Analisa Harian Kontrol Media dan Mahasiswa Dalam Teori Hegemoni Gramsci

Kontrol Media dan Mahasiswa Dalam Teori Hegemoni Gramsci

-

Antonio Gramsci lahir di Ales, Sardinia, Italia pada tanggal 22 Januari 1891. Gramsci anak keempat dari ketujuh bersaudara. Keluarganya adalah kelas menengah. Sumber pendapatan ayahnya tidak bertahan lama seketika ayahnya bekerja sebagai Direktur Jawatan Registrasi Pertanahan setempat dan harus dipenjara akibat manipulasi administrasi. Dalam masa pertumbuhannya Gramsci mengalami masa-masa sulit dimana keluarganya mengalami kemerosotan ekonomi. Masalah kesehatan dan mental turut mempengaruhi pertumbuhannya, tetapi Gramsci berhasil menyelesaikan sekolah dasar dengan prestasi baik. Gramsci melanjutkan perguruan tinggi, namun sempat putus karena kondisi kesehatan dan aktivitas politiknya (Patria, N dan Arief, A, 1999).

Sewaktu mahasiswa di Turin (Ibukota pertama Italia) Gramsci mulai mengenal Italia dan Eropa pada umumnya. Pada periode ini Gramsci mulai mengenal beberapa filsuf Italia dengan landasan pedoman sosialisme. Pada masa perkembangan intelektualnya, tokoh yang sangat berpengaruh bagi Gramsci yakni, Croce seorang politis dan filsuf terkemuka di Italia. Lingkungan kampus yang ilmiah serta aktivitas politiknya membawa Gramsci serta kawan-kawan mahasiswanya seperti Angelo, Tasca, Palmiro, dan lainnya terus terlibat dalam perjuangan politik. Di Turin, Gramsci sudah aktif dalam kerja-kerja politik dengan menjadi editor di terbitan mingguan Partai Sosialis Italia (Patria, N dan Arief, A, 1999).

Kondisi pemberontakan buruh di Italia selalu menjadi analisa mingguannya. Selain itu, Gramsci terlibat aktif dalam menganalisa kondisi sosial, ekonomi nasional, dan internasional. Gramsci merupakan seorang Marxis yang sangat militan dan revolusioner. Pandang Marx dan Engels sangat berpengaruh terhadap kemampuannya melihat realitas penindasan buruh pabrik, kemiskinan, dan ketidakadilan yang terjadi di Italia dan Eropa pada umumnya. Untuk menciptakan masyarakat tanpa kelas borjuis (penindas) dan proletar (tertindas), tentu menjadi semangat perjuangan yang ditandai dengan kerja-kerja politik sosialisme. Menurut Gramsci, Marxisme merupakan filsafat yang mencerminkan kehidupan manusia yang lebih baik. Gramsci membuang apa yang dimaksud dengan “Materialisme metafisik”. Materialisme metafisik sendiri singkatnya ilmu filsafat yang mempelajari tentang segala sesuatu ada karena ada atau segala sesuatu tidak dibuktikan secara material. Selain itu, materialisme mekanis turut menjadi kritik karena menganggap manusia sebagai mesin atau tingkah lakunya menurut hukum fisika dan kimia. Materialisme mekanis dan metafisik merupakan “Materialisme vulgar”. Hal ini tentu berbeda dengan alisan filsafat marxisme tentang segala sesuatu dapat dijelaskan secara materi dan ilmiah. Inilah dua kubuh perdebatan filsafat Idealisme dan Materialisme sepanjang sejarah.

Gramsci dan “Negara dan Hegemoni”

Situasi Eropa dengan berbagai peristiwa tentu merubah Gramsci dalam teori dan praktek, menyikap penindasan terutama buruh pabrik serta masyarakat yang termarjinalkan. “Menurut Marx Negara merupakan alat penindasan bagi kelas penguasa terhadap kelas buruh. Di dalam proses produksi ada dua kelas yang saling bertentangan, yaitu kelas borjuis dan kelas proletar” (Martono, 2011). Dalam karya Lenin soal Negara dan Revolusi dijelaskan juga bagaimana negara dengan jargon mendamaikan pertentangan kelas malah menjadi alat penindas bagi masyarakat kelas bawah. Negara justru dijadikan alat melindungi modal kapitalis serta alat untuk menindas rakyat. Lenin sangat tegas menulis, “Negara adalah hasil dan perwujudan dari tidak terdamaikannya pertentangan kelas. Negara itu muncul ketika di mana dan pada tingkatan itu secara obyektif bertentangan kelas tak dapat didamaikan” (Lenin, 1917).

Hegemoni dalam bahasa Yunani kuno disebut eugemonia, sebagaimana dikemukakan Encyclopedia Britanica dalam prakteknya di Yunani, diterapkan untuk menunjukan dominasi posisi yang diklaim oleh negara-negara kota (polis atau citystate) secara individu, misalnya yang dilakukan oleh negara kota Athena dan Sparta terhadap negara-negara lain yang sejajar” (Hendarto, 1993). Untuk memahami hegemoni dalam kehidupan kita saat ini, hegemoni digambarkan pada suatu pengaruh kekuatan yang abstrak untuk mengelabui suatu masyarakat dalam kurun waktu yang tidak terhingga.

