Press Release Indonesia Diminta Segera Berunding Dengan TPNPB

Indonesia Diminta Segera Berunding Dengan TPNPB

-

“NEGARA INDONESIA SEGERA BERUNDING UNTUK  MENYELESAIKAN

KONFIK TNI/PORLI DAN TPNPB OPM DI PAPUA”

 

Salam Pembebasan Nasional Bangsa  Papua Barat.

Amolongo,nimao, koyao, koha, kosa,  tabea mufa,  foi moi, wainambe, yepmum,dormum, nayaklak, amakanie. kinaonak. Waa, waa,waa, waa, waa, waa, waa,

Operasi Militer Indonesia terjadi di distrik Paro kabupaten Nduga West Papua , sehingga ribuan rakyat mengungsi meninggalkan distrik tersebut, pengungsian dan operasi militer di Kabupaten Nduga West Papua tidak hanya terjadi saat ini, namun sudah terjadi sejak tahun 1962 ketika Militer Indonesia dengan sewenang wenangnya menduduki wilayah teritori West Papua dan menjajah rakyat West Papua secara sistematis. Kemudian pada tahun 1996 operasi sandera di Mampenduma kampung geselema ribuan rakyat Nduga meninggal dunia hingga organ tubuh di kebiri serta ternak hewan di bunuh oleh militer Indonesia.

Tak hanya itu, Peristiwa penyanderaan pilot Philip Mark Merthens pada 7 Februari 2023 di distrik Paro kabupaten Nduga yang di lakukan oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat  (TPNPB ) penyanderaan di lakukan tanpa kekerasan dan tidak ada luka bahkan lecet melainkan Pakain milik  Pimpinan Egianus Kogeya Di berikan kepada  pilot asal New Seland tersebut, ini membuktikan bahwa Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat ( TPNPB) menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan mematuhui hukum humaniter.

Kemudian, Dalam Video TPNPB OPM yang beredar Eginaus Kogoya menyampaikan, bahwa “ Pilot ini kami tahan karena Negara – Negara di luar hanya menaru perhatian pada PT. Freeport dan sumber daya alam lalu mengabaikan tuntutan orang asli  Papua untuk merdeka . Orang asli Papua berjuang terus sampai kami mau habis.  Kemudian dilanjutkan “ pilot ini kami tahan sebagai jaminan jika Negara Indonesia dan PBB serta Amerika, Selandia Baru tidak mengakui kemerdekaan kami maka pilot susi air kapten Philips Max Mehrtens. Akan mati bersama kami OPM TPNPB di Kodab III Nduga- Derekma.  Tidak hanya itu,  Pakaian Egianus Kogeya, baju maupun celana di berikan kepada pilot untuk di pakai oleh pilot. Tindakan ini memberi pesan yang kuat bahwa, Egiyanus Kogoya dan pasukannya menangkap pilot Susi Air  bukan untuk disiksa atau menyakiti, mereka hanya ingin dunia harus mengakui bangsa West Papua sebagai bangsa yang sudah merdeka sejak 1 desember 1961. Beberapa pernyataan di ada juga ditambahkan “Jika TNI POLRI gerakan pasukan untuk operasi militer dengan memborbardir  itu bukan solusi dan TNI POLRI yang datang tembak mati pilot Susi Air ini. Egianus Kogoya  dan pasukannya hanya minta negosiasi politik Papua merdeka tidak lebih dari itu”.

Sedangkan, Negara Indonesia dalam hal ini Maruf MD membantah pernyataan tersebut dan megatakan melalui media mediaindonesia.com  bahwa “Tidak ada negosiasi itu (Keutuhan NKRI). Kami akan memberantas setiap gerakan yang ingin mengambil bagian sekucilpun dari NKRI. Pada hari Rabu,15/2/2023. Apa yang disampaikan Mahfud MD sama hal juga disampaikan oleh Brigadir Ali Murtopo sekitar tahun 1962 “Jakarta sama sekali tidak tertarik dengan orang Papua, Jakarta hanya tertarik dengan tanah dan kekayaan Alam Papua. Jika kalian ingin merdeka, maka mintalah tempat di bulan agar Amerika Serikat bisa menempatkan kalian di sana dan jika kalian menolak Indonesia maka saya akan bunuh kalian.”

Melihat dari pernyataan tersebut, memang benar bahwa Negara sengaja memelihara konflik di West Papua dan melakukan pembenaran untuk mengirimkan militer organik dan non organik di West Papua dan juga pernyataan lain sebelumnya ujaran rasialis dan labelitas unconstitusional law seperi orang  Papua monyet, orang Papua tikus hutan, kkb, terbelakang dan lain sebagainya. Hal ini juga satu faktor pembenaran yang lagi dilakukan oleh pemerintah kolonial Indonesia agar dengan segaja terus memelihara konflik sehingga dengan beraninya Maruf MD menolak negosiasi antara actor – actor yang sedang konflik di West Papua  guna memusnahkan rakyat West Papua.

Bukan hanya itu, jika dilihat dari tahun sebelumnya tepatnya di Tahun 2018 operasi militer di Nduga West Papua telah menjadi perhatian publik, Indonesia dengan keras kepala terus menerjunkan pasukan TNI/PORLI organik dan non organik di Nduga untuk melakukan operasi untuk menumpaskan TPNPB OPM di West Papua hingga ribuan rakyat Nduga menggungsi. Walaupun sebelumnya bupati Ndugama telah mengeluarkan pernyataan untuk tidak lagi megirim Militer ke Nduga West Papua karena memperpanjang konflik.

