Fenomena Lambang Palu Arit di Bendera Indonesia
Di tengah wabah pandemi Covid-19, dimana kita harus menerima keadaan dihantam dua krisis sekaligus, yakni krisis kesehatan dan tentunya krisis internal kapitalisme. Muncul pemberitaan di beberapa media online yang mengabarkan kepada kita satu kasus yakni penemuan bendera Indonesia dengan tambahan lambang palu arit yang diletakkan tepat ditengah warna Merah Putih khas bendera Indonesia. Kasus ini ditemukan di salah satu perguruan tinggi yang ada di Makassar, yakni Universitas Hasanuddin.
Dilansir dari berita di Suara.com, bendera Merah putih dibubuhi logo palu arit ditemukan di sekitar sekretariat mahasiswa Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Sulawesi Selatan. Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unhas Arsunan Arsin mengatakan, bendera tersebut dikibarkan pada April lalu. Pihak keamanan dari kampus telah menyerahkan ke pihak berwajib.
“Untuk kasus ini sudah kita serahkan ke pihak kepolisian, tapi kami belum pernah dapat perkembangan. Bisa dikonfirmasi ke pihak berwajib,” Tegas Arsunan Arsin.
Kasus inipun ramai diperbincangkan baik dalam skala lokal (Makassar) ataupun dalam skala nasional. Beragam pro kontra tentunya datang dari pandangan masyarakat, di satu sisi ada yang tidak mempermasalahkan, tetapi di sisi yang bertentangan tentunya sebagian besar menginginkan pelaku penambahan lambang palu arit di Bendera Indonesia dijebloskan penjara.
Salah satunya yakni Muhammad Zulkifli selaku ketua Brigade Muslim Indonesia. Perlu menjadi catatan penting bahwa bung Zulkifli beserta organisasinya adalah subjek dan organisasi yang sama dengan kasus penyitaan beberapa buku yang di sinyalir mengandung ajaran marxisme, komunisme, dan leninisme di Makassar pada saat itu.
Menariknya bung Zulkifli, dilansir dari berita di Vivanews, tidak hanya mempermasalahkan terkait bendera Indonesia yang telah dicoret lambang palu tersebut, tetapi juga memberikan himbauan kepada seluruh kampus agar berhati-hati pada pengajaran dan pengembangan ajaran komunis, marxis, dan leninisme.
“Kita berharap pihak Unhas bisa kooperatif membantu aparat untuk menuntaskan masalah ini, karena ini harus menjadi pelajaran kepada seluruh kampus supaya lebih berhati-hati pada kajian mahasiswa yang diduga bisa menyebarkan dan mengembangkan paham komunis, marxis dan lenimisme di Indonesia, terutama di Makassar,” jelas Zulkifli.
Catatan Sejarah dalam Upaya Produksi Pengetahuan Anti Komunisme
Ini menjadi bukti konkrit dengan apa yang dikatakan Budiawan dalam bukunya yang diterbitkan tahun 2004 yang berjudul Mematahkan Pewarisan Ingatan Wacana Anti-Komunis dan Politk Rekonsiliasi Pasca-Soeharto. Budiawan menjelaskan bahwa meskipun kepemimpinan Soeharto yang mengaku sebagai “penyelamat negara dan bangsa dari pengkhianatan komunis”- telah jatuh, tetapi wacana anti-komunis tetap selalu hidup di masyarakat Indonesia, dan menunjukkan bahwa bukan hanya rezim Soeharto telah berhasil mengindoktrinasi bangsa ini dengan wacana itu, melainkan juga berbagai kelompok sosial di masyarakat Indonesia sendiri berkepentingan mengawetkan wacana tersebut, dan bung Zulkifli dan organisasinya Brigade Muslim Indonesia adalah salah satu dari sekian banyak kelompok sosial yang berkepentingan mengawetkan wacana anti-komunisme.
