Analisa Harian Bangkit Lawan Penindasan, Selamatkan Kehidupan Bangsa Papua

Bangkit Lawan Penindasan, Selamatkan Kehidupan Bangsa Papua

-

“Bangkit lawan penindasan” adalah kalimat kesimpulan yang tepat atas refleksi kondisi rakyat Papua saat ini. Sebuah kesimpulan yang dapat didorong menjadi solusi bagi rakyat Papua untuk menyelamatkan kehidupannya.

Bangkit lawan penindasan harus menjadi gerakan politik yang meluas di seluruh tanah Papua, gerakan politik yang melibatkan semua rakyat Papua di semua sektor: di kota, kampung sampai ke hutan, yang membangkitkan semua rakyat Papua di semua sektor kehidupan: sektor politik, sektor ekonomi, sektor pertanian, sektor pendidikan, sektor kesehatan, sektor kebudayaan dan dalam kehidupan beragama, dalam sebuah perlawanan merebut ruang hidup dan membangun keadilan dan perdamain.

Bangkit melawan penindasan harus menjadi gerakan perlawanan rakyat yang mampu menjadi kekuatan politik, mempu membangun sistem politik tersendiri bagi rakyat Papua, yaitu pemerintahan rakyat.

Bangkit lawan penindasan harus dilakukan oleh rakyat Papua saat ini. Kenapan ini harus dilakukan?

Ancaman Serius Terhadap Kehidupan Rakyat Papua

Marilah kita melihat realitas hidup kita rakyat Papua. Kehidupan rakyak Papua secara kolektif saat ini dalam ancaman serius. Ini kenyataan (realitas) hidup orang Papua yang saat ini sedang terjadi, ini kondisi yang nyata dan kita rakyat Papua harus menyadari situasi ini dan harus bertindak, melakukan tindakan-tindakan nyata, tegas dan kuat untuk menyelamatkan kehidupan kita sebagai suatu bangsa.

Beberapa tahun belakangan ini insensitas pembunuhan dan kekerasan-kekerasan fisik lainnya terhadap orang Papua sangat tinggi sekali, ini terjadi meluas di seluruh Papua, lebih khusus di wilayah-wilayah konflik seperti Intan Jaya, Puncak, Timika, Yahokimo, Maybrat dan Pegunungan Bintang. Tercatat sudah lebih dari 50 ribu jiwa masyarakat sipil pada wilayah-wilayah konflik ini telah mengunsi, lebih dari 40 ribu warga Nduga dan Intan Jaya sudah lebih dari 2 Tahun telah dihusir keluar dari kampung halamannya akibat konflik perampasan hutan dan tanah adat juga menjadi acaman yang sangat serius bagi banyak masyarakat adat di Papua, di Sorong, Sorong Selatan, Nabire, Timika, Merauke, Mapi dan juga Kerom.

Di sektor politik birokrasi pemerintah dan ekonomi, orang Papua tersingkir dan menjadi minoritas, jabatan-jabatan politik di bokrasi dan ekonomi dikendalikan penuh oleh para migran. Di kota-kota besar di seperti Jayapura, Sorong, Timika dan kota-kota lainnya, orang-orang Papua hidup pada banyak komunitas miskin, mereka tidak memiliki kerja dan tinggal di rumah-rumah tak layak huni dengan keterbatasan ekonomi.

Orang Papua begitu mudah dibunuh oleh aparat TNI dan Polri dalam operasi-operasi militer, orang papua secara umum, anak-anak, mama-mama, laki-laki dewasa, orang-orang biasa maupun orang-orang Papua berpakaian dinas pemerintah dan hamba-hamba Tuhan pun mudah dibunuh dengan tuduhan sebagai separatis. Hutan dan tanah adat rakyat Papua terus dirampas untuk kepentingan investasi, lalu masyarakat adatnya dibantai dan dimiskinkan secara ekonomi dan sosial.

Ini ancaman yang sangat serius bagi kehidupan orang Papua, namun kondisi ini tidak dilihat oleh pemerintah Indonesia dan aparat TNI dan Polrisebagai suatu ancaman. Sebaliknya merekalah sebagai aktor-aktor dibalik ancaman serius ini.

Tidak Ada Jaminan Eksistensi Kehidupan Rakyat Papua dalam Negara Indonesia

Negara ini lebih mementingkan pembangunan dan keamanan versi mereka (Negara dan perangkat TNI dan Polri), ketimbang pembangunan sesuai kebutuhan rakyat Papua dan keamanan dalam kontak melindungi rakyat Papua  versi Negara adalah keamanan yang ditentukan oleh TNI dan Polri untuk perlancar investasi, perlanar pengerukan tambang dan distribusi ke pasar nasional dan internasionap, penebangan kayu dan produksi sawit.

