Analisa Harian Victor Yeimo, PRP, dan apa yang harus kita lakukan?

Victor Yeimo, PRP, dan apa yang harus kita lakukan?

-

Ada beberapa pertanyaan yang saya temukan di beberapa tempat saat tengah diskusi, dengan rasa gerah atas situasi belakangan ini. Beberapa kawan melontarkan beberapa pertanyaan. Semua pertanyaan yang saya temukan hampir mirip, pertanyanya begini: Otsus sudah disahkan oleh Jakarta, untuk apa Petisi Rakyat Papua (PRP) masih menolak Otsus? Apakah otsus sudah dilanjutkan jadi PRP dibubarkan dan masing-masing gerakan jalan sendiri-sendiri? Apa makna dan peran PRP bagi perjuangan pembebasan nasional? Apa capaian dan sumbangsih PRP bagi perjuangan? Bagaimana massa depan PRP kedepan? Apakah kita akan membiarkan Victor Yeimo membusuk dalam penjara?

Di dalam ruang yang cukup terbatas ini saya akan menjawab pertanyaan kawan-kawan yang terlanjut gerah dengan situasi ini. Untuk menjawab pertanyaan kawan-kawan, saya awali dengan satu ‘pernyataan’ lepas dari salah satu adama (orang tua dalam bahasa Mee) yang berusia 70an tahun, yang sempat saya jumpa kemarin di ruang kerja kantornya. Beliau benar-benar mengamati proses perjuangan pembebasan nasional (Papua Merdeka) yang dipelopori oleh generasi muda hari ini.

Adama de bilang begini; “anak-anak muda, saat ini PRP dan Victor Yeimo itu seperti satu pedang bermata dua yang harus kam jaga, dan kasih tajam (asah) dia terus. Di satu waktu, pedang itu de siap hantam musuh rakyat sampe Mati! Kalau kalian anak-anak muda tidak jaga pedang itu dengan naik, dan biarkan barang tu de bakarat nanti de tra berfungsi, maka kalian akan berpikir keras bertahun-tahun lagi untuk buat pedang baru, ulang cari alat untuk ganti yang baru”. Begitu katanya, sambil tarik nafas dengan panjang. “Kalian anak-anak muda, jangan mewarisi cara berpikir paitua-paitua yang su lanjut usia di gerakan, saling mengakui, memperdebatkan ide dengan benar, petahankan ego tapi bukan napsu (subjektif), mempertahankan kam pu ego harus bertolak yang dari realitas (objektif) dan kebenaran ilmu pengetahuan itu penting untuk kemajuan perjuangan”. Kalimat ini, membuat saya juga harus berpikir keras.

Mungkin banyak orang melihat ini hanya kalimat kosong yang keluar begitu saja, atau mob (cerita lucu, untuk menghibur orang banyak; yang mati merdeka) atau ceramah para orator ulung di atas mimbar-mimbar gereja tanpa bertolak dari realitas penindasan yang di depan mata. Namun kebalikan dari pada itu, apa yang disampaikan adama, tentu bertolak dari adanya peristiwa panjang tentang sejarah gerakan rakyat Papua dan kepemimpinan dari masa ke masa yang dibunuh oleh musuh sejati rakyat Papua, pemerintah kolonial Indonesia di Papua.

Dari peryataan itu, kita melihat kembali rentetan cerita sejarah panjang tentang dibunuhnya pemimpin bangsa, pejuang pembebasan nasional Papua: Tomas Wanggai dengan ide-idenya tentang Melanesia Barat, mati diracun oleh Negara; Arnold. C. Ap, sosok pemersatu rakyat Papua melalui musik-musik kerakyatan bersama grup musiknya (Mambesak), dibunuh dengan timah panas, dan dibunuhnya pemimpin karismatik Dortheys Hiyo Eloway dari Presidium Dewan Papua (PDP). Hingga tumpukan sejarah kepemimpinan serta kepeloporan gerakan perjuangan yang baku sapu akibat dari infiltrasi oleh musuh dalam tubuh gerakan maupun pejuang pembebasan nasional.

Tentu saja pemerintah kolonial Indonesia tahu betul bagaimana menghadapi gerakan perlawanan rakyat di Papua, dengan pengalaman ratusan tahun saat Hindia-Belanda (Indonesia) yang dijajah oleh pemerintah kolonial Belanda. Dengan pengalaman yang kaya, mudah bagi pemerintah kolonial Indonesia untuk mengatasi gerakan perlawanan rakyat di Papua, meredam gerakan perlawanan, menjinakan gerakan, menangkap aktivis, mengkriminalisasi aktivis dan gerakan serta membunuh para pemimpin rakyat Papua dan juga membuat rakayat Papua terpecah belah tunduk dibawah penindasan dan penghisapan tanpa perlawanan.