Gramsci menjelaskan ada tiga tingkatan hegemoni secara spesifik, yakni:

Pertama: Hegemoni total. Dalam penjabarannya Gramsci menjelaskan tingkatan ini menunjukan bahwa masyarakat pada keseluruhan melihat bahwa perintah yang disampaikan kelas penguasa adalah mutlat yang harus diterima. Kedua: Hegemoni merosit. Gramsci menjelaskan bahwa dalam masyarakat kapitalisme pada tahapan ini kelas penindas ada pada tahap disintegrasi karena mayoritas masyarakat tidak sungguh-sungguh terhegemoni. Dan ketiga: Hegemoni minimum. Gramsci menjelaskan bahwa pada tahap ini elit politik, intelektual dan klas lainnya bersandar pada kesamaan hegemoni ideologi dan kebutuhan yang diperjuangan (Patria, N dan  Arief, A, 1999).

Latar belakang gagasan Negara dan Hegemoni datang dari pengalaman hidup Gramsci di Italia. Pada saat pertarungan Perang Dunia I memberikan pukulan keras kepada Gramsci untuk melahirkan sintesis baru tanpa menghilangkan marxisme. Setelah kemenangan fasisme di Italia pada 1922, gerakan kiri mulai mengalami kemunduran. Saat itu Gramsci sebagai anggota yang berpengaruh dari Partai Sosialis Italia dan Partai Komunis Italia (PCI). Di saat partai mulai konsolidasikan massa untuk merebut kekuasaan dari kelas penindas, di waktu yang bersamaan banyak massa kelas pekerja justru melawan balik. Mayoritas massa pekerja terhegemoni oleh kampanye kelas penguasa. Kontrol kesadaran ini tentu dilakukan secara sistematis. Pengalaman ini membuatnya menggagas pandangan alternatif (Patria, N dan Arief, A, 1999). 

Negara dan Hegemoni di Papua

Melihat Papua dengan kaca mata hegemoni yang sedang dipelihara dan dirawat secara sistematis untuk mengontrol kesadaran rakyat Papua bisa dilihat kontrol melalui Media massa dan hedon yang menjadi pagar dalam mengontrol kesadaran kaum muda, terutama mahasiswa Papua.

Analisa ini didasarkan dari pengalaman serta hasil analisis saya. Pengalaman ini berdasarkan pendiskusian dalam diskusi-diskusi di mana saja melihat rakyat Indonesia yang mengiyakan hegemoni kolonial Indonesia dalam melihat realitas penindasan di Papua. Selain itu, rakyat Papua yang sebagian besar masih terkontrol dalam hegemoni kolonial Indonesia.

Kontrol melalui Media Massa

“Konten media selalu mencerminkan kepentingan mereka yang membiayainya” (Dennis Mc Quail, 2000). Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahawa media massa menyiarkan berbagai berita sesuai dengan kepentingan mereka. Media massa menjadi layar propaganda penguasa untuk tetap merawat masyarakat dengan hegemoni. Realitas kolonial Indonesia mengontrol kesadaran masyarakat melalui media massa dapat kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari di Papua. Media mainstream di Indonesia selalu menyiarkan propaganda bahwa Papua lebih baik dan maju melalui pembangunan infrastruktur serta kemakmur karena daerah Otonomi Khusus (Otsus). Hal-hal ini diberitahkan untuk menjaga dan mengontrol kesadaran masyarakat Papua agar tidak mengetahui situasi objektif di Papua.

Rakyat Papua di beberapa tempat mengungsi akibat perang TPNPB-OPM melawan TNI untuk memperjuangkan Papua merdeka, teapi media mengontol kesadaran rakyat Papua dan Indonesia dengan memojokan TPNPB-OPM sebagai teroris, KKB, dan lainnya. Kerja propaganda media diilhami oleh rakyat Papua dan Indonesia sembari membiarkan rakyat Papua yang mengungsi meninggalkan kampung, rumah, dusun, dan semua tempat kehidupannya.

Media independen yang memberitakan soal tulisan kritis untuk meningkatkan kesadaran rakyat menjadi ancaman kolonialisme Indonesia. Analisa ini juga berangkat dari pengalaman yang mana pada Sabtu, 29 April 2023, koran online Koran Kejora milik Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) diblokir dan diambil alih oleh kolonial Indonesia melalui KOMINFO tanpa alasan yang jelas. Selain kasus itu, juga pada momentum rasisme 2019 menjadi luka batin rakyat Papua, dengan melakukan aksi spontan di berbagai kota di Papua. Aksi kemarahan rakyat itu tentu menjadi perbincangan hangat secara Nasional bahkan Internasional. Untuk menutupi naiknya gelombang perlawanan rakyat Papua, kolonial Indonesia melalui KOMINFO hentikan akses internet di seluruh Papua melalui instruksi Presiden Jokowi.

