Pilihan Redaksi Kekalahan Kaum Perempuan (4)

Kekalahan Kaum Perempuan (4)

-

Diterjemahkan dari buku yang ditulis oleh Pat Brewer, The Dispossession of Women, Resistance Books, 2000

Penerjemah Danial Indrakusuma

Peranan awal Perempuan

Teori Engels menekankan peranan perempuan dalam evolusi sosial kelompok manusia. Teori ini memperkenalkan perempuan sebagai sentral kerjasama sosial dan organisasi kelompok sosial,  dan kesetaraan jender yang  mendominasi sebagian besar periode pra sejarah¾zaman kebuasan. Subordinasi perempuan terjadi belakangan, dimulai pada zaman barbarisme dan berkembang  secara utuh pada permulaan zaman peradaban

Zaman kebuasan bertepatan dengan periode purbakala Palaeolitic sampai sekitar 12.000 tahun lalu, saat produksi, teknologi dan pemukiman berubah secara cepat. Menurut Engels, permulaan tahapan massa barbarian dititik-beratkan pada masa Neolithic (zaman batu baru, bercirikan alat dari batu serta meliputi permulaan pekerjaan logam), termasuk zaman perunggu sampai perkembangan peralatan besi mulai sekitar tahun 1.000 SM.

Spekulasi tentang permulaan kelompok sosial Hominid didasarkan pada bukti yang sangat sedikit, tapi sepertinya desakan yang lama pada ikatan monogami laki-laki dan perempuan. Saat lelaki pergi berburu dan perempuan tinggal di rumah menjaga bayi, bisa diperdebatkan secara sustansial.

Diperkirakan lebih dari 90% orang yang hidupya telah berkumpul dalam kelompok tersebar pada daerah luas yang populasinya sedikit, dan dapat memilih lingkungan yang paling menguntungkan. Kini, kurang dari 0,003% populasi dunia hidup sebagai pemburu-pengumpul dan mereka hidup dalam lingkungan ekstrim, terisolasi, serta berada di bawah tekanan masyarakat yang berteknologi kompleks, karena itu data dari masyarakat harus disuguhkan secara hati–hati. Tapi sangatlah jelas bahwa hubungan jender dalam masyarakat pengumpul-pemburu lebih egaliter dibandingkan dari masyarakat lain. Pada masyarakat pengumpul–pemburu ada pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin dan umur, tapi kontribusi perempuan terhadap kelompok secara keseluruhan, dan status mereka pada umumnya, adalah tinggi.

Pengertian kerangka bipedalisme, perkembagan kapasitas otak untuk melahirkan, dan ketergantungan bayi yang lama menambah pertimbangan Engels bahwa kelompok sosial hominid pada masa awalnya mengelompok sekitar perempuan serta bayi mereka. Kerjasama untuk keberhasilan membesarkan anak dapat mengarah pada proses domestikasi spesies manusia itu sendiri, dan saat memilih kooperatif ketimbang agresif serta menyerang, laki–laki, sebagai pasangan, memperkuat pembagian dan ikatan sosial. Tipe peralihan ini telah diobservasi diantara simpanse betina.

Ketergantungan bayi dan jangka waktu membesarkan anak juga mempengaruhi pola  pembagian makanan yang membentuk basis interaksi sosial. Bukti dari kelompok primata seperti simpanse, menunjukkan bahwa pembagian makanan terjadi dengan kelompok matrifocal (mother-centered) ketimbang dengan pasangan seksual. Ikatan yang kuat antara keturunan dan ibu membentuk ikatan utama, ditambahkan dengan saudara kandung, penguatan hubungan saudara tua, dengan ibu sebagai pusatnya. Peranan utama ibu mendorong meningkatnya kekerabatan serta guru utama inovasi teknologi yang terjadi dalam jangka waktu ketergantungan anak.

Tekanan untuk memiliki bayi dan makanan, yang kembali dibagi di dalam kelompok, akan memperkuat proses tersebut, juga untuk mendorong perkembangan arterfak dan peralatan seperti kontainer/wadah, tongkat penggali, dan lain-lainnya. Peralatan tersebut merupakan ciri sezaman aktivitas pengumpulan.

