Analisa Harian Antonio Gramsci, Hegemoni, dan Praktek di Papua

Antonio Gramsci, Hegemoni, dan Praktek di Papua

-

Siapakah Antonio Gramsci?

Antonio Gramsci lahir disebuah desa, kecil Sardinia, Italia pada 22 januari 1891. Dia anak keempat dari tujuh bersaudara, yang sejak lahir memiliki keterbatasan fisik, yaitu sedikit bungkuk, sehingga menjadi sangat rapuh dibandingkan saudaranya yang lain. Badan Gramsci tinggi hanya mencapai 150 cm. Antonio tumbuh dengan tekanan psikologis, introvert, dan paranoid dengan anggota tubuhnya. Keluarganya tergolong kelas bawah dan miskin karena Ayahnya hanya mantan pegawai rendahan.

Tahun 1903, Gramsci harus meninggalkan sekolah dan bekerja membantu ekonomi keluarga untuk melanjutkan pendidikannya kembali, pendidikan ini terus berlanjut ketika ia mendapatkan beasiswa pas-pasan sehingga memungkinkannya masuk di fakultas sastra Universitas Turin. Disana dia mulai berkenalan dengan aktifitas politik kelompok sosialisme. Pada tahun 1914 ia menjadi anggota partai sosialis Italia karna persahabatanya dengan Palmiro Togliati.

Selama perang dunia 1 (1914-1918) Gramsci memperdalam pengertiannya tentang marxisme. Teks marx yang paling berkesan padanya adalah kata pengantar buku kritik ekonomi politik (1859) yang memang termasyur, dimana Marx menguraikan hubungan antara dasar dan bangunan atas. Selain itu Gramsci juga berdasarkan filosofi besar Italia Benedetto Croce, Dari Croce, Gramsci belajar menghargai ilmu sejarah sebagai usaha intelektual mencakup moralitas, politik, dan seni. Gramsci juga dilindungi oleh Georges sorel, khususnya oleh kebenciannya terhadap liberal formal pada penegasannya bahwa hanya kelas buruh yang memiliki keutamaan-keutamaan moral yang perlu untuk memperbarui masyarakat.

Di Turin, Gramsci sangat aktif menulis dalam mingguan II grido del popolo (suara rakyat) dan dalam majalah sosialis Avanti (maju). Ia terkenal karna gayanya yang langsung to the point. Disamping itu, ia penuh semangat melibatkan diri dalam usaha pendidikan kaum buruh. Bersama dengan teman-temannya ia membentuk kelompok kiri dalam Partai Sosialis dan mendirikan Koran  L’ordine Nouvo (orde baru). Ia melibatkan diri dalam gerakan “dewan pabrik” yang meledak dalam tahun tahun ini diturin. Pada tahun 1920 ia ikut aktif dalam pemogokan umum yang gagal.

Dalam kongres Partai Sosialis pada tahun 1921 di Livorno, Gramsci dan kawan-kawannya mengadakan walkout dan mendirikan Partai Komunis Italia (PCI). Gramsci masuk kedalam komite sentral dan menerbitkan Ordine Nuovo yang menjadi harian partai. Dari tahun 1922 sampai 1924 ia hidup di Moskow dan Wiena sebagai wakil PCI dalam komite eksekutif komintern (internasionale komunis). Sementara itu, kaum fasis semakin memperkokoh pegangan mereka atas Italia. Pada tahun 1924 Gramsci dipilih sebagai ketua PCI dan dalam pemilihan umum bebas terakhir ia dipilih menjadi anggota parlemen Italia. Meskipun terancam oleh terror kaum fasis, ia kembali ke Italia dan pindah ke Roma. Sesudah PCI dinyatakan sebagai partai terlarang oleh pemerintahan fazis Musoloni, Gramsci ditangkap tepatnya tanggal 8 november 1926 dan dijatuhi hukuman penjara selama 20 tahun.