Hal-hal ini membuktikan bahwa dalam menjaga kesadaran rakyat Papua, kolonial Indonesia menutup media alternatif rakyat, juga menutup masalah persoalan Papua di hadapan dunia internasional. Negara mengontrol melalui kerja media massa di Papua bahkan larangan terhadap jurnalis asing untuk masuk di Papua.

Kontrol Kesadaran Kaum Muda

Kaum muda terutama mahasiswa Papua barang kali dikenal sebagai agen kontrol sosial. Kaum muda telah menunjukan akumulasi kekuatan yang besar seketika terus bersentuhan dengan masyarakat dalam melihat musuh bersama.

Modernisasi telah mendorong kaum mudah untuk terus meningkatkan kapasitas individu dalam menjawab kebutuhan masa depan. Dalam beberapa diskusi, saya menemukan beberapa kawan Papua di Surabaya menganggap bahwa bicara “Papua Merdeka” ialah hal yang “kampungan” atau tidak penting. Berpesta, bergaya gaul, hidup senang-senang merupakan kebutuhan utama mereka. Uang lebih penting daripada kemanusian. Kaum muda telah dipetakan secara emosional.

Kita telah saksikan pada tanggal 27 April 2024 diadakan konser DMP di Jayapura. Dalam waktu yang berdekatan perpanjangan kontrak PT Freeport dilakukan hingga 2061. Banyak pengalihan telah dilakukan dalam beberapa kasus pembunuhan di Papua dengan mengalihkan perhatian kaum muda pada kegiatan turnamen bola, konser, dan lainnya. Artinya bukan membatasi kaum muda, tapi menurut saya perlu untuk menjadi perhatian keseriusan dalam situasi kemanusian. Dalam situasi ini bisa dilihat bagaimana kasus kejahatan kemanusiaan dilakukan oleh aparatur negara kolonial Indonesia. Pengalihan dilakukan dengan kesenangan kegiatan kaum mudah, pemetaan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Hal tersebut membuktikan bahwa pengkondisian hegemoni kolonial telah meliputi kesadaran kaum muda.

Belajar dari bagaimana sistem kapitalisme mengontrol kesadaran buruh pabrik dan petani di Italia hingga bagaimana membangun kesadaran buruh dan petani dengan agitasi propaganda melalui Partai Komunis Italia telah mampu menjadi penentu revolusi. Partai revolusioner adalah kebutuhan mendesak saat ini untuk melawan penguasa yang menjadikan negara sebagai tameng serta kontrol atas rakyat di Papua. Juga bagaimana mempersiapkan tahapan revolusi. Sejarah telah memberi pelajaran kelas penentu revolusi demokratik di Papua ialah rakyat Papua. Akumulasi kekuatan rakyat dalam melihat musuh bersama yakni, imperialisme, kolonialisme, dan militerisme menjadi kunci kekuatan demi menciptakan masyarakan tanpa kelas penindas di Papua.

***

Referensi

Patria, N dan Arief, A. 1999. Negara dan Hegemoni. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Zamroni, M. 2022. Relasi Kuasa Media Politik. Kencana, Jakarta.

Lenin. 1917. Negara dan Revolusi: Teori Marxis tentang Negara dan Tugas Proletariat dalam Revolusi. Marxists.org/Indonesia. Lihat: https://www.marxists.org/indonesia/archive/lenin/19170901-lenin-negaradanrevolusi/index.htm 

Tulisan Suaib Napir Napir “Negara dalam Pemikiran Karl Heinrich Marx. Diakses pada 1 Oktober 2024. Lihat: https://www.kompasiana.com/suaibnapir/5b06391aab12ae0ec5359ab2/negara-dalam-pemikiran-karl-heinrich-marx

Yulius Magai
Penulis adalah pengurus Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Surabaya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kirim Donasi

Terbaru

Kontrol Media dan Mahasiswa Dalam Teori Hegemoni Gramsci

Antonio Gramsci lahir di Ales, Sardinia, Italia pada tanggal...

Pascakolonial, Dekolonial, Antikolonial: Pentingkah?

Penggunaan bahasa mengalami perubahan terus-menerus, mungkin khususnya dalam ranah Studi Pascakolonial (Britton, 1999; Ashcroft, 2002; Ramanathan, 2005). Dari “Dunia...

Tugas Kita, Tugas ULMWP: Hentikan Penyakit Subjektivisme

Pengantar Belakangan ini, dengan semakin masifnya kebijakan kolonialisme Indonesia di Papua dengan disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja tahun 2020 (walau hanya...

Pernyataan Sikap Solidaritas Rakyat Papua Sorong Tolak Transmigrasi

Pernyataan Sikap  Solidaritas Rakyat Papua Sorong Tolak Transmigrasi  Pada tanggal 21 Oktober 2024 sehari setelah pelantikan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil...

Diskusi Lao-Lao TV: Menuntut Keadilan untuk Tobias Silak!

https://www.youtube.com/live/y6VC7M6fYSQ?si=L5PdR38DGGI3XUcq Tobias Silak adalah salah satu anggota Bawaslu Kabupaten Yahukimo yang ditembak mati oleh oknum Brimob yang tergabung dalam Satgas...

Rubrikasi

Konten TerkaitRELATED
Rekomendasi Bacaan