Tak ada bukti pembagian kerja berdasar jender yang tak dapat diperdebatkan, baik pada  penggunaan alat dalam pengumpulan makanan, sampai penggunaan alat untuk perburuan besar yang muncul sekitar 100.000 tahun yang lalu. Kehadiran seorang bayi dapat menjadi penghalang bagi aktivitas tersebut, namun hal itu tak menghentikan perempuan (yang tak memiliki anak) untuk berburu, dan ada bukti wanita pemburu dalam masyarakat modern (Contohnya adalah orang Agta di Timur laut Luzon, Filipina).

Seperti yang dinyatakan oleh Margareth Ehrenberg :

Oleh karena itu, dapat dibuktikan bahwa langkah penting dalam perkembangan utama manusia terinsipirasi oleh perempuan. Juga mencakup perkembangan ekonomi dan inovasi teknologi, serta peran perempuan sebagai pusat sosial kelompok. Hal itu berbeda sekali dengan gambaran tradisional pria sebagai pelindung dan pemburu, membawa makanan kepada pasangan perempuannya. Model tradisional laki–laki tersebut berhubungan dengan serangan maskulin yang dianggap normal, yakni yang menganggap bahwa dalam jangka waktu lama, satu melawan satu, ikatan laki-perempuan merupakan perkembangan utama. Dengan lelaki sebagai penyedia makanan yang paling utama, dan dominasi laki-laki berhubungan (secara inheren) dengan keahlian berburu. Tak satupun dari pola ini yang sesuai (bagaimana pun sesuainya dengan lelaki tradisional, kecuali lelaki tradisional Barat). Primata jantan lainnya tak mengikuti pola ini, tak terjadi selain di kalangan Barat, khususnya yang mengumpulkan makanan dan dan pola kultural Palaolithic.” (Ehrenberg, 1989, hal. 150) 

Argumen tersebut mendukung pola yang  digambarkan Engels.

Pemukiman dan domestifikasi

Keragaman bukti meningkat dari zaman Neolithic ke muka. Ketika lapisan es mencair, wilayah tundra yang luas terbuka dan kumpulan ternak mundur ke utara. Kumpulan hewan diikuti oleh banyak pemburu yang berburu di lingkungan baru, vegetasi yang baru serta iklim yang berbeda.

Pada akhir periode Palaeolitic, 12.000 -15.000 tahun yang lalu, ada perubahan lingkungan dan corak hubungan. Pada “daerah bulan sabit subur” sekitar sungai Tigris dan sungai Efrat (daerah ini sekarang terletak di Turki, Siria, Iran, Irak, Yordania dan Israel) ada bukti  pemukiman dan penyimpanan biji–bijian, tetapi hanya biji-bijian liar.  Dari sekitar tahun 8.500 SM, biji-bijian liar ini berkembang, dan orang bermigrasi karena biji-bijian tersebut, karena binatang buruan, tinggal di sekitar benih yang berlimpah. Situs ini berisi bukti-bukti binatang domestik pertama, yakni anjing.

Saat itu, orang mulai memelihara biji-bijian liar, baik dengan menanam benih, yang tersebar secara tak sengaja, dan membiarkannya tumbuh atau, semakin berkembang, dengan menanam secara sengaja. Kegiatan ini menuntun pada modifikasi tanaman. Biji-bijian akan mudah tersemai jika benih terburai, tapi biji yang berbonggol besar cenderung biasanya berakar kuat. Domestikasi ini mempermudah pengumpulan tapi penyebarannya tergantung pada manusia

Hewan pun telah mulai mengalami perubahan. Daging yang harus ditangkap setiap hari, maupun hasil dari perburuan besar, mendatangkan masalah baru, yakni penyimpanan. Jika penjagalan dilakukan jauh dari pemukiman, masalahnya adalah bagaimana membawa (bangkai) hewan ini pulang. Jauh lebih mudah untuk membawa hewan tersebut pulang dalam keadaan hidup-hidup, mengurung dan memberinya makan dari pakan ternak yang tersedia.