Lihat, segala kebijakannya di sektor keamanan, politik, kebijakan pembangunan yang dilakukan oleh Negara ini di Papua, dan lihatlah bagaimana komitmen mereka dalam melakukan semua ini. Apakah mereka berkomitmen? Saya tidak melihat itu, mereka tidak berkomitmen. Mereka hanya benar-bernar komitmen atas kebijakan operasi militer (membunuh orang Papua) dan merampas hutan dan tanah adat untuk investasi, bagian ini mereka sangat konsisten. Lihat bagaimana mereka terus melakukan operasi militer dan terus membunuh rakyat Papua di Intan Jaya, Timika, Puncak, dan Nduga.

Namun lihat komitmen mereka atas keadilan bagi orang Papua, kebijakan politik, ekonomi, sosial, pendidikan, dan kesehatan, juga kebijakan  hukum dan pemenuhan HAM bagi orang Papua. Pada komitmen ini mereka tak penduli, mereka tidak merasa penting atas komitmen ini. Lihat bagaimana komitmen mereka menyelesaikan kasus-kasus HAM di Papua, semuanya hanyalah politik pencitraan, mereka suka menyampaikan stekmen bohong di publik untuk melakukan ini dan itu, tapi faktanya tidak ada satupun pelaku pelanggaran HAM di Papua yang telah dihukum.

Dalam komitmen politik misalnya, kebijakan Otsus yang dalam sejadah memiliki legitimasi politik yang kuat untuk mengikat penghormatan pemerintah pusat terhadap rakyat Papua dan juga secara hukum memberikan kewenangan penuh kepada pemerintah Papua untuk mengatur dan mengurus rakyat Papua secara mendiri. Namun lihat, dalam implemantasinya Otsus Papua itu diobrak abrik oleh mereka pemerintah Jakarta dan aparaturnya di Papua. Beberapa kasus ini misalnya, berbagai rancangan-rancangan Perdasus yang didorong oleh pemerintah Papua selalu saja ditolak oleh pemerintah pusat dengan alasan aturannya disktiminatif, kelanjutan Otsus dilakukan tanpa persetujuan rakyat Papua. Kelanjutan Otsus dilakukan secara sepihak oleh pemerintah pusat. Pada bagian ini, sektor politik, kita melihat nyata sekali bagaimana Negara ini mengabaikan aspirasi rakyat Papua. Mereka sebaliknya memaksa dengan kekerasan terhadap rakyat Papua untuk diam dan mengikuti konsepnya. Ini menunjukan Negara ini tidak memperhitungkan orang Papua sebagai manusia yang memiliki hak dan martabat yang perlu didengar pendapatnya.

Kebijakan Tipu-Tipu

Negara ini tidak punya komitmen dan konsep yang jelas dalam membangun Papua. Ini terlihat jelas dari berbagai kebijakan pemerintah pusat dalam membangun Papua. Berbagai kebijakan politik dan pembangunan di Papua selalu mereka atur tanpa mendengarkan aspirasi rakyat Papua, dan dalam implementasinya berbagai kebijakan-kebijakan itu tidak mereka jalankan secara konsisten. Bahkan sering kali dalam implementasinya kebijakan itu menjadi masalah di Paua. Kebijakan Otsus adalah salah satu contonya, beberapa kebijakan lain lagi yang dapat mengukur komitmen Negara ini di Papua adalah kebijakan pembangunan Smelter PT Freeport misalnya, kebijakan pemekaran daerah, kebijakan di sektor pertanian dan juga kebijakan Investasi di sektor pertambangan maupun perkebunan.

Mereka selalu membuat kebijakan-kebijakan politis yang sifatnya sesaat yang berfungsi untuk mengendalikan, menekan, dan mengatur rakyat Papua dalam kondisi tertentu. Namun kebijakan-kebijakan itu tidak menjadi satu solusi permanen bagi pembangunan di Papua. Akibatnya tidak ada satu konsep pembangunan yang jelas dalam menata dan membangun orang Papua secara kolektif dalam jangka panjang.

Untuk Investasi: Konflik dan Operasi Militer Sebagai Alat Rampas Tanah Masyarakat

Seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya di atas bahwa, negara ini tidak memiliki komitmen membangun manusia Papua, mereka lebih berkomitmen melakukan operasi militer dan merampas hutan dan tanah masyarakat adat untuk kepentingan investasi.