Ditahun-tahun berikutnya dalam penjara, kesehatanya semakin menurun, namun semangatnya tak perna patah, dia teruskan menulis pemikiran-pemikiran politiknya. Saksinya adalah 4000 halaman lebih ia menghasilkan catatan-catatannya dalam penjara (prison notebooks,PN) yang kemudian akan diterbitkan, dan berlanjut menjadi karya monumentalnya. Gramsci meninggal pada tanggal 27 april 1937, di usia 46 tahun.

Konsep Hegemoni Gramsci

Kata Hegemoni berasal dari bahasa yunani eugmonia yang berarti dominasi (pengarahan, kepemimpinan). Dalam prison notenbook Gagasan pemaknaan hegemoni dari Gramsci memiliki pemahaman yang berbeda, pertama hegemoni adalah penguasaan suatu bangsa terhadap bangsa yang lain. Kedua Gramsci menggunakan hegemoni dalam pengertian-nya yang umum, yakni dominasi antara bangsa, antara kota dan desa. Namun ada juga pengertian lain dari Gramsci menurutnya hegemoni merupakan dominasi suatu kelas terhadap kelas yang lain dengan kekuasaan dan konsensus yang melibatkan kedua belah pihak, antara pihak yang mendominasi dengan pihak yang didominasi, artinya bukan hanya menggunakan fisik semata.

Gagasan tentang hegemoni pertama kali diperkenalkan pada 1885 oleh para marxis Rusia, terutama oleh Plekhanov pada 1883-1884. Gagasan ini kemudian di kembangkan sebagai bagian dari strategi untuk menggulingkan Trarisme, istilah ini merujuk kepada kepemimpinan hegemoni yang harus dibentuk oleh kaum proletar , dan wakil-wakil politiknya, dalam satu aliansi dengan kelompok-kelompok lain, seperti kritikus borjuis, petani, dan intelektual yang berusaha mengakiri  negara polisi Tsaris.

Dalam konteks inilah Lenin merumuskan gagasan-gagasannya dalam what is to be done? Pada 1902, yang membahas   berbagai masalah  tentang pendidikan politik bagi para pekerja. Dia menulis “ untuk membawah pengetahuan politik ke para pekerja, sosial demokrat harus membaur kesegala kelas penduduk ( dan ini merupakan), kaum intelektual, sebagai pelaku propaganda, agitator, dan organesir “ pernyataan ini menekankan peran kepemimipinan teoritis, dan peran pejuang barisan depan hanya didapat melalui suatu partai yang dibimbing oleh teori yang paling maju. Hal inilah yang kemudian dipakai oleh Lenin dan kaum buruh partai Bolshevik untuk dapat menggulingkan kekuasaan Tsarisme pada 1917.

Setelah revolusi Rusia  pada 1917, Gramsci melakukan analisis  terhadap revolusi tersebut dan menganggapnya  sebagai  perang manuver atau perang gerakan dalam suatu masyarakat dengan berbagai institusi dan organisasi yang memiliki tingkat perkembangan yang rendah yang ditemukan dalam masyarakat sipil di suatu negara-negara Eropa Timur (terutama Inggris dan Perancis). Gramsci berargumen bahwa negara Rusia dapat dikuasi melalui serangan yang bertubi-tubi di ibu kotanya, Saint Petersburg dengan cara yang tidak mungkin diterapkan di Eropa Barat, dimana kelompok Masyarakat sipil hampir tidak eksis di Rusia, khususnya pada perang dunia pertama.

Begitu kekuasaan negara direbut orang-orang partai Bolsevhik, mereka dapat berusaha untuk mempertahankannya dengan kekuasaan kohersif negara terhadap unsur unsur aristocrat dan borjuis yang ingin berusaha menumpas revolusi tersebut, baik didalam ataupun diluar rusia dengan diberlakukan perubahan-perubahan pendidikan ditempat kerja dan di perss. proses di lakukan supaya membangun hegemoni bagi kaum proletar, tujuan satu untuk melanggengkan kekuasaannya.