Domestifikasi mungkin terjadi karena binatang yang gugup dan agresif harus dibunuh dan dimakan, sementara hewan yang jinak bertahan lama dan berkembang biak, menunjukan pola kapasitas seleksi. Perbedaan warna dan pertumbuhan rambut binatang mungkin disebabkan oleh ketergantungan yang besar pada perlindungan manusia predator. Binatang ini hanya dipakai dagingnya dan produk kulitnya saja.

Pemeliharaan tanaman dan binatang mencukupi persediaan makanan, bahkan surplus untuk disimpan. Pengasahan permukaan batuan jaman Neolitic bersamaan dengan penggilingan biji-bijian untuk konsumsi. Perbedaan bentuk tulang–yang berhubungan dengan penggilingan besar–ditemukan pada tulang lelaki dan perempuan di dekat daerah timur, tapi penggilingan benih terbuat dari batu–yang berhubungan dengan tulang perempuan–ditemukan di makam perempuan di  Eropa, tempat teknologi berkembang.

Hasil panen makanan sekunder adalah tumbuhan polong-polongan, buah-buahan, kacang-kacangan, dan perempuan secara kolektif mengurus hasil panen dengan pertanian hortikultur.

Pemukiman tidak hanya memungkinkan untuk menyimpan makanan, namun juga mampu mengatasi keterbatasaan kapasitas pemburu-pengumpul. Pemukiman memungkinkan untuk mengakumulasi barang lain dan menghasilkan banyak anak. Tapi pemukiman juga menimbulkan masalah sanitasi, kuman, dan epidemic penyakit (kolera, tipoid,wabah pes, dipteri, dan lain sebagainya). Anak–anak lebih rentan penyakit sehingga lebih banyak tekanan terhadap anak.

Walaupun pemukiman telah merubah sistem produksi dan akumulasi, organisasi sosial masih tetap berdasarkan struktur klan matrilineal, yang diatur dalam masyarakat. Juga ada ketergantungan pada iklim dan kebutuhan untuk memelihara binatang serta menjaganya dari predator. Kelompok klan dalam rumah panjang (longhouses) ini, atau kelompok yang menetap matrilocal,  membentuk inti kerjasama yang memungkinkan kelompok tersebut bertahan hidup.

Menyebarnya pemukiman mulai dari daerah “sabit subur” sampai Eropa dimulai disekitar 6.000 SM, bersamaan dengan teknologi yang berkembang cepat.  Pemukiman  meluas dan meningkat dengan pesat.

Dengan biji-bijian yang melimpah, tersedia serat baru seperti rami. Anyaman tenun yang sederhana, yang digunakan perempuan untuk ambin dan ikat pinggang, sekitar tahun 6.000 SM sampai berkembangnya 2 perkakas tenun yang berbeda, sampai tenunan pakaian. Pada wilayah panas yang curah hujannya sedikit, tenunan dasar horizontal, yang dianyam di luar, muncul pertama kali di Irak dan dari situ menyebar ke daerah tenggara, di daerah yang beriklim lebih dingin. Tenunan vertikal ditambahkan pada kasok dan ditenun di dalam rumah, menyebar di Barat .

Tak ada bukti pembagian kerja berdasarkan jender dalam kerja menenun, selain simbol artistik. Sepertinya perempuan yang menjadi penenun, tapi dari stuktur perkakas tenun, tergambar saat proses konsumsi menyiapkan serat dan perkakas tenun merupakan satu proses kolekif lintas jender.

Sekitar 6000 SM tembikar juga berkembang di sekitar Timur dan menyebar ke Eropa tenggara. Sekali lagi, tak ada bukti pembagian kerja berdasar jender dalam pembuatan tembikar, kecuali dalam mendekorasi, tapi kemungkinan itu kerja yang dilakukan perempuan karena pembuatan bejana berhubungan dengan kerja yang dilakukan perempuan dalam produksi dan penyimpanan makanan.

Tugas kaum lelaki pun mulai berubah. Perburuan berlanjut karena jumlah hewan piaraan masih terbatas, tetapi persediaan makanan terjamin oleh pertanian hortikultur dan pemeliharaan hewan. Berdasarkan perbandingan kontemporer, pemeliharaan hewan ini lebih sering dilakukan oleh perempuan.