PRP sudah berusia satu tahun lebih semenjak dideklarasikan pada 4 Juli 2020. Sejauh PRP dibentuk hingga hari ini, konsolidasi-konsolidasi gerakan perlawanan dan rakyat Papua, kampanye penolakan Otsus Jilid II melalui diskusi webinar, jumpa pers serta bermacam rangkaian aktifitas politik dan organisasi dilakukan terus menerus tanpa henti. Konsolidasi gerakan hari ini adalah yang terbesar dalam sejarah perjuangan rakyat Papua, ada 109 organisasi yang tergabung, 714.066 tandatangan petisi penolakan otsus oleh rakyat Papua dilengkapi dengan cap jempol. Tentu hal ini merupakan cerminan dari ketidakpercayaan rakyat Papua terhadap Jakarta.

Lahirnya PRP tidak terlepas dari rencana awal dilanjutkanya Otonomi Khusus No. 21 Tahun 2001 yang telah dibahas oleh Jakarta sejak tahun lalu. Hingga disahkan secara sepihak pada tanggal 15 Juli 2021. Semangat awal dibentuknya PRP tidak hanya sampai menolak keberlanjutan Otsus. Namun jauh lebih penting daripada itu adalah mengkonsolidasikan gerakan perlawanan di seluruh Papua serta pengorganisiran kekuatan rakyat Papua sebagai pengerak Revolusi di bawah panji Persatuan Nasional.

Selain itu, semangat awal dibentuknya PRP guna memecahkan dua situasi, baik situasi objektif maupun subjektif gerakan perjuangan. Di satu sisi, rakyat Papua diperhadapkan dengan musuh sejati rakyat Papua yaitu pemerintah kolonial Indonesia mau pun tuannya yakni negara-negara Imperialis yang telah lama menjadi beban bagi kemajuan rakyat Papua. Di sisi yang lain, gerakan perjuangan pembebasan nasional diperhadapkan dengan persoalan organisasional di antara elit poitik (kelompok tua: ULMWP dan OPM) yang keras kepala itu, yang tidak saling menerima, tidak demokratis, tertutup, gila jabatan, gila hormat dan saling serang antar satu dan lainya adalah watak dari kelompok tua yang tak kunjung selesai. Di tengah situasi itu lah PRP hadir sebagai alternatif (jalan tengah) untuk keluar dari petarungan elit politik dan mengonsolidasikan semua komponen gerakan dan rakyat Papua dalam wadah persatuan yang demokratik.
Kekuatiran negara terhadap gerakan rakyat Papua dibawah PRP dibuktikan dengan penangkapan Victor Yeimo, yang diawali dengan operasi senyap (pemutusan internet selama satu bulan) di Jayapura, pembongkaran Asrama Universitas Cendrawasih unit I sampai unit VI yang merupakan basis gerakan KNPB. Dalil penangkapan Victor Yeimo karena mengerakan aksi massa anti-rasis 2019, dua tahun lalu, sesungguhnya hanya alasan konyol yang digunakan oleh kepolisian kolonial di Papua untuk mengkriminalisasi Victor Yeimo dan membungkam ruang demokrasi dan gerakan perlawanan rakyat Papua, terutama Petisi Rakyat Papua yang telah, sedang dan masih eksis melakukan kampanye penolakan Otsus Jilid II di seluruh tanah air tercinta Papua.

Victor Yeimo sadar akan status DPO yang disandangnya. Namun dengan tekad yang kuat dia memberanikan diri kembali ke tanah air untuk memilih berada bersama rakyat. Hidup dan mati bersama rakyat. Apapun konsekuensinya siap dia tanggung. Victor Yeimo bukan lagi milik suku Mee, atau milik KPNB, atau bahkan PRP namun Victor milik rakyat dan bangsa Papua. Dia cerminan dari semua rakyat tertindas di dunia yang mengiginkan perubahan yang lebih baik.

Hari ini Victor Yeimo berdiri sebagai Juru bicara PRP merupakan sosok pemersatu gerakan rakyat Papua yang mampu berdiri sebagai pemimpin bangsa yang tak ada tandingya. Kualitas Victor Yeimo dalam memahami teori dan Praktek perjuangan pembebasan nasional, keterbukaan dia kepada siapapun tanpa memandang latar belakang identitas, serta kesangupan dia sebagai pejuang dalam pengabdiannya terhadap perjuangan pembebasan nasional atas dasar kecintaannya terhadap tanah air dan rakyat Papua yang telah teruji. Dari sini kita akan sepakat bersama bahwa rakyat Papua punya Victor sebagai sosok pemimpin bangsa dan PRP sebagai alat perjuangan harus dirawat dan didorong secara bersama.