Gramsci mengubah makna hegemoni dari strategi (Lenin) menjadi sebuah konsep  seperti hal marxis tentang kekuatan dan hubungan produksi, kelas dan negara menjadi sarana untuk memahami masyarakat dengan tujuan untuk mengubahnya. Ia mengembangkan gagasan tentang kepemimipinan moral dan pelaksanaanya sebagai syarat untuk memperoleh kekuasaan negara kedalam konsepnya tentang hegemoni. Suatu kelompok sosial bisa, bahkan harus menjalankan kepemimpinan sebelum merebut kekuasaan pemerintahan (hal ini jelas adalah salah satu syarat utama untuk memperoleh kekuasaan tersebut): kesiapan itu pada gilirannya menjadi sangat penting ketika kelompok itu menjalankan kekuasaan…mereka harus siap memimpin (Gramsci).

Konsep ini bisa dilacak melalui konsep supremasi Gramsci, menurutnya supremasi sebuah kelompok mewujud dalam dua cara: dominasi dan kepemimpinan intelektual. Hegemoni menunjuk pada kuatnya pengaruh kepemimpinan dalam bentuk moral atau intelektual yang membentuk sikap kelas yang dipimpin. Ini terjadi dalam citra konsensual. Consensus yang terjadi antara dua kelas ini diciptakan melalui pemaksaan maupun pengaruh yang terselubung melalui pengetahuan yang disebarkan melalui perangkat perangkat kekuasaan. Dengan kata lain hegemoni adalah sebuah rantai kemenangan yang didapat melalui mekanisme consensus dari pada melalui penindasan (kekerasan) terhadap kelas sosial lainnya.

Konsep hegemoni dari Gramsci dipakai untuk menjabarkan dan menganalisis bagaimana masyarakat kapitalis modern diorganisasi pada masa dulu dan kini. Menurutnya kaum borjuis Inggris telah relatif sukses dalam menjalankan kepemimpinan hegemoni pada masyarakat sipil, negara dan ekonomi. di Prancis setelah revolusi pada tahun 1789, borjuis disana telah menjalankan hegemoni juga. Tapi kontrasnya, borjuasi Italia selatan telah gagal menjalankan hegemoni disana. Konsekuensinya, negara Italia malah memunculkan fasis, karena ia tidak mendasarkan kepemimpinan borjuisnya dalam masyarakat sipil dan negara.

Ada perbedaan disini, dimana Gramsci membedakan negara dan masyarakat sipil, ia mendefinisikan negara sebagai kekuasan sumber koersif dalam suatu masyarakat, dan masyarakat sipil sebagai lokasi kepemimpinan hegemoni. Namun Gramsci menyatukannya menjadi satu yakni negara integral. Negara integral mempunyai dua aspek, sarana pemaksaan (polisi dan militer) dan sarana untuk membentuk kepemimpinan hegemoni dalam masyarakat sipil (pendidikan, Hukum, Media, penerbitan). Untuk mengupas gagasan negara integral dan masyarakat sipil akan dilihat melaui tiga model hegemoni  dari Anderson tentang prison notebook yang ditulis oleh Gramsci.

Model yang Pertama Hegemoni diterapkan  oleh negara dalam masyarakat sipil, artinya negara memanfaatkan kekuatan polisi dan militer yang melibatkan ekonomi (uang), serta control moneter untuk menjalankan kehendak ( kemaun) negara dalam masyarakat sipil  demi mewujudkan kepentingannya. Ini bisa dapat ditemukan diberbagai negara demokrasi borjuis barat dalam bentuk demokrasi parlementer. semisal di jalankan pemilihan umum guna mencapai persetujuan, yang dilihat Gramsci sebagai sesuatu yang krusial. Selain itu negara juga turut memainkan peran melalui tangan besi untuk memperluas kekuasaan pada wilayah lain (negara) serta menjadikannya sebagai negara adidaya, sebagaimana Jerman dibawah pimpinan Hitler yang ingin menguasai wilayah Eropa  pada perang dunia ke dua namun gagal dan menjadikan amerika sebagai negara berkuasa dengan kekuatan koersifnya. .

