Empat Babak Sekuritisasi di Papua

Sejak dimulainya Operasi Tri Komando Rakyat (Trikora) oleh Presiden Soekarno pada 19 Desember 1961 banyak terjadi pelanggaran hak asasi...

Mambesak dan Gerakan Kebudayaan Papua Pascakolonial

Mambesak tidak sekadar grup musik Papua biasa. Selain sebagai pioner dengan mempopulerkan lagu-lagu daerah Papua yang kaya dan beragam,...

Rubrikasi

Konten TerkaitRELATED
Rekomendasi Bacaan