PRP harus dipertahankan dan didorong sebagai wadah konsolidasi rakyat Papua. PRP adalah wadah dan cerminan dari rakyat yang berpartisipasi secara politik. PRP adalah wadah yang harus berfungsi sebagai mediator antara rakyat, organisasi-organisasi perjuangan dan tokoh-tokoh perjuangan Papua. PRP adalah embrio dari Dewan Rakyat Papua. Dewan Rakyat adalah bentuk negara yang lahir dari proses panjang perjuangan yang melibatkan rakyat secara berkelanjutan untuk merebut dan menjalankan kekuasaan politiknya. Ia harus dibangun di dalam masyarakat sekarang dan ditegakkan oleh mayoritas masyarakat. Dalam tahap-tahap awal perkembangannya, Dewan Rakyat harus dibentuk dari komite-komite aksi rakyat yang menginginkan perubahan. Dewan Rakyat harus bisa memasukkan massa yang lebih luas, dan ia bergerak sebagai alat perjuangan mayoritas rakyat untuk mendirikan kedaulatan, kedaulatan rakyat yang sejati. Sehingga dengan mempertahankan, merawat dan memajukan PRP sebagai wadah persatuan gerakan dan rakyat Papua sama halnya pula kita tengah meningkatkan kesadaran politik rakyat Papua.

Selama tuntutan pokok rakyat tentang hak penentuan nasib sendiri (referendum) belum terpenuhi PRP tidak akan bubar. PRP tidak akan berhenti hanya pada isu penolakan Otsus semata. Bahkan PRP tidak akan berhenti setelah Papua Merdeka dan mendirikan negara West Papua, sebab negara bukanlah sebuah gagasan atau tujuan menuju pembebasan. Pembebasan yang sesungguhnya tercipta ketika kelas-kelas dalam umat manusia, tidak hanya di Papua atau Indonesia namun di seluruh dunia telah dihapuskan. Sehingga PRP harus dilihat juga sebagai alat perjuangan untuk membangun bangsa Papua ke depan yang merdeka secara politik, sejahtera secara ekonomi, adil secara sosial dan partisipatif secara budaya.
Apa yang paling mendesak untuk dikerjakan PRP saat ini adalah mendesak negara untuk membebaskan Victor tanpa syarat. Tidak cukup hanya seruan kosong tanpa tindakan politik melalui ‘Aksi nasional’. Selain itu, PRP harus terus melakukan konsolidasi tingkat gerakan hingga di akar rumput untuk menyimpulkan perkembangan situasi, merumuskan program dan strategi taktik perjuangan ke depan. PRP harus segera berkonsolidasi untuk keluar dari kebuntuan politik saat ini dan merumuskan rumusan politik ke depan. Shingga rakyat tidak menafsirkan perjuangan PRP hanya sebatas alat penolakan otsus semata. Sangat penting bagi kaum gerakan untuk mempertahankan PRP, sebab pembesaran organisasi masing-masing dan perjuangan pembebasan nasional ditentukan dari sejauh mana kita merawat persatuan. Kemerdekaan dan pembebasan suatu bangsa tak mungkin dicapai dan dimenangkan oleh satu kelompok tertentu saja! Mari berkonsolidasi, berdiskusi, berdebat dan melahirkan rumusan politik selanjutnya! Salam Pembebasan Nasional.

Holandia, 10 Agustus 2021

Jefry Wenda
Penulis adalah Juru Bicara Nasional Petisi Rakyat Papua (PRP).

2 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kirim Donasi

Terbaru

Rekonstruksi Identitas Orang Papua Melalui Perubahan Nama Tempat

Irian berubah menjadi Irian. Masyarakat Papua atau orang-orang yang...

Rosa Moiwend dan Kesalahan Teori Patriarki

Rosa Moiwend, salah satu kamerad kita di Papua menulis di media Lao-Lao Papua pada 9 Juni 2023, bahwa gerakan...

Ekofeminisme dan Hubungan Antara Perempuan dengan Hutan Sagu

Sebuah pandangan mengenai hubungan antara perempuan dengan hutan sagu di Kampung Yoboi, Sentani dan bagaimana mengujinya dengan perspektif ekofeminisme. Sagu...

Ancaman Pembangunan Terhadap Lahan Berkebun Mama Mee di Kota Jayapura

"Ini kodo tai koo teakeitipeko iniyaka yokaido nota tenaipigai, tekoda maiya beu, nota tinimaipigai kodokoyoka, tai kodo to nekeitai...

Memahami Perempuan (Papua) dari Tiga Buku Nawal El Saadawi

Sebuah ringkasan secara umum Pengantar Isu feminisme di Papua pada umumnya masih banyak menuai pro dan kontra. Itu bisa kita temukan...

Rubrikasi

Konten TerkaitRELATED
Rekomendasi Bacaan