Kemudian Model Kedua Hegemoni dijalankan didalam negara dan masyarakat sipil, Gramsci melihat bahwa lembaga pendidikan dan hukum adalah produk negara dalam menjalankan hegemoninya. pendidikan dan pembuatan kebijakan merupakan aktifitas aktifitas negara yang amat penting untuk pembentukan hegemoni di eropa barat diawal abad ke 20 dan keduanya bukan aktifitas masyarakat sipil. Masyarakat sipil sebagian dibentuk dalam pendidikan seperti bahasa khusus, sastra, dan geografis dan sejarah negara dan masyarakat, sesuai ketentuan-ketentuan yang telah atur oleh sistem guna menciptakan intelektualitas atau tenaga-tenaga kerja sebagai kekuatan produksi mewujudkan kepentingan kelas-kelas dominan dalam negara. Sekolah dianggap sebagai fungsi pendidikan yang positif.  Sedangakan lembaga hukum sebagai kepanjangan tangan dari negara yang dibekap oleh aparat koersif untuk mengontrol jalannya hukum dan administrasi “keadilan” dalam wilayah tertentu. Lembaga hukum membuat masyarakat sipil atau kaum intelektual kritis akan dibuat tunduk terhadapnya. Tetapi dalam kenyataanya banyak inisiatif dan aktifitas pribadi yang cenderung menuju pada kepentigan kelas termasuk aparat-aparat hegemoni politik dan budaya dari kelas yang berkuasa.

Selanjutnya Model yang Ketiga dimana hegemoni, tidak memiliki pembedaan antara negara dan masyarakat sipil, karena Gramsci terkadang mendefinisikan, negara sebagai “masyarakat politik” plus “masyrakat sipil” yang bisa dapat dilihat pada kutipan berikut : negara tidak hanya dipahami sebagai aparat pemerintah , tetapi juga aparat “swasta”  dari “hegemoni” atau masyarakat sipil. Hegemoni adalah milik kekuatan-kekuatan swasta (non pemerintah), milik masyarakat sipil yang adalah “negara” juga dan memang merupakan negara itu sendiri. Artinya baik negara, swasta dan masyarakat sipil juga memainkan peran yang sama, yakni hegemoni dalam suatu wilayah tertentu.

Relevansi Dan Praktek Hegemoni Di Papua

Dari penjelasan tentang konsep hegemoni diatas ada relavansinya yang bisa dapat lihat di Papua bahwa ada dua cara  yang dimainkan oleh  kelompok yang berkuasa untuk menjalankan kekuasaan dengan cara represif dan persuasif. Cara kekerasan (koersif) yang dilakukan oleh kelompok berkuasaan itu disebut dengan dominasi, sedangkan persuasifnya dilakukan dengan cara yang halus melalui consensus dengan tujuan untuk melanggengkan kekuasaanya tanpa mendapatkan perlawanan, Berikut penerapan-nya.

Hegemoni Koersif

Penguasa (Negara Indonesia) menggunakan kekuatan militer (TNI, POLRI) untuk menggagalkan pendirian negara, merebut, serta mempertahankan wilayah Papua sebagai daerah jajahan-nya. ini Bisa dapat ditelusuri pada dua aspek penting dalam sejarah Papua;

Pertama, ketika rakyat Papua mengibarkan bendera bintang kejora dan mendeklarasikan kemerdekaan irian barat tepat, 1 desember 1961. itu langsung digagalkan oleh sukarno melalui pidato trikora pada, 19 desember 1961 dialun-alun yogyakarta. Setelah dicetuskan trikora, soekarno membentuk operasi militer, komando mandala 1962 dibawah pimpinan jendral soeharto dan sukses dijalankan sehingga pada, 15 agustus 1962 diadakan perundingan di markas PBB, New York Inggris, tanpa melibatkan orang Papua. Dalam perundingan itu status wilayah Papua diserahkan kepada PBB (UNTEA). Kemudian pada, 1 mei 1963 wilayah Papua secara resmi di serahkan kepada Indonesia.

