Analisa Harian Praktek Penindasan Dalam Liberalisme Sistem Pendidikan

Praktek Penindasan Dalam Liberalisme Sistem Pendidikan

-

Sebuah negara yang merdeka, bebas dari segala keterpurukan, belenggu kekuasaan, krisis ekonomi dan berjiwa besar adalah mengutamakan pendidikan sebagai sumber kekuatan. Pada kenyataannya, Pendidikan mengalami perubahan dari waktu ke waktu sesuai perubahan zaman yang begitu cepat. Perkembangan masyarakat modern dewasa ini dibawah dorongan kemajuan ilmu, teknologi, juga industrialisasi mensyaratkan kemajuan metodologi praktik Pendidikan. Pendidikan yang sanggup mengatisipasi zamannya menjadikan sebuah masyarakat yang terdidik dengan baik lebih percaya diri dalam menghadapi lingkungannya dan terhadap skala global dan semakin kompetitif. Pendidikan dengan demikian merupakan kata kunci masa depan. Pendidikan membekali masyarakat dengan seperangkat sikap, cara pandang, dan nilai-nilai yang berguna dimasa mendatang.

Dengan usaha demikian, Pendidikan membantu manusia merealisasikan segala kemampuan yang ada didalam dirinya untuk menjadi pribadi mandiri. Untuk itu pula diperlukan sebuah metode Pendidikan yang benar-benar mampu membuat manusia sadar sebagai subjek pelaku dari perubahan. Karenanya Pendidikan dapat dipahami sebagai rangkaian usaha pembaharuan. Pendidikan pada hakikatnya tidak mengenal akhir, karena kualitas kehidupan manusia terus meningkat. Untuk yang harus dipersoalkan bukan persiapan ke arah tujuan, melainkan bagaimana orang bertindak saat ini sehingga jika metode Pendidikan yang digunakan jelas dan bersifat membebaskan, maka akan dihasilkan pribad-pribadi yang responsive, aktif, dan kreatif. Hanya dalam situasi Pendidikan yang dialogislah orang akan tetap dapat mengikuti perubahan zaman, demikian juga pendidikan memiliki makna berbeda-beda sejalan dengan konteks masyarakat dan kebudayaannya.

Pendidikan di Indonesia masih terus bermasalah hingga kini, kurikulum kerapkali mengalami perubahan dan bangunan fisik sekolah beserta fasilitas penunjang, pendidik dan peserta didik memiliki kendala yang bervarian, persoalan ini dialaminya diberbagai daerah. Keadaan ini merupakan suatu proses yang enggan membuat masyarakat yang memiliki kebutuhan terhadap Pendidikan itu menjadi sulit dicapai bahkan kualitas dari Pendidikan yang bermasalah ini menghasilkan sumber daya manusia yang lemah. Lantas apa yang terjadi, secara nasional kita melihat indeks pembangunan manusia itu tidak merata dan melihat Pendidikan di Papua justru sangat mengerikan.

Paradigma dan Model Pendidikan di Indonesia

Paradigma Pendidikan di Indonesia adalah paradigma liberal kapitalistik dan beraliran filsafat perenialisme dan esensialisme atau yang disebut sebagai model Pendidikan gaya bank.

Prinsip kapitalisme yang mencari keuntungan pribadi dipraktikkan dalam dunia Pendidikan, Pendidikan diperlakukan seperti komoditi untuk perdagangan atau pasar bebas dengan demikian diatur sesuai hukum pasar. Meningkatnya Pendidikan akan mengakibatkan mahalnya biaya Pendidikan, sehingga muncul jargon “orang miskin dilarang sekolah” akhirnya terbukti. Tradisi liberal-kapitalistik telah mendominasi konsep Pendidikan hingga saat ini. Pendidikan liberal menjadi bagian dari globalisasi ekonomi ‘liberal’ kapitalisme.

Pendidikan di Indonesia sejak reformasi 1998 dinilai condong ke arah liberal-kapitalistik. Sedangkan kebijakan pendidikan yang ada saat ini hanya sebagai kepura-puraan mewujudkan Pendidikan yang populis atau merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Berbagai kebijakan yang sifatnya pura-pura populis tersebut seperti  bantuan operasional sekolah dan beasiswa bidik misi. Kebijakan bantuan pembiayaan Pendidikan tersebut hanya menjadi alat untuk mendinginkan tensi tinggi dari masyarakat yang menolak kebijakan privatisasi dan liberalisasi Pendidikan.

