Ditulis oleh Vashti Kenway pada 12 April 2014
Gaza membara sekali lagi. Sebuah populasi yang sudah hancur sekarang digoncang oleh serangan Israel lainnya. Di Tepi Barat yang diduduki, rumah-rumah rakyat Palestina digrebek dan dalam beberapa kasus dihancurkan, anak-anak muda hilang dan aktivis politik dipenjarakan dalam jumlah yang sangat besar.
Kekuatan penuh dari salah satu kekuatan militer terbesar dunia sedang mencengkram rakyat Palestina. Organisasi rakyat Palestina menanggapinya dengan apapun yang bisa mereka pergunakan: demonstrasi jalanan, batu, roket, kemarahan, air mata.
Di Barat, para jurnalis dan komentator menggeleng-gelengkan kepala mereka dan menangisi “lingkaran kekerasan” ini. Komentar semacam itu menyiratkan kekuatan proposional yang dihadapkan satu sama lainnya. Itu jauh sekali dari kenyataan. Israel adalah kekuatan nuklir agresif, sebuah Negara apartheid yang didukung hingga akhir oleh kekuatan imperialis yang paling kuat di dunia, Amerika Serikat.
Proyek kolonialisasinya dimulai pada awal abad ke 20 dan dimotivasi oleh dominasi kekuatan, kontrol dan imperial. Rakyat Palestina adalah populasi yang ditindas, dijajah. Rakyat Palestina tidak memiliki Negara sendiri dan tidak ada kekuatan militer yang serius. Ekonomi mereka secara sistematis dihancurkan selama berdekade blokade dan pemboman.
Rasisme dan Pembersian Etnis
Negara Israel didirikan atas dasar terror. Dalam salah satu insiden berdarah tahun 1948, 300 rakyat Palestina dibunuh di desa Deir Yassin oleh Irgun, salah satu dari sejumlah banyak milisi teroris.
Fahimi Zeidan, yang berumur 12 tahun pada waktu itu, mengatakan: “Mereka memerintahkan semua keluarga saya untuk berbaris menghadap tembok dan mereka mulai menembaki kami. Saya tertembak disamping, namun kebanyakan dari kami yang anak-anak selamat karena kami disembunyikan dibelakang orang tua kami. Peluru mengenai saudara perempuan saya Kadri (4 tahun) di kepala, saudara perempuan saya Sameh (8) di pipi, saudara laki-laki saya Mohammed (7) di dada. Namun yang lainnya yang bersama kami menghadap tembok terbunuh: ayah saya, ibu saya, kakek saya dan nenek saya, paman dan bibi saya dan beberapa anak mereka”.
Ratusan ribu rakyat Palestina lainnya dipaksa diusir dari rumah-rumah dan tanah mereka. Jurnalis John Pilger menggambarkan situasi setelah itu sebagai “proyek genosida yang perlahan merangkak“. Tujuan genosida ini dibangun kedalam pondasi Israel dan sekarang merupakan bagian dari DNA-nya.
Israel adalah Negara yang rasis secara fundamental. Israel adalah Negara yang mewujudkan satu identitas keagamaan tertentu sabagai pusat untuk warga Negara. Banyak pemimpin politik utama Israel merupakan peserta langsung dalam tindakan terror terhadap rakyat Palestina. Menachem Begin, perdana menteri dari 1977 hingga 1983,merupakan anggota utama dari Irgun. Dia dan menteri pertahanannya Ariel Sharon memimpin invasi 1982 terhadap Lebanon dan pembantaian di kamp pengungsi Sabra dan Shatilla. Sharon adalah perdana menteri dari tahun 2004-2005. Hari ini pemimpin-pemimpin Zionis utama terus tradisi yang memuakan tersebut.
Dalam wawancara dengan Jerusalem Post pada tahun 2004, Arnon Soffer, kepala National Defence College militer, memberikan komentar mengenai pengepungan Gaza: “ketika 2,5 juta orang hidup Gaza yang ditutup, itu akan menjadi bencana manusia. Orang-orang itu akan menjadi binatang yang lebih berbahaya ketimbang hari ini… Itu akan menjadi perang yang buruk. Jadi jika kita ingin tetap hidup, kita harus membunuh dan membunuh dan membunuh. Sepanjang hari, setiap hari … jika kita tidak membunuh, kita akan tidak ada lagi”.