Kedua, untuk memperkuat status kewenangan atas penyerahan wilayah Papua itu diperkuat dengan diadakan penentuan pendapat rakyat (pepera) pada tahun 1969 diPapua. Proses pepera itu dilakukan dibawah control ketat militer negara Indonesia dalam pemilihan tersebut, dimana tercatat dari 800.000 orang Papua, hanya 1025 orang yang disertakan untuk memilih bergabung bersama Indonesia karena ancaman militer dengan todongan senjata. Dalam pemilihan pepera itu tidak sesuai dengan mekanisme PBB yakni, satu orang satu suara sehingga membuahkan penolakan dari rakyat Papua.

Dari dua aspek ini yang menjadi inti pokok permasalahan ditanah Papua antara rakyat Papua dan negara Indonesia yang kemudian memicuh berbagai konflik kekerasan dan pelanggran HAM berat diPapua sejak 1961 hingga saat ini. Beberapa diantaranya, peristiwa 1965 (manokwari, kebar, pedalaman arfak), peristiwa 1967 sorong (ayamaru, teminabuan, inawatan), peristiwa seputar pepera 1969, peristiwa 1974 di biak, peristiwa 1977 di wamena dan sekitarnya terutama lembah baliem, peristiwa exodus dan pembunuhan masal dari arso sampai waris 1984, peristiwa timika dan mapenduma 1995, peristiwa biak berdarah 1998, wamena (2000,2003), sorong, timika dan manokwari 1999, peristiwa merauke dan fak-fak 2000, wasior berdarah 2001, uncen berdarah 2006, kasus penembakan di sorong 2013, paniai berdarah 2014, kasus penembakan di manokwari 2016, peristiwa ndungga 2018-2020 dan peristiwa rasisme 2019.

Ini menggambarkan kalau negara memanfaatkan kekuatan TNI polri untuk meredam segala bentuk perlawanan dari rakyat Papua, yakni gerakan perlawanan, OPM, aktivis organ gerakan, pemuda dan mahasiswa serta gerakan masyarakat sipil lain diPapua tujuannya untuk mempertahankan Papua dalam bingkai kesatuan negara repoblik Indonesia serta untuk memenuhi kepentingan negara dalam mengexploitasi sumber daya alam di Papua.

Hegemoni Konsensus

Untuk mempertahankan kekuasaan negara, negara tidak hanya menggunakan TNI POLRI tapi juga lembaga-lembaga lain untuk bekerja secara halus untuk menghegemoni rakyat agar supaya tidak ada unsur perlawanan untuk meruntuhkan kekuasaan Negara,  diantaranya;

Lembaga Hukum

Kehadiran lembaga hukum dipandang dan dinilai baik, namun penerapanya didalam sebuah negara (Indonesia) tidaklah berimbang dalam mengusut tuntaskan berbagai peristiwa yang menghilangkan banyak nyawa masyarakat sipil Papua. Beberapa kasus diantaranya, peristiwa wamena berdarah (2000, 2003), biak berdarah (1998), paniay berdarah (2014), Manokwari berdarah  (2016), Wasior berdarah (2001), Aimas, Sorong (2013), Uncen berdarah (2006), dan paling menyedihkan peritiwa penembakan di Ndungga (2018-2020).