Dewasa ini masyarakat yang memiliki ekonomi dibawah standar semakin sulit mengeyam pendidikan tinggi, bahkan keluarga menengah pun berpikir dua kali untuk meyekolahkan dan atau menguliahkan anaknya ke perguruan tinggi. Tampak bahwa Pendidikan masih berpihak pada warga kelas atas. Disini terjadi pula liberalisasi pendidikan yang ditandai kebijakan pemerintah membuka peluang investor Pendidikan asing untuk masuk dan membuka institusi Pendidikan didalam negeri.

Perpaduan filsafat perenialisme dan esensialisme keduanya membawa keterpisahan antara manusia dan dunia sehingga beraliran anti perubahan dan kemapanan. Peserta didik ditempatkan sebagai objek yang didorong terus-menerus untuk menerima semua teori yang tidak relevan sama sekali dengan kebutuhan akan realitas. Hal ini yang dikatakan Paulo Freire disebut dengan Banking Concept of Education (konsep Pendidikan Gaya Bank). Konsep Pendidikan seperti ini adalah upaya yang menempatkan peserta didik sebagai objek yang harus menerima berbagai macam teori yang justru tidak relevan dengan realitas. Realisasinya justru mengakibatkan pengalienasian manusia. Didalam kelas misalnya, peserta didik ibarat sebuah tabungan yang diisi dengan berbagai konsep/teori dan pendidik adalah penabung. Pendidik memberikan pengajaran seperti mengisi tabungan yang kemudian diterima, dihafal, dan diulangi dengan patuh oleh peserta didiknya (peserta didik hanya terbatas pada menerima, mencatat, dan menyimpan).

Sistem bank ini cenderung melakukan dikotomi atas segala sesuatu, dengan selalu mengandaikan dua tahap dalam tindakan sang pendidik. Tahap pertama, Ketika ia mempersiapkan bahan mengajarnya diruang belajarnya, pendidik mengenal objek yang dapat dikenal. Memasuki tahap kedua, pendidik menyampaikan pokok-pokok materi pelajarannya kepada peserta didik. Peserta didik tidak diharuskan mengetahui. Namun mereka mesti hafal isi pelajaran yang disampaikan oleh gurunya. Peserta didik juga tidak dilatih cara mengenal sesuatu. Karena objek yang harus diambil sebagai objek merupakan milik pendidik dan bukannya medium yang memancing refleksi kritis bagi keduanya.

Akhirnya, dapat dikatakan bahwa system Pendidikan ini, dengan memitoskan realitas, terus berusaha dan menutupi fakta-fakta tertentu yang menjelaskan cara manusia berinteraksi dalam dunia. Sistem ini menolak dialog dan memperlakukan peserta didik sebagai objek pembantu. Sistem bank dalam Pendidikan menghalangi kreativitas dan menjinakkan kesadaran yang tertuju pada dunia dengan jalan mengisolasikan kesadaran dari dunia.

Praktek Pendidikan Yang Menindas

Bentuk hegemoni pendidikan yang dilakukan dengan cara liberal kapitalistik dan model Pendidikan gaya bank ini menciptakan generasi yang berkembang berdasarkan konsep pemerintah, bukan pengembangan sumber daya manusia berdasarkan potensinya. Praktek ini menjadikan sumberdaya manusia jauh dari cara berpikir ilmiah dan kebijaksanaan sebagai nilai dasar dalam pencarian ilmu pengetahuan.

