Pilihan Redaksi FRSMTP: Lawan Kapitalisme dan Wujudkan Kedaulatan SDA di Papua

FRSMTP: Lawan Kapitalisme dan Wujudkan Kedaulatan SDA di Papua

-

Press Release

Front Rakyat Selamatkan Manusia dan Tanah Papua (FRSMTP)

Memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2023

Lawan Kapitalisme Aktor Utama Ekosida dan Wujudkan Kedaulatan Rakyat Atas Sumber Daya Alam (SDA) di Papua

Pada tahun 2021 Indonesia telah memaksakan kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) Jilid 2 secara sepihak di tanah Papua. Kebijakan tidak demokratis, diskriminatif dan rasis tersebut menunjukkan wajah negara Indonesia di Papua, bukan hanya dalam konteks kebijakan politik tetapi juga dalam hal pengelolaan sumber daya alam dan pengelolaan lingkungan hidup di Papua.

Rakyat Papua benar-benar disingkirkan, tidak ada celah untuk menentukan arah pembangunan sesuai kebutuhan rakyat yang berdasarkan pada prinsip-prinsip kelestarian kearifan lokal, lingkungan hidup, dan kemandirian ekonomi kerakyatan.

Negara memaksakan pemekaran 4 provinsi Daerah Otonomi Baru (DOB) pada tahun 2022. Ini berdampak pada memasifnya perusakan lingkungan barbasis lahan seperti: alih fungsi lahan hutan menjadi lahan terbangun, penumpukan sampah akibat pengelolaan limbah padat perkotaan yang buruk, pembuangan limbah dari aktivitas eksploitasi tambang dan perkebunan skala luas, polusi udara kotor yang semakin meningkat karena aktivitas kendaraan berbahan bakar fosil dan mesin pendinginan ruangan meningkat tajam di daerah perkotaan dengan iklim yang panas, dan deforestasi melalui perusahaan illegal logging sebagai penyedia kayu untuk bahan bangunan. Pola pembangunan Indonesia di Papua yang mengesamping nilai ekologi akan menurunkan daya dukung lingkungan dan mengancam berbagai jenis flora dan fauna serta memperburuk perubahan iklim secara global.

Berdasarkan laporan Koalisi Indonesia Memantau tahun 2021, menyebutkan, sepanjang dua dekade terakhir, tutupan hutan alam tanah Papua menyusut 663.443 hektare, 29% terjadi pada 2001-2010, dan 71% 2011-2019. Bila di rata-ratakan, terjadi deforestasi 34.918 hektare per tahun, dengan deforestasi tertinggi terjadi pada 2015 yang menghilangkan 89.881 hektare hutan alam tanah Papua.

Dalam sebuah liputan Narasi Newsroom juga pernah memberitakan, sektor-sektor yang menjadi dalang deforestasi di tanah Papua adalah perkebunan, pertambangan, kayu dan kertas, dan pembangunan.

Masyarakat adat di Papua adalah korban langsung atas hancurnya lingkungan hidup dan praktek perampasan tanah adat oleh negara. Perjuangan masyarakat adat untuk menyelamatkan lingkungan dan penguasaan atas kepemilikan tanah adat sudah dilakukan sejak dahulu, namun dipersulit melalui mekanisme legal formal, tidak terbukanya informasi koorporasi dan keterlibatan institusi militer di wilayah investasi yang semakin meningkat. Kriminalisasi aktivis pro demokrasi dan lingkungan, penahanan Victor F. Yeimo, kriminalisasi mahasiswa Gerson Pigai dan Kamus Bayage, serta kriminalisasi Hariz dan Fatia adalah upaya negara mengisolasi gerakan rakyat agar tidak mengganggu politik kebijakan eksploitasi sumber daya alam di Papua. Elit oligarki nasional Indonesia yang lemah secara modal terus diperdaya oleh kekuatan modal Internasional (kapitalis) untuk menjalankan kepentingan akumulasi modalnya di Papua.

Kebijakan politik yang tidak mengakomodir kepentingan rakyat dan lingkungan hidup akan menghancurkan alam, merampas tanah adat, dan pemiskinan (proletarianisasi) masyarakat adat akan semakin meningkat. Maka, kami menyatakan sikap:

Pertama: Menolak rencana investasi Blok Wabu di Intan Jaya dan rencana investasi Blok Warim di kawasan Taman Lorezt Papua.