Kasus ini merupakan pelanggaran HAM berat, yang diatur dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia,  pasal 9  (unsur Kejahatan Kemanusiaan, dan juga mengandung unsur pelanggaran hak asasi manusia). Dalam pasal ini menyebutkan bahwa : ” kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang deketahui bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa : a) pembunuhan, b) pemusnahan, d) pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, e) perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional, f) Penyiksaan, g) perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan dan i) Penghilangan orang secara paksa.

Walaupun termasuk dalam pelanggaran HAM berat, kasus  ini dianggap  seperti masalah biasa saja. Tahun tahun telah berlalu, namun sampai sekarang belum ada niat dan  komitmen pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan dan mengadili para oknum pelaku kejahatan kemanusiaan tersebut. Proses demonstrasi terus didorong oleh aktivis kemanusiaan, baik mahasiswa, pemuda dan masyarakat sipil Papua yang kritis terhadap realitas penindasan.

Mereka berunjuk rasa dengan tujuan agar supaya pelanggaran itu dapat diselesaikan oleh negara dan demonstrasi itupun telah diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 28 serta UU No.09 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka Umum. Namun fakta berkata lain mereka yang melakukan demonstrasi malah dianggap sebagai pemberontak dan dicap separatis yang bertindak melawan negara sehingga mereka ditindas, diteror, dibunuh bahkan disiksa dan jebloskan kedalam penjarah dengan tuduan makar. Disisi lain terkadang lembaga hukum bersama aparatur negara (Kepolisian) memanfaatkan korban tahanan tersebut sebagai objek keuntungan pribadi.

Lembaga pendidikan

Model pendidikan negara Indonesia di Papua sangat berbeda dengan pendidikan di wilayah lain diluar Papua bila di telusuri baik. dan memang itu adalah niat dan upaya negara dalam mengIndonesiakan watak, hati, sifat, dan perilaku orang Papua dengan cara menanamkan dogma kedalam pola pikir orang Papua.  tujuannya satu terwujudnya rasa cinta orang Papua kepada orang dan negara Indonesia. hal ini bisa dapat ditelusuri, ketika masyarakat sipil asal Papua mulai menempuh  pendidikannya di sekolah dasar (SD), Sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA).

Dimana Pendidikan yang diberikan kepada orang Papua hanya berputar dan di ulang-ulang pada pengajaran yang sama. nampaknya melalui pendidikan sejarah negara Indonesia yang disampaikan oleh seorang guru secara gamblang. Namun tidak ada transparansi dengan mengkaitkannya dengan sejarah perebutan wilayah Papua oleh negara yang penuh dengan rekayasa dan manipulasi politik terhadap tanah dan Rakyat Papua. tak hanya itu, di sekolah-sekolah pun orang Papua selalu diajarkan untuk mengafal ideologi pancasila secara berkala, kebanyakan ditingkat sekolah dasar sebelum memasuki ruang belajar atau kelas.  Orang Papua selalu di didik dengan mengikuti atau bahkan ditunjuk dalam proses melakukan pembacaan undang-undang dasar 1945, saat upacara bendera pada setiap hari senin (baik, di tingkat SD, SMP dan SMA), serta wajib menyanyikan lagu-lagu kebangsaan Indonesia.

Dalam pendidikan Indonesia, Orang Papua selalu diajarkan bahasa Indonesia, dan budaya masyarakat lain dari luar Papua. Sangat diskriminatif pendidikan di negara ini, seakan-akan Orang Papua tidak ada bahasa dan budayanya. Jika hal ini dibiarkan maka bahasa dan budaya orang Papua akan semakin terdegradasi, yang kemudian akan menuju kepada kepunaan bahasa dan budaya Orang Papua.

