Pilihan Redaksi Bupati Jayapura Diminta Cabut Izin PT. Permata Nusa Mandiri...

Bupati Jayapura Diminta Cabut Izin PT. Permata Nusa Mandiri di WIlayah Grime Nawa

-

Press Release
Selamatkan Lembah Grime Nawa

“Cabut Izin dan Hentikan Aktivitas Perusahaan Kelapa Sawit PT. Permata Nusa Mandiri di Grime Nawa, Kabupaten Jayapura”

Amolongo, Nimao, Koyao, Koha, Kosa, Kinaonak, Nare, Yepmum, Dormum, Tabea Mufa, Walak, Foi Moi, Wainambe, Nayaklak, Wa…wa…wa…wa…wa…wa..wa..wa..wa..wa!

Masyarakat Adat lembah Grime Nawa Kabupaten Jayapura dikagetkan dengan kehadiran Perusahaan sawit PT.Permata Nusa Mandiri di atas tanah adat lembah Grime Nawa. Perusahaan sawit secara sepihak telah mengklaim tanah  adat seluas 30.920 hektar di 6 Distrik yaitu: Distrik Unurumguay, Distrik Nimbokrang, Distrik Nimboran, Distrik Namblong, Distrik Kemtuk Gresi, dan Distrik Kemtuk.

Masyarakat Adat Grime Nawa berjuang menolak  kehadiran perkebunan kelapa sawit PT.PNM yang mengancam kehidupan Masyarakat Adat. Diawal tahun 2022 PT.PNM menggusur hutan adat, tindakan ini menimbulkan konflik agraria. Bupati Jayapura telah mengeluarkan surat pemberhentian sementara kegiatan operasi perusahaan dan Izin Pelepasan Kawasan hutan bagi PT.Permata Nusa Mandiri telah dicabut melalui Instruksi Presiden pada, 6 Januari 2022, namun perusahaan tidak patuhi. Saat ini PT.PNM masih tetap beroperasi.

Sikap Bupati Jayapura harus benar-benar memihak masyarakat adat dan turun langsung ke Lokasi Perusahaan untuk menutup operasi PT. PNM, Jika ini tidak dilakukan, Masyarakat Adat di lembah Grime Nawa menilai bupati Justru melindungi aktor perampasan tanah adat dan perusak lingkungan di Jayapura.

Melihat dinamika dinamika tersebut, Kami Masyarakat Adat Daerah Grime Nawa menyatakan sikap :

  1. Menolak keberadaan perkebunan kelapa sawit PT Permata Nusa Mandiri (PNM) di wilayah Lembah Grime Nawa yang mengambil alih tanah dan hutan karena merusak lingkungan, tanah dan hukum adat kami ;
  2. Mendesak Bupati Kabupaten Jayapura segerah melakukan pencabutan perijinan Permata Nusa Mandiri dan pengakuan kedaulatan masyarakat adat lembah grime nawa sebagai pemilik sah  atas tanah adat, hutan adat warisan leluhur.
  3. Mendesak Bupati Jayapura untuk mengakui keberadaan masyarakat hukum adat dan wilayah adat masyarakat adat di daerah lembah grime nawa sesuai Pasal 18 B ayat 2 UUD 1945 dan UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang UU Pokok Agraria ;
  4. Mendesak DPMPTSP Provinsi untuk mencabut Izin Usaha Perkebunan PT Permata Nusa Mandiri kerena tidak melakukan kewajiban di dalam IUP dan peraturan Menteri pertanian tentang pedoman perizinan berusaha perkebunan ;
  5. Mendesak Badan Pertanahan Nasional (BPN) menetapkan HGU PT PNM sebagai tanah terlantar sesuai UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang UU Perkebunan jo UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta kerja dan mengembalikan kepada masyarakat adat daerah Grime Nawa;
  6. Mendesak Menteri Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk tetap mempertahankan keputusan pencabutan pelepasan Kawasan hutan PT permata Nusa Mandiri ;
  7. Masyarakat adat daerah Grime Nawa menolak legitimasi pelepasan tanah yang dilakukan sepihak karena tidak sesuai dengan hukum adat kami.
  8. Masyarakat adat sepakat Pengelolaan, Pemanfaatan dan perlindungan tanah dan hutan adat milik masyarakat adat dilakukan berdasarkan pengetahuan dan hukum kebiasaan adat masyarakat setempat.
  9. Seluruh Masyarakat adat Daerah Grime Nawa dan Pihak Lainnya yang berdiam di Tanah dan Hutan Adat berkomitmen menjaga dan melindungi tanah dan hutan adat agar tetap lestari ;
  10. Seluruh Masyarakat adat daerah Grime Nawa (Orya, Namblong, Klesi, Kemtuk, dan Elseng bersepakat tidak menyerahkan/memberikan tanah atau hutan adat kepada Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit atau Perusahaan lainnya yang dapat menyebabkan hilangnya Hak Atas Tanah dan Hutan Adat
  11. Berhubungan dengan poin 1–10 di atas maka kami berikan batas waktu pencabutan izin–izin PT.PNM sampai pada tanggal 30 September 2022. Apabila tidak segera dicabut Izin PT.PNM maka kami Seluruh Masyarakat Adat Daerah Grime Nawa akan melakukan mobilisasi umum untuk aksi damai Jilid II dan mengajukan Gugatan ke Pengadilan untuk mengembalikan hak-hak masyarakat adat.

Demikian pernyataan sikap kami. Atas perhatian dan dukungan semua pihak kami sampaikan terima kasih.

Jayapura, 7 September 2022

Koordinator Aksi

Yustus Yekusamon

***

Redaksi Lao-Lao
Teori pilihan dan editorial redaksi Lao-Lao

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kirim Donasi

Terbaru

Rekonstruksi Identitas Orang Papua Melalui Perubahan Nama Tempat

Irian berubah menjadi Irian. Masyarakat Papua atau orang-orang yang...

Rosa Moiwend dan Kesalahan Teori Patriarki

Rosa Moiwend, salah satu kamerad kita di Papua menulis di media Lao-Lao Papua pada 9 Juni 2023, bahwa gerakan...

Ekofeminisme dan Hubungan Antara Perempuan dengan Hutan Sagu

Sebuah pandangan mengenai hubungan antara perempuan dengan hutan sagu di Kampung Yoboi, Sentani dan bagaimana mengujinya dengan perspektif ekofeminisme. Sagu...

Ancaman Pembangunan Terhadap Lahan Berkebun Mama Mee di Kota Jayapura

"Ini kodo tai koo teakeitipeko iniyaka yokaido nota tenaipigai, tekoda maiya beu, nota tinimaipigai kodokoyoka, tai kodo to nekeitai...

Memahami Perempuan (Papua) dari Tiga Buku Nawal El Saadawi

Sebuah ringkasan secara umum Pengantar Isu feminisme di Papua pada umumnya masih banyak menuai pro dan kontra. Itu bisa kita temukan...

Rubrikasi

Konten TerkaitRELATED
Rekomendasi Bacaan