Menguji pendekatan kebijakan dan komitmennya bisa menjadi penentu untuk kita melihat apa tujuan Negara ini di Papua? Apa kepentingan Negara ini di Papua? Apakah kepentingannya untuk membangun kita manusia Papua atau kepentingannya merampas hutan dan tanah (sumber daya alam) rakyat Papua?

Dengan melihat pendekatan kebijakan (kebijakan politik, ekonomi, sosial, kebijakan hukum, dan keamanan di Papua) dan komitmen tindakannya.

Kepentingan Negara ini di Papua adalah kepentingan menguasai sumber daya alam untuk menjualnya kepada investor, itulah yang menjadi tujuan utama mereka. Itu sebabnya mereka lebih berkomitmen menjalankan kebijakan keamanan (membunuh orang Papua) dan mempermudah dan percepat kegiatan investasi di bumi Papua (Papua dan Papua Barat), sedangkan kebijakan membangun, memproteksi, dan memajukan orang Papua tidak menjadi komitmen serius mereka (pemerintah).

Itulah sebabnya pendekatan keamanan dengan melakukan operasi-operasi militer dan pembangunan pos-pos militer di berbagai daerah di Papua menjadi fokus utama Negara di Papua, dan kemudian operasi-operasi dilancarkan dengan dalil operasi kelompok separatis dan keamanan negara. Operasi-operasi militer dan tindakan-tindakan kekerasan seperti membunuh, menembak, menganiaya, dan pemenjaraan terhadap rakyat Papua pun sebagai cara untuk mengusir rakyat dari tanahnya agar mereka dapat mudah menaklukkan masyarakat adat dan menguasai tanah adatnya untuk kepentingan investasi.

Berbagai pola pendekatan ini dapat kita lihat dengan mudah dalam kasus konflik terhadap masyarakat adat di Banti dan Opitawak, Mimika, masyarakat adat Moni di Intan jaya dan Juga masyarakat adat Aifat dan Aitinyo di Maybrat.

Dengan dalil OPM, aparat TNI dan Polri melegalkan operasi-operasi militer, mendatangkan banyak pasukan, dan membangun pos-pos militer, sebari aktivitas investasi di wilayah konflik tertap berjalan dengan dukungan keamanan dari prajurit. Jadi aparat juga menggunakan isu OPM untuk melegalkan keberadaannya di Papua, khususnya di wilayah-wilayah targen investasi.

Bangkit Lawan Penindasan, Selamatkan Kehidupan Bangsa Papua

Dengan kondisi seperti ini, dibunuh terus menerus dalam berbagai operasi militer, diusir dari tanah kita, dan tanah kita direbut untuk kepentingan investasi, menjadi ancaman serius bagi kehidupan orang Papua saat ini dan kehidupan generasinya akan datang. Lalu apa yang harus kita lakukan?

Solusinya hanya satu yaitu bangkit dan harus terus melakukan perlawanan atas penindasan ini.

Jayapura, 01 Januari 2022

***

Napi Karon
Penulis adalah aktivis gerakan sosial di Papua.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kirim Donasi

Terbaru

Kapitalisme di Era Digital: Manusia, Ruang, dan Alat

Ide menulis tulisan ini, dimulai ketika beberapa waktu lalu...

Belajar Gerakan Kedaulatan Diri Owadaa dari Meeuwodide (Bagian 2)

Pada bagian pertama catatan ini sebelumya, saya mencoba untuk belajar pandangan konseptual tentang Owadaa. Selain itu, sisi teologis yang...

Belajar pada Njoto, Menuju Jurnalisme yang Mendidik Massa

Dalam deretan tokoh-tokoh jurnalistik di Indonesia, nama Njoto jarang terdengar. Kerap ketika berbicara mengenai sejarah jurnalisme di Indonesia, nama...

Empat Babak Sekuritisasi di Papua

Sejak dimulainya Operasi Tri Komando Rakyat (Trikora) oleh Presiden Soekarno pada 19 Desember 1961 banyak terjadi pelanggaran hak asasi...

Mambesak dan Gerakan Kebudayaan Papua Pascakolonial

Mambesak tidak sekadar grup musik Papua biasa. Selain sebagai pioner dengan mempopulerkan lagu-lagu daerah Papua yang kaya dan beragam,...

Rubrikasi

Konten TerkaitRELATED
Rekomendasi Bacaan