Merosot dan menghilangya kehidupan komunal orang Papua dalam bertani dan bercocok tanam, berburuh dan meramuh serta bergeser dan punahnya kehidupan komunal dalam bernelayan bagi orang Papua di pesisir. Ketika Orang Papua menyelesaikan studinya dari perguruan tinggi, semua aktifitas-aktifitas tersebut tadi, digantikan dengan pekerjaan-pekerjaan baru dalam pemerintaan lalu digaji oleh negara supaya dapat mencukupi kebutuhan hidup (sandang, pangan, dan papan).

Terkesan Pendidikan hanya, pertama menciptakan intelektual Papua berdasarkan bidang kealihan lalu menjadi mesin produksi bagi kelas dominan dalam negara. Kedua pendidikan hanya menciptakan ketergantungan orang Papua kepada negara. Lalu membuat orang Papua melupakan nilai-nilai warisan budaya yang telah diwariskan oleh lelehur. Akhirnya secara perlahan-lahan orang Papua akan kehilangan nilai-nilai warisan budayanya sendiri.

Media  (Media Massa dan Media Sosial)

Media merupakan segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan informasi atau pesan kepada khalayak publik. Media  yang sering dijumpai dan bahkan dipakai dalam aktifitas-aktifitas sehari-hari, beberapa diantaranya, Koran, spanduk, radio, siaran tv (meliputi berita, flim, iklan promosi prodak, dst.), google, youtube, instagram, facebook, whatsApp, line dan lain sebagainya.

Media tersebut dipakai oleh Indonesia untuk membangun hegemoni dalam benak pikiran orang Papua. media (massa, sosial) tidak benar-benar netral dan transparan ketika menulis wacana lalu di publis melalui media. Kenapa? Karena media penguasa selalu fokus dalam mengangkat serta mempublis aktifitas-aktifitas pemerintah daerah dan negara secara dominan. Ketimbang realitas penindasan dari orang Papua serta mengabaikan kritikan tajam dari civil society Papua yang terdidik dan kritis terhadap dinamika realitas sosial kehidupan Rakyat Papua.

Simpelnya bisa dapat dijejaki di media-media yang ada di Provinsi Papua barat, cukup di dua kabupaten yakni, manokwari dan fak-fak yang sangat minim dalam mempublis penangkapan dan penahanan serta proses jalannya sidang terhadap tersangka atau terdakwa dalam kasus penangkapan dan pemukulan 23 orang yang tergabung dalam masa aksi difak-fak pada 1 Desember 2019 serta menewaskan satu orang warga. Sedangkan media dimanokwari juga sama tidak mempublis kasus penangkapan dan penahanan bahkan proses jalannya sidang bagi tahanan rasisme manokwari secara baik karna memang media dikontrol oleh militer.

Media Penguasa hanya bisa mempublikasihkan aktifitas pemerintah daerah dan negara yang dianggap baik lalu di wacanakan melalui media secara berlebihan untuk menarik rasa simpatik rakyat Papua. contohnya, kunjungan presiden Indonesia joko widodo di jayapura, sorong, manokwari, wondama dan pegunungan Arfak pada 2019 tahun lalu, menjanjikan pembangunan, menaruh perhatian penuh untuk membangun Papua, bahkan bersentuhan dengan rakyat Papua.

Lalu Ada juga, pemasangan media cetak berupa balioh atau spanduk yang bertuliskan NKRI Harga Mati, Saya Pancasila, Saya Papua-Saya Indonesia dan seterusnya banyak bertaburan di berbagai daerah Papua, di pinggiran jalan raya. Walaupun kelihatanya sederhana namun itu merupakan bentuk hegemoni negara yang ditanamkan dalam pikiran orang Papua lalu menghasilkan rasa penerimaan dari orang Papua kemudian menerima pemerintah Indonesia dibumi Papua tanpa melihat realitas penindasan yang ada disekitarnya.