Tetapi dibalik pro kontra persoalan penemuan bendera Indonesia dengan lambang palu arit, ada satu hal problem struktural yang acap kali luput dibicirakan bahkan terkesan dilupakan dan menurut hemat saya, hal dilupakan itulah yang sebenarnya sangat substansial lagi mendasar untuk dijadikan bahan perdebatan. Ialah persoalan bagaimana salah satu upaya negara (Indonesia) dengan corak sistem ekonomi politik neoliberal menghentikan wacana yang berisikan pengetahuan revolusioner menghentikan sistem ekonomi politik neoliberal yang eksploitatif dan jauh dari sistem keadilan yang diinginkan yakni wacana komunisme dan segala simbol yang menyertainya.
Dalam pembahasan ini juga perlu kiranya meninjau tulisan yang diterbitkan pada tahun 2016 berjudul “Neoliberalism Is a Political Project”, sebuah tulisan yang berisikan hasil wawacara Bjarke Skaerlund Risgger dengan David Harvey, bertepatan pada sebelas tahun setelah penerbitan buku Harvey berjudul “A Brief History of Neoliberalism”. Dalam tulisan itu, ada beberapa catatan penting bagi kita dalam memahami gerak neoliberalisme. Harvey dalam wawancaranya mengingatkan kita semua bahwa dalam memahami neoliberalisme haruslah diletakkan pada suatu agenda proyek politik yang dilakukan oleh kelas kapitalis sebagai upaya merespon ancaman, baik itu dari segi politik ataupun ekonomi.
Harvey dalam paparannya menjelaskan sejarah kemunculan proyek politik neoliberalisme yaitu sekitaran akhir tahun1960 hingga 1970an. Proyek neoliberalisme pada konteks waktu itu menurut harvey adalah respon kelas kapitalis untuk mengekang kekuatan kelas pekerja. Harvey menjelaskan bahwa proyek politik neoliberalisme adalah proyek kontra revolusi, dengan tujuan menghentikan gerakan-gerakan revolusioner, yang bisa dilacak di beberapa negara berkembang contohnya Mozambik, Angola, dan China. Selain itu proyek politik neoliberalisme ini juga mengekang pengaruh gelombang komunis di negara-negara seperti Italia dan Prancis, juga pada tingkat yang lebih rendah terjadi di Spanyol.
Apa yang dikatakan Harvey ini sangat kontekstual terjadi di Indonesia. Fenomena ditemukannya bendera Indonesia dengan lambang palu arit diyakini oleh kelas kapitalis dan pemerintah sebagai salah satu representasinya gelombang komunis yang memiliki pengaruh cukup besar. Apalagi isu komunisme ini diyakini mengandung ajaran yang berisikan kontra pengetahuan dari sistem ekonomi neoliberal yang saat ini menjadi sistem ekonomi politik dominan di Indonesia.
Selain dari itu, belajar dari setiap rentetan sejarah, bahwa wacana komunis juga memang selalu menjadi musuh pihak konservatif yang menginginkan sistem ekonomi pasar bebas. Dalam skala global diawali dari revolusi bolshevik 1917 seperti yang dikatakan Marcell Liebman dan Ralph Miliband dalam tulisannya tahun 2020 yang berjudul “Reflections on Anti Communism”, mereka mengatakan bahwa wacana anti-komunsime telah menjadi tema dominan dalam peperangan politik yang dilakukan pihak konservatif dalam agenda bentuk perlawanan kepada seluruh kaum kiri komunis dan bahkan yang bukan komunis.
Bahkan pada tahun 1945 yang dimulai dari perang dingin wacana anti komunisme telah tanpa henti disebarluaskan oleh banyak sumber dengan cara yang berbda entah melalui surat kabar, radio, televisi, film, artikel, pamfelt, buku, ataupun dokumen resmi dalam upaya propaganda indoktrinasi yang masif, bahkan tidak ada subjek yang menerima kritik dan kecaman yang sama selain komunisme. Marcell Liebman dan Ralph Miliband juga menekankan bahwa intensitas dan bentuk-bentuk propaganda anti komunisme sangat bervariasi dari satu negara ke negara lain begitu juga dengan periode yang satu dengan periode yang lain.