Apalagi, situasi negara Indonesia yang sangat ganas dan ketidak pedulian negara terhadap rakyat Indonesia dan rakyat West Papua hingga kini masih terjadi; kriminalisasi, penculikan, pembunuhan, perampokan, perampasan tanah adat, intimidasi hingga dari beberapa paket Undang Undang juga buat untuk meloloskan kekuasaan, seperti undang undang Omnibus law, Minerba, Ite, Rkuhp yang kotraversial,dll tersebut membuat rakyat Indonesia tercengkram di atas tanah air mereka, hal ini membuktikan bahwa indonesia sedang tidak  baik baik saja di kekuasaan Kapitalisme serta Imperialisme.

Bahkan, tahun 2001, Indonesia paksa rakyat West Papua untuk harus terima Otonomi Khusus ( Otsus ) Jilid I kemudian  serta mengabaikan aspirasi rakyat West Papua yang saat itu memintah untuk memisahkan diri begitu juga implementasinya yang jauh dari kata kemajuan, kesejahtraan dan kemanusiaan. Demikian juga  Otonomi Khusus Jilid II dipaksakan tanpa mempertimbangkan aspirasi rakya West Papua. Hingga di berikan daerah otonomi baru (DOB) yang akan beropersi di West Papua dan mengkotak – kotakan rakyat West Papua itu sendiri demi kepentingan agenda sistematis yang dengan sengaja dibuat oleh Kolonial Indonesia di West Papua.

Saat ini pula, Indonesia dengan massif dan nyata – nyata sedang melakukan pembunuhan secara sistematis dan terstruktur di West Papua dari kematian keracunan, tabrak lari, intimidasi, kriminalisasi, pembunuhan misterius, mutilasi, pembantaian, pengungsian besar besaran, di West Papua. Hal ini tidak bisa kita lihat dengan seenaknya dan sepelehkan walaupun negara kolonial Indonesia selalu menutupinya.

Hal ini, Bisa  dilihat dari praktek kolonial Indonesia di tanah West Papua sejak ; 19 Desember 1961 Tri Komando Rakyat Dikomandankan, Perjanjian New York Agreement Sejak 15 Agustus 1962, Perjanjian Roma Agreement 30 November 1962,  Anekasai Bangsa Papua 1 Mei 1963,  Penentuan Pendapat Rakyat yang tidak Demokartis 1969 serta  15 Operasi – Operasi ditanah papua ( baca : suara papua ).

Kemudian, Indonesia dengan media – media mainstrim dan Bazer –  bazernya dengan gencar – gencarnya membagun narasi – narasi palsu seolah – olah West Papua baik – baik saja, melabeli rakyat West Papua yang membelah tanah airanya sebagai teroris, hingga melabeli TPNPB OPM sebagai Kkb, Separati, Kst, KSB dan banyak sekali penyebutan demi memojokan gerakan West Papua merdeka.

Maka dari itu Aliasi Mahasiswa Papua  menuntut :

  1. Negara Indonesia segera melakukan perundingan yang menghadirkan TPNPB serta pihak penengah yaitu Perserikatan Bangsa – Bangsa untuk menyelesaikan Konflik Berkepanjangan di Nduga serta di Seluruh Tanah Air West Papua.
  2. Tarik Militer Organik dan Non Organik di Wilayah Ndugama serta Seluruh Tanah West Papua.
  3. Stop Intimidasi dan Teror Warga Sipil di Nduga Dan Seluruh Rakyat West Papua.
  4. Negara Indonesia Segera Membuka Jurnalis Nasional, Lokal terlebih khusus-Nya Jurnalis Internasional Masuk di seluruh teritory West Papua.
  5. Hentikan Labelitas KKB, KST, KSB, Teroris dan Rasialisme terhadap Rakyat West Papua maupun Gerakan West Papua Merdeka.

Demikan Penytaan ini kami baut atas perhatian dan kerja samanya kami ucapkan banyak terima kasih,

 

Medan juang, Tanah Kolonial,  Kamis 23/02/2023

 

 

Redaksi Lao-Lao
Teori pilihan dan editorial redaksi Lao-Lao

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kirim Donasi

Terbaru

Rosa Moiwend dan Kesalahan Teori Patriarki

Rosa Moiwend, salah satu kamerad kita di Papua menulis...

Ekofeminisme dan Hubungan Antara Perempuan dengan Hutan Sagu

Sebuah pandangan mengenai hubungan antara perempuan dengan hutan sagu di Kampung Yoboi, Sentani dan bagaimana mengujinya dengan perspektif ekofeminisme. Sagu...

Ancaman Pembangunan Terhadap Lahan Berkebun Mama Mee di Kota Jayapura

"Ini kodo tai koo teakeitipeko iniyaka yokaido nota tenaipigai, tekoda maiya beu, nota tinimaipigai kodokoyoka, tai kodo to nekeitai...

Memahami Perempuan (Papua) dari Tiga Buku Nawal El Saadawi

Sebuah ringkasan secara umum Pengantar Isu feminisme di Papua pada umumnya masih banyak menuai pro dan kontra. Itu bisa kita temukan...

Apabila Prabowo jadi Presiden

Selalu ada jejak yang ditinggalkan saat diskusi walau diskusinya bebas, pasti ada dialektikanya. Walau seminggu lebih sudah berlalu, namun ada...

Rubrikasi

Konten TerkaitRELATED
Rekomendasi Bacaan