Pusat pengembangan ilmu pengetahuan melalui praktek Pendidikan yang terjadi saat ini dapat dilihat dari kurikulum pendidikan yang terus berganti, biaya kian meningkat dan mahal kemudian anggaran Pendidikan kerapkali tidak tepat sasaran, metode pembelajaran yang terpatron dan materi pembelajaran dirancang sesuai pikiran penguasa. Kenyataan itu terlihat dari perjalanan praktek pendidikan selama ini, diantaranya; pertama, kurikulum Pendidikan selama ini tidak pernah berjalan baik sesuai kebutuhan masyarakat terhadap Pendidikan, penerapannya mengalami banyak kendala dan tantangan sehingga upaya itu terus dirubah namun tidak menunjukan kelayakan sebuah kurikulum. Kedua, kebutuhan masyarakat akan Pendidikan sangat besar tetapi biaya Pendidikan yang cukup tinggi membuat harapan masyarakat menjadi pudar dan sulit mencapai Pendidikan. Ketiga, kucuran anggaran Pendidikan dari pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sering putus ditengah jalan. Terkadang sampai pada titiknya tetapi pengolahan anggaran tersebut tidak sesuai permintaan kebutuhan akan Pendidikan disetiap daerah. Misalkan pembangunan atau perbaikan sekolah, fasilitas penunjang, dan gaji guru berada dalam urutan paling buncit. Ke empat, metode pembelajaran yang dilakukan hanya terpusat pada guru sebagai tempat ilmu pengetahuan, hal ini justru menjadikan peserta didik terpatron dan tidak memiliki ilmu pengetahuan yang luas. Ke lima, berbagai kumpulan materi pembelajaran disusun berdasarkan pemikiran penguasa sehingga output dari materi tersebut menjadikan manusia tidak dapat kritis dan bebas.

Praktek ini tidak berangkat dari kondisi realitas sosial dan ekonomi dari bawah tetapi penerapan Pendidikan yang diwujudkan adalah konsep pemerintah yang berwatak kapitalis. Muatan-muatan pikiran ini lahir dengan tujuan tertentu sehingga tidak memperdulikan kondisi sosial. Pengaruh ekonomi dengan nilai pasar yang tinggi akhirnya menjebak masyarakat terhadap kebutuhan akan pendidikan. Telah sitematis proses ini dilakukan di negara ini sehingga indeks pembangunan manusia yang berkualitas dan kritis itu tidak tercapai bahkan mengalami banyak tekanan jika ada diluar yang kemudian mengkritisi kondisi Pendidikan dengan tujuan mengupayakan kestabilan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.

Realitas Penindasan Pendidikan di Papua

Mengenal Papua sangat beragam dan penuh misteri, pulau yang begitu banyak menyimpan sumber daya alam dan memiliki sosial budaya dan suku, bahasa yang banyak pula. Disertai sejarah yang Panjang dengan banyaknya persoalan dari berbagai aspek politik, ekonomi, sosial budaya dan agama. Dari beberapa aspek tersebut kebijakan negara mempengaruhi kondisi pendidikan di Papua sehingga mengakibatkan kemiskinan, pengangguran, daya saing yang lemah, kualitas ilmu pengetahuan yang berada dibawah standar paling jauh dari maksimum. Indeks pembangunan manusia hingga saat ini masih menjadi perhatian dari banyak kalangan, kebebasan dan kemajuan berpikir selalu mendapat tantangan besar bahkan dibungkam secara totalitas sehingga masyarakat itu sendiri sulit mencapai keadaan normal dalam menempuh Pendidikan yang optimal atau layaknya sebuah kebebasan berpikir dan bertindak.

Pendidikan di Papua memiliki banyak masalah, hal ini dinilai dari kurangnya perhatian dari pemerintah, secara fisik bangunan dan fasilitas yang tidak memadai, beserta kurangnya para tenaga pengajar, kemudian ditambah lagi dengan anggaran pendidikan yang tidak tepat sasaran. Bagian ini terus menjadi perdebatan dan pengupayaan dari pemerintah sendiri untuk pemerataan Pendidikan di tanah Papua hingga saat ini yang dilakukan belum maksimal.

Untuk mengenal system penindasan melalui pendidikan layaknya kita melihat kondisi pendidikan yang terjadi di Papua, dimulai dari sejak integrasi secara paksa, manipulasi sejarah dan Tindakan represif negara terhadap rakyat Papua dan berbagai bentuk kebijakan yang diselenggarakan untuk merasuki setiap pikiran rakyat Papua untuk menghilangkan kebebasan, mematikan potensial peserta didik, pengembangan kreativitas tidak dilakukan secara merata bahkan ruang untuk kemajuan ilmu pengetahuan itu sangat minim.