Khusus dalam konteks Indonesia, kita pun harus mengakui kalau memang negara ini dalam catatan sejarahnya sangat lihai dalam memainkan peran untuk membungkam segala bentuk ajaran yang di sinyalir bertentangan dengan ideologi negara, tentu dalam hal ini adalah Pancasila. Terkhusus ajaran komunisme yang diperkuat oleh Tap MPRS No XXV Tahun 1966, terkait pelarangan ajaran marxisme, komunisme, dan leninisme. Di Indonesia produksi pengetahuan akan wacana anti komunisme juga disebarkan dari berbagai sarana seperti pemutara film G30S/PKI yang ditulis oleh sejarawan Nugroho Nutosusanto sampai pemberangkatan beberapa orang mahasiswa UI untuk belajar di University of Barkley yang kelak akan menjadi ekonomi di era orde baru Soeharto dikenal dengan sebutan Mafia Barkley.
Wacana perihal pelarangan ajaran berbau komunisme masih berkembang sampai saat ini, dalam bentuk yang berbeda, selain bisa dilihat dari mencuatnya kasus fenomena lambang palu arit di bendea Indonesia ini, juga yang terbaru dibuatnya produk pemerintah yang disebut Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang salah satunya akan berisikan Tap MPRS NO XXV Tahun 1966.
Pengungkapan Realitas Material di Balik Fenomena Lambang Palu Arit di Bendera Indonesia
Dari landasan pembahasan yang telah diterangkan sebelumnya, saya memberikan dua pokok persoalan sekaligus yang menjadi pengungkapan realitas material saat ini juga sedikit memberikan solusi awal yang bisa dilakukan terkait produksi wacana anti-komunis yang terus menerus dilakukan kelas kapitalis dan konservatif dalam hal ini juga penguasa dalam upaya mereka untuk menghentikan penyebaran ajaran komunisme yang bisa dilihat representasinya pada konteks saat ini dalam kasus penemuan bendera Indonesia dengan tambahan lambang palu arit. Yakni Pertama: Bagi saya segala usaha pemerintah untuk membungkam ajaran komunisme mempunyai tujuan utama yaitu melindungi sistem pasar bebas dengan orientasi profit secara terus menerus sebagai logika internal corak produksi kapitalistik dan hanya untuk tujuan individual atau hanya segelintir orang saja. Wacana yang berhembus dari pemerintah bahwa komunisme bertentangan dengan Pancasila hanya sebagai alasan nomor sekian untuk menolak ajaran komunisme berkembang di Indonesia.
Kedua: Perlu menjadi catatan penting bahwa masifnya pelarangan ajaran komunisme yang kontra dengan pasar bebas dan relasi upahan, berbanding lurus juga dengan masifnya upaya pemerintah Indonesia dalam terus menerus melanggengkan sistem dengan corak produksi kapitalistik. . Ini terlihat jelas dengan beberapa produk hukum seperti Omnibus Law yang berisi beberapa RUU yang dinilai kontraproduktif dengan kelas pekerja, juga pastinya yang terbaru UU Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang dibuat pemerintah alih-alih sebagai upaya dalam mewujudkan keadilan sosial, nyatanya hanya terus mengikuti logika mekanimse pasar yang menjadi sebab struktural permasalahan yang dialami masyarakat saai ini. Lihat saja beberapa pemberitaan di media online seperti persoalan masifnya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan tingginya tingkat kemiskinan juga ketimpangan sudah menjadi representasi bagaimana sistem dengan corak produksi kapitalistik jauh dari cita-cita mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Penting bagi kita semua yang meyakini bahwa ada suatu sistem egaliter (sosialisme) dimana tidak akan ada lagi penindasan akibat terbaginya kelas sosial dikarenakan kepemilikan individu akan sarana produksi, wajib kiranya untuk terus memproduksi pengetahuan akan suatu sistem yang berkeadlian sosialisme berikut alat analisisnya yakni marxisme dalam upaya mengcounter hegemonik kelas kapitalis nan konservatif yang terus menerus menggunakan seluruh sarana agar bisa menyebarluaskan wacana anti komunisme. Penting diketahui seperti yang dikatakan seperti yang dikatakan feminis asal Amerika Serikat Audre Lorde bahwa “Revolusi is not a one time event”.