Rakyat Palestina yang terus bertahan memunculkan ancaman eksistensial kepada Israel sebagai “Negara Yahudi“. Jika populasi rakyat Palestina terus tumbuh, hal itu akan mewakili ancaman demografik terhadap mayoritas Yahudi. Ini adalah logika dibalik genosida.
Ekspansionisme Agresif
Tidak pernah puas dengan perbatasan yang dibuat saat rencana partisi pertama. Israel secara rutin terlibat dalam tindakan ofensif terbuka untuk mendapatkan teritori yang lebih. Pada tahun 1967 Israel berperang dengan Mesir, Yordania dan Syria untuk mendapatkan control atas Gaza, Semenanjung Sinai dan Dataran Tinggi Golan.
“Ekspansi pemukiman”, istilah diperhalus yang terkenal, adalah metode saat ini dimana Negara Israel menentukan teritori Palestina di Tepi Barat. Sering kali, penjajah Israel memasukan rumah-rumah, suburban, tanah atau desa-desa Palestina kedalam teritori mereka, dan melancarkan penaklukan dengan kekuatan. Puluhan ribu rakyat Palestina dibuat menjadi tuna wisma akibat proses ini.
Dalam upaya kolonialisasi terbaru. Rakyat Palestina melaporkan bahwa mereka dibangunkan ditengah malam dan diberitahu bahwa mereka memiliki waktu satu jam untuk mengumpulkan semua harta bendanya yang paling berharga sebelum mereka diusir dengan paksa. Foto-foto menunjukan mereka duduk di aspal, dibelakang garis tentara Israel, melihat seiring rumah mereka dibuldoser hingga rata dengan tanah. Untuk menggarami luka, Knesset (parlemen) Israel mengesahkan undang-undang di tahun 2012 yang memandatkan bahwa orang Palestina yang rumahnya dibuldoser harus membayar biaya buldoser tersebut.
Pada bulan Juni, proses ini meningkat dengan cepat. Kementrian Konstruksi dan Perumahan Israel mengeluarkan tender untuk hamper 1.500 unit perumahan di Tepi Barat, 560 diantaranya di Jerusalem timur, ibu koto simbolik Palestina.
Teritori Palestina juga saling silang dengan jalanan khusus orang Israel dan pos pemeriksaan (checkpoint) militer. Pos pemeriksaan ini didesain untuk mempermalukan rakyat Palestina saat aktivitas sehari-harinya. Orang Palestina manapun boleh diberhentikan, digeledah dan ditahan tanpa jangka waktu yang jelas. Perjalanan ke sekolah atau bekerja adalah rutinitas sehari-hari yang bisa memakan waktu berjam-jam.
Hal tersebut memiliki fungsi ganda: untuk menunjukan kepada rakyat Palestina bahwa mereka tidak memiliki kendali nyata atas kehidupan mereka, dan untuk membuat kontrol rakyat Palestina atas sebidang tanah apapun menjadi tidak mungkin.
Rakyat Palestina yang tinggal didalam perbatasan Israel yang dibuat pada tahun 1948 diperlakukan sebagai warga Negara kelas dua. Sekolah mereka kekurangan dana, mereka diganggu di jalanan karena berbicara bahasa Arab, dan mereka terus menerus ditolak hak yang sama seperti orang Yahudi. Beberapa desa Palestina bahkan tidak muncul didalam peta Israel – pemerintah menyatakan bahwa desa tersebut tidak ada, dan oleh karena itu tidak terhubung dengan listrik atau bisa mendapatkan suplai air.
Perang Israel di Dunia
Israel didirikan sebagai Negara pemukiman colonial di salah satu daerah paling penting secara strategis didunia. Timur Tengah memiliki cadangan minyak bumi yang sangat besar. Kontrol terhadap sumber daya tersebut telah lama merupakan hal yang vital bagi sistem kapitalis.