Memancing dan pembersihan lahan untuk menanam menjadi hal yang lazim, bersamaan dengan perdagangan produk perhiasan seperti kerang tapi, yang lebih penting lagi, adalah produk yang jarang seperti pisau (obisidian) yang lebih tajam, yang terbuat dari batu api, dan sangat diperlukan untuk memanen hasil. Perkembangan teknologi kerajinan seperti tenun dan tembikar mengarah pada produksi komoditi kecil dan pertukaran. Jaringan pertukaran ini berkembang bersamaan dengan penanaman biji–bijian domestik dan inovasi teknologi. Pertahanan bukan aktivitas yang signifikan karena jumlah populasi yang sedikit serta tak ada perbedaan kemakmuran yang besar sehingga perang bukanlah permasalahan yang signifikan.

Perkembangan produk dari hewan yang kedua muncul dari Mesopotamia sekitar tahun 4000 SM. Daripada hanya menggunakan daging dan kulit domba, kambing dan lembu, memproses susu dan wol serta menggunakan kekuatan otot binatang memperbanyak variasi makanan. Wol untuk tenun berkembang. Wol lebih hangat dan lebih kuat dari linen, serta mudah untuk diwarnai.  Perkembangan sekawanan hewan mencerminkan ciri perpaduan perkembangan pertanian.

Bahkan yang lebih signifikan adalah bahwa pemeliharaan hewan menandai organisasi sosial pertanian. Menggantikan kolektif holtikultur, rangka hewan besar dimanfaatkan untuk menggali lebih dalam dan produksi panen yang lebih baik. Rangka hewan lebih efektif untuk mengirim bijian dan, dengan penemuan roda, memungkinkan transportasi lebih banyak produk.

Pertanian bajak, dengan kerja individu manusia secara terisolir atau hanya dengan beberapa asisten/pembantu, menggantikan aktivitas kolektif pertanian perempuan sebagai sumber utama makanan, dan tugas perempuan secara bertahahap berpindah di dalam komponen desa atau pemukiman. Pergantian ini merupakan pusat subordiasi perempuan

***

VI

Engels berpendapat bahwa sumber penindasan perempuan adalah dikeluarkannya perempuan dari produksi sosial dan beralihnya tugas-tugas rumahtangga menjadi urusan pribadi. Kedua hal tersebut merupakan akibat dari perpindahan pemilikan komunal ke pemilikan pribadi laki-laki yang merupakan sumber produksi. Hal tersebut diperkirakan Engels terjadi secara berbarengan dengan munculnya pemeliharaan dan pembiakan hewan, yang menciptakan kekayaan sosial baru. Secara otomatis kekayaan ini dimiliki oleh laki-laki anggota klan tersebut.

Engels mendasarkan penjelasan ini pada dua dasar pemikiran yang keliru. Menurutnya, kegiatan penggembalaan muncul sebelum adanya pertanian, dan bahwa laki-laki lah yang menjadi pemberi nafkah secara  alamiah: Mencari nafkah adalah menjadi urusan kaum laki-laki; oleh karenanya dia menciptakan dan memiliki fungsi produksi. Binatang ternak adalah fungsi baru pemenuhan kebutuhan hidup, awal mula dari domestifikasi, tujuan dari kerja-kerja mereka. (Engles, 1970 hal. 319).

Mengenai dasar pemikiran yang keliru tersebut, Engels berspekulasi bahwa laki-laki memiliki binatang (seperti lembu) dan komoditi yang mulai dipertukarkan. Namun demikian, Engels masih belum bisa menjelaskan bagaimana peternakan yang semula dimiliki secara komunal oleh klan atau suku berubah menjadi milik individu laki-laki yang menjadi kepala rumah tangga.

Dalam hal ini, pemilikan mempunyai arti yang khusus: barang-barang yang memiliki nilai produksi potensial merupakan hak milik. Itu berarti bahwa pertanian dan peternakan, seperti yang mereka kembangkan, adalah sumber-sumber produksi yang dimiliki secara komunal. Orang memiliki secara individu (seperti barang-barang dan peralatan), misalnya pemilikan tanah pekuburan yang tampak selama periode Neolithikum. Akan tetapi, pemilikan pribadi seperti itu tidaklah penting karena mereka semua memilikinya secara merata. Ketika Engels menyatakan hak milik, dia memetakan perkembangan sumber daya yang dipergunakan dalam produksi dan reproduksi sehari-hari, serta bagaimana sumber daya produksi ini dimiliki.