Upaya ini dilakukan dengan cara yang mendasar ialah melalui Pendidikan dan ekonomi, hal-hal lain adalah teknis yang dilakukan negara. Situasi dan kondisi saat sangat mencekam, dilihat dari semangat gerakan sosial yang berupaya menumbuhkan kesadaran rakyat terhadap realitas penindasan, ini dipandang negara adalah sebuah ancaman. Pada akhirnya muatan tekanan untuk menghilangkan wujud dari gerakan sosial tersebut dilakukan secara massif. Dengan demikian dapat dianggap bahwa negara tidak menginginkan suatu kemajuan dan kebebasan rakyat di Papua dan terciptanya pembunuhan karakter, pembodohan, pengangguran dan ketergantungan.

Bila merujuk pada undang-undang dasar 1945 dalam pasal 31 ayat 1 dan 2 bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan Pendidikan, dan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Akan tetapi pemerintah merealisasiskannya jauh dari kenyataan. Yang terjadi justru pemerintah sibuk mengurusi urusan-urusan ekonomi pasar, politik kepentingan, dan mengkapitalisasi pendidikan. Banyak aturan turunan dari sistem Pendidikan itu sendiri, dengan demikian hingga saat ini Pendidikan itu masih terus mengalami banyak persoalan dan layanan pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan bermutu pun masih hanya dalam angan-angan.

Pendidikan di Indonesia berada diurutan paling bawah peringkat Pendidikan dunia 2018 yang disusun Internasional Student Assessment (PISA), posisi Indonesia “tertinggal” dari negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei. PISA menerbitkan hasil penelitian pengetahuan peserta didik dalam hal membaca, matematika dan ilmu pengetahuan, serta apa yang dapat mereka lakukan dengan pengetahuan tersebut. Indonesia mendapatkan angka 371 dalam hal membaca, 379 untuk matematika dan 396 terkait dengan ilmu pengetahuan.

Banyak informasi tentang pendidikan di Indonesia yang kemudian Ketika kita melihat apakah sistem Pendidikan ini mengalami kemajuan atau tidak. Informasi yang ditampilkan melalui google dari Lembaga-lembaga penelitian menunjukan bahwa Pendidikan di Indonesia berada pada urutan paling jauh, sangatlah parah dan itu terbukti pada situasi yang selama ini kita dapatkan dilapangan bahkan kita mengalaminya sendiri dan itulah kenyataannya. Kurikulum yang terlalu menekankan kegiatan interaktif dikelas ternyata mempunyai halangan saat melakukan, karena tidak semua sekolah mampu menyediakan fasilitas yang bisa menunjang kegiatan tersebut. Rendah kualitas pendidikan bukanlah dari pendidikan sendiri, tetapi dari sistem pendidikan yang dibentuk pemerintah dalam hal ini peserta didik itu semua pemikirannya dibentuk sesuai dengan konsep pemerintah, bukan dengan kebutuhan atau kemampuan peserta didik untuk menerima materi lalu mengembangkan potensi mereka sesuai daya pikirnya sendiri. Hal ini berarti banyak yang saling mempengaruhi dan terpusat sehingga dapat dikatakan bahwa Pendidikan masih bersifat status quo.

Kesimpulan

Uraian diatas menunjukan bahwa hampir tidak ada dampak kemajuan ilmu pengetahuan, kebebasan dan kesadaran kritis, akibat adanya system pendidikan liberal kapitalistik dan Pendidikan gaya bank yang terus dilakukan dengan menggandengkan Pancasila dan UUD 1945. Tetapi pada kenyataannya wajah UUD dan Pancasila itu tidak dijalankan seutuhnya, hanya berdasarkan kepentingan kekuasaan yang kemudian terus menindas. Pendidikan hanyalah bagi mereka yang memiliki ekonomi yang kuat, sedangkan bagi kalangan rakyat yang kehidupan dan ekonominya dibawah standar melihat pendidikan hanyalah sebuah mimpi. Kurikulum yang ada dalam sistem pendidikan Indonesia saat ini sangat membuat peserta didik menjadi pintar namun tidak menjadi cerdas. Pembunuhan kreatifitas ini disebabkan pula karena paradigma pemerintah Indonesia yang mengarahkan masyarakatnya pada penciptaan tenaga kerja untuk pemenuhan kebutuhan industry.