Kedua: Negara melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua segera mencabut Izin Lingkungan hidup dan operasi atas tanah adat suku Auwu seluas 39.190 hektar oleh Perusahaan Sawit PT. Indo Asiana Lestari.

Ketiga: Menolak rencana pembangunan Pembangkit Linstrik Tenaga Air (PLTA) di Kali Yawei, Kabupaten Deiyai.

Keempat: Menolak rencana pengembangan bisnis pariwisata di Kampung Dimiya, Tage, oleh Pemerintah Kabupaten Paniai.

Kelima: Hentikan pembuangan sampah plastik di laut, danau, dan sungai di seluruh tanah Papua.

Tutup PT. Freeport, BP LNG Tangguh, dan berbagai perusahaan multinasional yang beroperasi di tanah Papua.

Ketujuh: Hentikan perampasan tanah adat di Walesi, Wamena untuk pembangunan Kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan.

Kedelapan: Pemerintah Kabupaten Jayapura segera mencabut izin lokasi PT. Permata Nusa Mandiri, DPMPTSP Provinsi Papua segera mencabut Izin Usaha Perkebunan PT. PNM, BPN/ATR segera mencabut Hak Guna Usaha PT.PNM dari wilayah Masyarakat Adat Grime Nawa.

Kesembilan: Hentikan aktivitas deforestasi, aktivitas industri tambang dan perburuan satwa langkah yang terus mengancam keanekaragaman flora dan fauna di tanah Papua.

Kesepuluh: Hentikan operasi militer dan tarik militer organik dan non Organik dari Intan Jaya, Nduga, Yahukimo, Pegunungan Bintang, Maybrat, Puncak Papua, dan seluruh tanah Papua.

Kesebelas: Hentikan kriminalisasi terhadap aktivis HAM dan lingkungan, Hariz dan Fatia.

Kedua belas: Bebaskan Victor F. Yeimo dan seluruh tahanan politik Papua Barat tanpa syarat.

Ketigabelas: Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri Sebagai Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua.

Jayapura, 05 Juni 2023

Yang tergabung dalam Front Rakyat Selamatkan Manusia dan Tanah Papua (FRSMTP):
1. Komunitas Green Papua
2. UKM Demokrasi, HAM dan Lingkungan (DEHALING) Uncen
3. KoMPAP
4. Forum Komunikasi Mahasiswa/i Kabupaten Deiyai (FKM-KD) Se-Jayapura
5. Komisi SOMATUA
6. Amnesty International Chapter Universitas Cenderawasih
7. Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Yatamo Se-Jayapura
8. Individu-Individu

Redaksi Lao-Lao
Teori pilihan dan editorial redaksi Lao-Lao

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kirim Donasi

Terbaru

Kapitalisme di Era Digital: Manusia, Ruang, dan Alat

Ide menulis tulisan ini, dimulai ketika beberapa waktu lalu...

Belajar Gerakan Kedaulatan Diri Owadaa dari Meeuwodide (Bagian 2)

Pada bagian pertama catatan ini sebelumya, saya mencoba untuk belajar pandangan konseptual tentang Owadaa. Selain itu, sisi teologis yang...

Belajar pada Njoto, Menuju Jurnalisme yang Mendidik Massa

Dalam deretan tokoh-tokoh jurnalistik di Indonesia, nama Njoto jarang terdengar. Kerap ketika berbicara mengenai sejarah jurnalisme di Indonesia, nama...

Empat Babak Sekuritisasi di Papua

Sejak dimulainya Operasi Tri Komando Rakyat (Trikora) oleh Presiden Soekarno pada 19 Desember 1961 banyak terjadi pelanggaran hak asasi...

Mambesak dan Gerakan Kebudayaan Papua Pascakolonial

Mambesak tidak sekadar grup musik Papua biasa. Selain sebagai pioner dengan mempopulerkan lagu-lagu daerah Papua yang kaya dan beragam,...

Rubrikasi

Konten TerkaitRELATED
Rekomendasi Bacaan