Kekuatan imperial dan colonial besar hari ini memiliki hasrat entah untuk secara langsung mengontrol negeri-negeri didaerah tersebut atau untuk mengatur mereka sebagai kaki tangan. Israel melindungi kepentingan ekonomi dan politik AS di daerah tersebut. Dia bertindak secara agresif terhadap gerakan nasional Arab ketika mereka mengancam kepentingan Imprialis AS. Koran Israel, Haaretz pada tahun 1951 menggambarkan hal itu dengan sempurna:
“Israel akan menjadi anjing penjaga. Tidak ada keraguan bahwa Israel akan melancarkan kebijakan agresif apapun terhadap Negara-negara Arab ketika mereka secara eksplisit bertentangan dengan keinginan AS dan Inggris. Namun jika untuk alasan apapun kekuatan Barat harus kadang kala menutup matanya, Israel dapat diandalkan untuk menghukum satu atau beberapa Negara tetangga mereka yang ketidaksopanannya kepada Barat melampaui batasan-batasan yang diijinkan”.
Israel melakukan hal-hal yang AS merasa tidak dapat melakukannya tanpa resiko – seperti menjual persenjataan kepada Afrika Selatan apartheid di tahun 1970an dan 1980an, atau menggunakan Mossad (dinas rahasia Israel) untuk membunuh tokoh politik radikal di daerah tersebut.
Dalam rangka mempertahankan kekuatan berlebihan dari Israel, AS menyediakan dukungan politik dan keuangan. Israel adalah penerima bantuan militer dan ekonomi AS terbesar. Setiap tahun, AS menyerahkan sekitar 3 miliar USD. Ini adalah kebijakan bipartisan. Dukungan politik diberikan hingga memblok hamper setiap kritik yang dilancarkan terhadap Israel di PBB. Klas berkuasa di Australia juga merupakan salah satu pendukung teguh dari Israel.
Israel bukan satu-satunya Negara didaerah tersebut yang mendapatkan dukungan besar dari AS. Mesir dan Arab Saudi juga merupakan penerima terbensar dari bantuan militer dan ekonomi. Namun beberapa faktor membuat Israel unik. Israel adalah sekutu yang lebih stabil ketimbang Negara-negara Arab. Karena dia merupakan Negara pemukim kolonial, penduduk Yahudinya berkomitmen pada proyek Zionis. Banyak sekali dari mereka mendukung kebijakan Israel terhadap rakyat Palestina. Mereka melihat dirinya sendiri sebagai sebuah pulau peradaban ditengah keterbelakangan Arab.
Banyak juga mendapatkan keuntungan secara material dari penjarahan Israel atas air, tanah dan panen Palestina. Rumah-rumah dan pemukiman Israel dikelilingi oleh taman-taman indah, hijau, subur. Kota-kota Palestina sering memiliki saluran air terbuka di jalan-jalan mereka dan mendapatkan kurang dari 100 liter air perorang perhari.
Negara-negara Arab disisi yang lain berkuasa atas populasi yang sering sekali bermusuhan dan tidak puas. Mereka rawan menghadapi pemberontakan internal, seperti revolusi yang terjadi disepanjang Timur Tengah dan Afrika Utara saat Arab Spring. Banyak klas buruh Arab menentang hubungan dengan AS dan Israel, dan juga kebijakan domestic represif dari rejim mereka sendiri.
Sangat sulit membayangkan ada semacam gelombang revolusioner terjadi di Israel seperti yang terjadi di Tunisia dan Mesir. Ini membuat Israel sangat berharga untuk AS.
Melawan Netralitas
Merskipun mistifikasi sengaja terhadap konflik Israel-Palestina oleh media kapitalis, terdapat penindas dan yang ditindas, agresor dan korban agresi, penjajah dan mereka yang dijajah. Seperti tokoh anti apartheid Afrika Selatan, Desmond Tutu katakana : “Jika kau bersikap netral dalam situasi ketidakadilan, kau telah memilih mendukung para penindas. Jika seekor gajah menginjak buntut tikus dan kau berkata kau netral, si tikus tidak akan menghargai netralitasmu“.
Kaum kiri harus berdiri dengan tegas dengan rakyat Palestina dan melawan penindasan Israel.
Catatan: tulisan Vasthi Kenway ini awalnya dimuat di redglag.org.au pada 12 April 2014. Diterjemahkan oleh Ignatius Mahenrdra Kusumawardana dan dimuat di arahjuang.com pada 14 Juli 2014. Dimuat lagi disini untuk tujuan pendidikan dan propaganda.