Apa yang ingin disampaikan Lorde adalah bahwa revolusi adalah suatu proses bukan sesuatu yang hadir seketika itu juga, dan upaya kita untuk terus menerus menyebarkan pengetahuan yang bertujuan menciptakan dunia tanpa penindasan adalah salah satu perlawan mendasar dan tentunya menjadi bagian dari proses revolusi itu sendiri. Bukankah Marx dalam upaya mewujudkan sistem yang diinginkannya harus menghabiskan sisa hidupnya dalam penulisan buku Das Capital sebagai upaya memproduksi pengetahuan untuk memberikan kritik dari sistem corak produksi kapitalistik?
Tentu kita tidak melupakan praktik gerakan perjuangan kelas didalamnya, hanya dengan kesatuan teori dan praktik yang berisikan pengetahun kritislah yang membuat tujuan sistem berkeadilan sosialisme dapat diwujudkan.
Untuk menutup tulisan ini sedikit merespon pernyataan yang dikatakan bung Zulkifli diawal pembahasan yang mengatakan bahwa kampus harus berhati-hati pada kajian mahasiswa karena bisa menyebarkan dan mengembangkan paham komunis, marxis dan lenimisme. Saya yang pernah berkuliah di Universitas Hasanuddin dengan lantang menjawab bahwa apa yang bung katakan sangat menggambarkan tuduhan yang tidak berdasar. Saya dan bahkan seluruh mahasiswa di seluruh dunia yang punya cita-cita mewujudkan keadilan sosial merasakan bahwa ajaran marxisme, komunisme, leninisme adalah suatu kajian teoritis yang membuat kita mempunyai alat analisis (marxisme) sebagai upaya dalam mewujudkan orientasi sistem yang berkeadlian (sosialisme ataupun komunisme).
Bung Zulkifli, tidak kah engkau mengetahui bung kalau negara kita (Indonesia) dalam proses kemerdekaannya yang digerakan oleh mayoritas pemuda saat itu karena disebabkan salah satunya ialah proses pembacaan yang tekun. Dan tidak kah kau mengatahuinya bung, kalau bacaan yang mereka konsumsi dan mempunyai dampak besar ialah buku yang berisi ajaran dimana bung melarang ajaran itu disebarluaskan karena dalih menganggu NKRI, yakni ajaran marxisme, komunisme, dan leninisme. Saya memahami jika memang mustahil untuk mengetahui ajaran apapun hanya melalui pembacaan atas judul buku. Seperti yang pernah bung beserta komplotan bung lakukan yakni menyita buku hanya karena membaca judul dan sinopsis buku.
Terakhir penting menjadi penekanan bahwa semua saran saya ini sebenarnya tidak hanya dikhususkan bagi bung Zulkifli tapi bagi kalian semua yang melarang suatu ajaran tanpa mengetahui isi ajaran tersebut, termasuk komunisme!
Referensi:
Budiawan. Mematahkan Pewarisan Ingatan: Wacana Anti-Komunis dan Politik Rekonsiliasi Pasca- Soeharto, Penerjemah (Bab I – IV)Tim Penerjemah Elsam: Bab V-VI: Hersri Setiawan. Juni 2004. ELSAM,.
Harvey, D. (2016, Jull 23). Neoliberalism Is a Political Project. Diakses dari Jacobin Magazine:https://www.jacobinmag.com/2016/07/david-harvey-neoliberalism-capitalism-labor-crisis-resistance/
Liebman M, Miliband R. (2020, April 27).Mike Devis: Reopening the Economy Will Send Us to Hell. Diakses dari Jacobin Magazine: https://www.jacobinmag.com/2020/04/mike-davis-economy-coronavirus-crisis-trump
Suara.com. Bendera Merah Putih Berlogo Palu Arit Berkibar di Makassar. (2020). Lihat: https://www.suara.com/news/2020/05/27/170325/bendera-merah-putih-berlogo-palu-arit-berkibar-di-makassar diakses tanggal 05 Juni 2020.
Vivanews.com. Heboh Bendera Merah Putih Bergambar Palu Arit Ditemukan di Unhas. (2020). Lihat: https://www.vivanews.com/berita/nasional/50347-heboh-bendera-merah-putih-bergambar-palu-arit-ditemukan-di-unhas diakses tanggal 05 Juni 2020.