Bukti-bukti menunjukkan bahwa domestifikasi binatang dan pemeliharaan ternak yang luas tidak hadir lebih dulu dari perkembangan pertanian. Senyatanya, hal itu terjadi belakangan. Tak ada isolasi perempuan dari produksi-produksi pokok, bahkan seperti dalam kelompok masyarakat pemburu pun, perempuan lah yang menyediakan nafkah sehari-hari: pertanian dan pemeliharaan hewan merupakan tugas utama perempuan. Manakala persedian mulai menipis, perempuan lah yang berkewajiban mencukupinya.

Jadi, anggapan Engels tentang peranan laki-laki sebagai pemberi nafkah adalah sejarah yang keliru, mencerminkan bias jender pada periode tersebut.

Pemukiman matrilineal pada jaman Neolithikum pada dasarnya hanya memproduksi kebutuhan mereka sehari-hari. Demikian juga dengan peternakan hewan yang hanya diambil daging dan kulitnya, untuk konsumsi mereka sendiri, dan bukan sebagai komoditi. Semenjak pertukaran barang terjadi antara pemukiman pertanian, pertukaran yang luas tidak akan terjadi sampai teknik-teknik pertanian menyebar pada daerah-daerah yang kekurangan produk yang dibutuhkan untuk membuat peralatan pertanian (kayu, batu-batuan, silica dan, yang terakhir, tembaga), atau daerah dimana keahlian atau produk alamiahnya kurang seperti tanah liat yang diperlukan bagi perkembangan spesialisasi kerja kerajinan yang terjadi belakangan (seperti tembikar, tenun, bengkel dan lain lain).

Meski demikian, penjelasan yang menempatkan penyebab utama munculnya pemilikan pribadi adalah tumbuhnya pertukaran komoditi, seperti yang ditulis Reed dalam Women’s Evolution, tidak lah menjawab sebuah pertanyaan mendasar: bagaimanakah individu laki-laki menjadi pemilik dari barang-barang yang dipertukarkan atau alat produksi yang dihasilkan oleh mereka?

Jawaban Engels, adalah: “mencari nafkah selalu menjadi urusan laki-laki”; atau  jawaban Reed: bahwa lembu adalah sebagai simbol baru kekayaan dan komoditi, mulai dibarterkan dengan istri-istri sebagai ongkos perkawinan dan ongkos pengasuhan anak; peralihan dari pemilikan komunal ke pemilikan pribadi oleh laki-laki, menimbulkan pertanyaan. Tak ada penjelasan dari kaum materialis mengapa praktik-praktik sosial diletakan pada tempat pertama, juga mengapa mereka berubah pada waktu tertentu.

Reed, secara khusus, memisahkan munculnya pemilikan pribadi dari beberapa perubahan dalam karakter tenaga produktif. Dia gagal menjelaskan bagaimana ongkos perkawinan menjadi ada atau mengapa telah terjadi pemisahan dari matrilokalitas menuju patrilokalitas, sebuah syarat peralihan yang diperlukan jika kita menganggap biaya perkawinan atau pengasuhan anak yang, layaknya, pembayaran atas kerja, harus dikeluarkan.

Pendapat Reed, bahwa munculnya pemilikan pribadi terhadap alat produksi–dimana berarti sebuah perubahan fundamental dalam basis ekonomi masyarakat dan dalam hubungan produksi–adalah sebuah hasil dari perubahan dalam institusi suprastruktur perkawinan, bertentangan dengan hukum pokok dari materialisme historis yang menyatakan bahwa hubungan produksi (bentuk pemilikan) terkait dengan tingkat perkembangan dan karakter tenaga produktif, oleh karenanya, hal itu, pada awalnya, mengarah pada mekanisme perubahan.