Penutup

Berdasarkan paparan diatas bisa dilihat bahwa konsep hegemoni dari Gramsci dipengaruhi oleh Marx, Plekhanov, Lenin, Benedetto Croce serta para Marxis Rusia lain. Konsep ini dibuat untuk menambah kerangka Marx dalam mewujudkan cita-cita revolusi sosialis tetapi juga mempertahankan revolusi tersebut, jelasnya, merebut serta melanggengkan kekuasaan yang didapat dari kaum sosialis.

Konsep hegemoni dalam perkembangan-nya masih sangat relevan hingga saat ini, termasuk untuk Papua. Dimana hegemoni merupakan proyek politik Indonesia untuk menjajah tanah dan bangsa Papua dengan memakai aparatur koersif negara yaitu TNI polri sebagai sarana dalam meredam segala bentuk perlawanan dari Rakyat Papua. Sedangkan aparatur negara lain, seperti lembaga pendidikan berfungsi untuk menyediakan intelektual Papua berdasarkan bidang yang diemban masing-masing untuk masuk pada sistem pemerintahan negara yang ada sebagai mesin produksi bagi negara alias budak dari penguasa.

Kemudian lembaga hukum dibuat oleh negara hanya untuk menundukan rakyat Papua tanpa adanya perlawanan. Lalu media, mempromosi nilai-nilai kebaikan, perhatian, janji manis dan kampanye-kampanye ideology  untuk menarik rasa simpatik dan juga menanamkan dogma dalam benak orang Papua kepada penguasa. Semua aktifitas-aktifitas ini dibuat untuk tetap mempertahankan wilayah Papua dalam cengkraman NKRI agar supaya kepentingan negara dapat diakomodir dan diwujudkan melalui penguasaan sumber daya alam diPapua. Semisal Migas di Sorong, BP. LNG tanggu di Bintuni, Miffe di Merauke, dan terutama PT. Freeport  Indonesia di Timika.

Referensi:

Robert Bocock, Pengantar Komprhensif Untuk Memahami Hegemoni. 2007.

Listiyono Santoso, Dkk. Seri Pemikiran Tokoh. Epistemology Kiri. 2007.

Frans Magnis Suseno, Dalam Bayang-Bayang Lenin, 2016

Sockratez Sofyan Yoman, Pemusnahan Etnis Melanesia Memecah Kebisuan Sejarah Kekerasan DiPapua Barat . 2007

Diaz Gwijangge, Jejak Sepatu Peluru Dan Darah, Catatan Pelanggaran Ham DiPapua , 2014

Dari Lembaga Elsham Papua, LBH Papua, LP3BH Papua barat tentang izin HAM.

Kelly Dowansiba
Penulis adalah Aktivis Pemuda Papua dan alumnus Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kirim Donasi

Terbaru

Rekonstruksi Identitas Orang Papua Melalui Perubahan Nama Tempat

Irian berubah menjadi Irian. Masyarakat Papua atau orang-orang yang...

Rosa Moiwend dan Kesalahan Teori Patriarki

Rosa Moiwend, salah satu kamerad kita di Papua menulis di media Lao-Lao Papua pada 9 Juni 2023, bahwa gerakan...

Ekofeminisme dan Hubungan Antara Perempuan dengan Hutan Sagu

Sebuah pandangan mengenai hubungan antara perempuan dengan hutan sagu di Kampung Yoboi, Sentani dan bagaimana mengujinya dengan perspektif ekofeminisme. Sagu...

Ancaman Pembangunan Terhadap Lahan Berkebun Mama Mee di Kota Jayapura

"Ini kodo tai koo teakeitipeko iniyaka yokaido nota tenaipigai, tekoda maiya beu, nota tinimaipigai kodokoyoka, tai kodo to nekeitai...

Memahami Perempuan (Papua) dari Tiga Buku Nawal El Saadawi

Sebuah ringkasan secara umum Pengantar Isu feminisme di Papua pada umumnya masih banyak menuai pro dan kontra. Itu bisa kita temukan...

Rubrikasi

Konten TerkaitRELATED
Rekomendasi Bacaan