Pendidikan saat ini juga telah menjadi sebuah industry dan cenderung mengeksploitasi pemikiran peserta didik. Bukan lagi sebagai upaya pembangkitan kesadaran kritis. Hal ini mengakibatkan terjadinya praktek jual beli gelar, jual beli ijazah hingga jual beli nilai. Belum lagi diakibatkan kurangnya dukungan pemerintah terhadap kebutuhan tempat belajar, telah menjadikan tumbuhnya bisnis-bisnis pendidikan yang mau tidak mau semakin membuat rakyat tidak mampu semakin terpuruk. Ironinya, Ketika ada inisiatif untuk membangun wadah-wadah pendidikan alternatif, sebagian besar dipandang sebagai upaya membangun pembrontakan. Ini adalah salah satu bentuk penindasan. Ini berarti inkonsistensi pemerintah.

Negara ini adalah negara penjajah, segala sumber kepemilikan dikuasai dengan hegemoni sistem pendidikan yang adalah penindasan, dominasi pendidik terhadap peserta didik, dominasi orang-orang pandai terhadap orang bodoh, dominasi uang dan kekuatan bersenjata terhadap rakyat. Pendidikan sendiri dalam iklim dominasi ini memperlihatkan kalau ia diatas kepentingan egoistik pendidik. Egoisme pendidik diselubungi oleh kepalsuan kedermawanan humanitarisme pendidik yang sebenarnya tidak humanistik. Pendidikan lalu menjadi instrument usaha dehumanisasi. Dengan system Pendidikan seperti ini hanya akan dihasilkan pribadi-pribadi yang mudah dikendalikan, kurang kreatif, dan paternalistic, bekerja secara otomatis dan tidak kritis. Pelajaran-pelajaran yang verbalistis, bahan bacaan yang telah ditentukan sebelumnya, metode-metode untuk menilai ilmu pnegetahuan, jarak antara pendidik peserta didik, patokan-patokan kenaikan kelas: semua yang digunakan dalam pendekatan sistem bank ini pada akhirnya justru akan melumpuhkan pemikiran.

 

 

Referensi bacaan;

  1. Murtiningsih, S, (2004) Paulo Freire, Pendidikan Alat Perlawanan, Teori Pendidikan Radikal, Yogyakarta: Resist Book

2. Undang-undang Dasar 1945

3. https://www.tribunnews.com/internasional/2019/12/04/daftar-peringkat pendidikan-di-dunia-indonesia-jauh-tertinggal-dari-malaysia-dan-brunei-mengapa

Elias Hindom
Penulis adalah Sekjen Gerakan Perjuangan Rakyat Papua (GPRP)

2 KOMENTAR

    • Negara sifatnya rakus jadi penerapan pendidikan itu dibentuk berdasarkan konsep elit politik, bukan berdasarkan realitas rakyat. dengan demikian hari ini kita mengalami kondisi yang suram.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kirim Donasi

Terbaru

Kapitalisme di Era Digital: Manusia, Ruang, dan Alat

Ide menulis tulisan ini, dimulai ketika beberapa waktu lalu...

Belajar Gerakan Kedaulatan Diri Owadaa dari Meeuwodide (Bagian 2)

Pada bagian pertama catatan ini sebelumya, saya mencoba untuk belajar pandangan konseptual tentang Owadaa. Selain itu, sisi teologis yang...

Belajar pada Njoto, Menuju Jurnalisme yang Mendidik Massa

Dalam deretan tokoh-tokoh jurnalistik di Indonesia, nama Njoto jarang terdengar. Kerap ketika berbicara mengenai sejarah jurnalisme di Indonesia, nama...

Empat Babak Sekuritisasi di Papua

Sejak dimulainya Operasi Tri Komando Rakyat (Trikora) oleh Presiden Soekarno pada 19 Desember 1961 banyak terjadi pelanggaran hak asasi...

Mambesak dan Gerakan Kebudayaan Papua Pascakolonial

Mambesak tidak sekadar grup musik Papua biasa. Selain sebagai pioner dengan mempopulerkan lagu-lagu daerah Papua yang kaya dan beragam,...

Rubrikasi

Konten TerkaitRELATED
Rekomendasi Bacaan