 Pentingnya Pertanian Bajak 

Walau dasar pemikiran Reed dan Engels keliru, bukti-bukti arkeologi dan anthropologi modern mendukung penjelasan kaum Marxis bahwa kemunculan pemilikan pribadi meyebabkan penindasan terhadap kaum perempuan.

Perubahan kualitatif dalam karakter tenaga produktif terjadi pada peralihan dari pertanian kolektif–yang dikontrol oleh perempuan–pada pertanian secara individual–yang dikontrol oleh laki-laki. Laki-laki, untuk pertama kalinya, menjadi petani ketika masa peralihan ke pertanian bajak. Bagaimana peralihan tersebut berpengaruh pada hubungan produksi, terutama dalam terminologi jender?

Pertanian bajak pada awalnya memerlukan kekuatan fisik yang lebih besar, termasuk pemanfaatan binatang tak hanya kambing dan biri-biri, melainkan binatang yang lebih besar seperti lembu, dan menjadi bergantung pada bajak dengan mata bajak yang terbuat dari tembaga (bukan besi yang lebih kuat, yang berkembang kemudian). Pertanian bajak juga merupakan pekerjaan yang terisolasi dibandingkan dengan pertanian yang dilakukan perempuan. Di samping itu, pertanian bajak juga tidak mudah dikerjakan sambil mengasuh anak. Berbarengan dengan peralihan dalam pemeliharaan binatang untuk diambil daging dan kulitnya, yang dimanfaatkan sebagai sumber tambahan produk susu, wool dan kekuatan penarik untuk membajak, memanen dan transportasi, perkembangan bajak kemudian mengalihkan perempuan dari peranan dalam produksi sumber-sumber pokok pangan.

Pertanian bajak dan perkembangan teknologi terpadu menyebar mulai dari Mesopotamia, pada 4.500 SM, sampai ke Eropa, pada periode pada 500 tahun. Dengan pertanian bajak, awal mulanya tanah menjadi sumber kekayaan pribadi. Juga pemrosesan produk-produk susu tambahan dan perkembangan wool untuk pakaian, artinya bahwa pemeliharaan peternakan besar juga tersebar secara cepat.

Pertanian campuran (sistem tumpang sari) mempunyai cabang-cabang dan keragaman fungsi. Bajak mutlak harus diproduksi, binatang dilatih, pengaturan regulasi susu, dihasilkannya produk-produk lain dari susu seperti yoghurt dan keju, kulit domba untuk bahan wool, pemberian makanan pada ternak, menggembalakan dan memberi minum, wool dipintal dan ditenun menjadi benang dan kain. Perubahan pembagian kerja menjadi penting, semua anggota masyarakat (contohnya, laki-laki, sebaliknya juga perempuan) diperlukan dalam rangka memenuhi perkembangan bagian-bagian kerja.

Redaksi Lao-Lao
Teori pilihan dan editorial redaksi Lao-Lao

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kirim Donasi

Terbaru

Rekonstruksi Identitas Orang Papua Melalui Perubahan Nama Tempat

Irian berubah menjadi Irian. Masyarakat Papua atau orang-orang yang...

Rosa Moiwend dan Kesalahan Teori Patriarki

Rosa Moiwend, salah satu kamerad kita di Papua menulis di media Lao-Lao Papua pada 9 Juni 2023, bahwa gerakan...

Ekofeminisme dan Hubungan Antara Perempuan dengan Hutan Sagu

Sebuah pandangan mengenai hubungan antara perempuan dengan hutan sagu di Kampung Yoboi, Sentani dan bagaimana mengujinya dengan perspektif ekofeminisme. Sagu...

Ancaman Pembangunan Terhadap Lahan Berkebun Mama Mee di Kota Jayapura

"Ini kodo tai koo teakeitipeko iniyaka yokaido nota tenaipigai, tekoda maiya beu, nota tinimaipigai kodokoyoka, tai kodo to nekeitai...

Memahami Perempuan (Papua) dari Tiga Buku Nawal El Saadawi

Sebuah ringkasan secara umum Pengantar Isu feminisme di Papua pada umumnya masih banyak menuai pro dan kontra. Itu bisa kita temukan...

Rubrikasi

Konten TerkaitRELATED
Rekomendasi Bacaan