Pilihan Redaksi Subjektivisme: Penyakit dalam Tubuh Gerakan Papua Merdeka

Subjektivisme: Penyakit dalam Tubuh Gerakan Papua Merdeka

-

Di tengah badai perjuangan politik rakyat Papua telah banyak peristiwa-peristiwa bersejarah yang sudah dicapai oleh gerakan rakyat Papua, baik perjuangan politik luar negeri maupun dalam negeri. Terlebih khusus tentang persatuan itu sendiri, tulisan kawa Jhon Gobai tentang Dari Nieuw Guinea Raad ke ULMWP menjelaskan sejarah panjang gerakan perjuangan rakyat Papua melawan kolonial Belanda hingga membentuk sebuah embrio negara merdeka yang disebut Negara West Papua. Tetapi kemerdekaan itu tidak berumur panjang karena kepentingan ekonomi dan politik imperialisme Amerika Serikat dan sekutunya Indonesia telah mensabotase embrio negara tersebut.

Jhon menjelaskan secara kronologis persatuan-persatuan yang pernah diciptakan oleh pelopor pemuda Papua pada tahun 1960an yang kita kenal dengan Dewan Nieuw Guinea atau Niew Guinea Read. Juga tahun 1970an dibentuk OPM tahun 1980an dibentuk negara Melanesia Barat, tahun 1998 dibentuk AMP diikuti Foreri 98 yang bertranformasi jadi Dewan Presidium Papua dibawa Pimpinan Theis Hiyo Eluay dan Thom Beanal yang melakuan Kongres Rakyat Papua (KRP II) pada tahun 2000, West Papua Coalition For Liberation (WPNCL) dibentuk pada 10 Oktober 2005, Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dan Gerakan Rakyat Demokratik Papua (Garda-P) tahun 2009, Kongres Rakyat Papua III yang melahirkan Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB) dibawa Pimpinan Forkorus  Yaboisembut, selanjutnya 6 Februari 2014 semua elemen gerakan politik Papua merdeka bersatu dan membentuk sebuah front persatuan yang diberi nama United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), dan sekarang Petisi Rakyat Papua (PRP).

Sudah setengah abad kita lalui dalam perjuangan melawan penjajah kolonialisme, kapitalisme, imperialisme, dan militerisme. Dan hingga hari ini kita masih terus melakukan perlawanan.

Dalam perjuangan yang panjang ini penting sekali kita renungi dan refleksikan kesalahan-kesalahan dan kemajuan-kemajuan gerakan perjuangan politik kita dalam memperjuangkan Papua Merdeka.

Kawan-kawan dan semua elemen organisasi politik pembebasan nasional Papua Barat serta para pelopor militan yang dicintai rakyat, sudah lama kita bertarung melawan penjajah. Bahkan sudah banyak korban nyawa yang telah direnggut oleh penjajah. Kita dan telah banyak kawan-kawan kita, serta organisasi  yang terputus di tengah jalan dan tidak melanjutkan arena perjuangan ini. Lebih parah karena kehendak subjektif dari setiap individu, organisasi dengan berbagai alasan taktis maupun alasan yang sifatnya prinsipil dari setiap organisasi dan individu. Disinilah arti penting bahwa kita mesti membuka perhatian yang lebih dan memeriksa kenyataan tersebut bukan menjadi hal yang mudah.

Di samping stategi dan taktik gerakan, suara-suara yang begitu tinggi kita lantangkan pada musuh-musuh kita. Banyak langkah-langkah politik yang telah kita tempuh seperti lobi-lobi politik di kanca internasional, penyatuan gerakan rakyat dan membentuk front persatuan, serta vokal-vokal yang sangat keras dalam berdebat anti kolonialisme, anti kapitalisme, anti imperealisme, serta  gairah militansi dalam demostrasi di tengah lapangan, di mimbar-mimbar politik kita seperti anjing yang selalu geram menerkam musuh-musuh kita. Tetapi ketika kembali di dalam sangkar gerakan, beberapa di antara kita mengidap penyakit subjektif bahkan yang terparah memecah belah dan merusak kekuatan persatuan organisasi yang telah dibangun dengan susah payah. Kita larut dalam suasana itu tanpa pernah renungi dan menyadari, kita telah meninggalkan hal kecil yang sebenarnya jika dibiarkan akan menjadi penyakit yang sangat parah pada diri kita semua.

Persatuan di atas persatuan, setelah itu pecah dan buat lagi front persatuan baru. Tetapi harus diakui itulah hasil dari dialetika perjuangan rakyat dari proses sejarah yang panjang. Perpecahan dalam suatu front persatuan harus diteliti faktor-faktor apa yang mempengaruhi sehingga proses dinamika dalam persatuan mengalami suatu problem yang beraktibat pada perpecahan. Pada situasi tertentu musuh yang lebih kejam bukanlah kolonialisme, kapitalisme, imprealisme, dan militerisme, melainkan musuh dalam selimut, yaitu diri kita masing-masing  yang selalu menyelinap dan bersembunyi yang kadang tampak dan kadang tertutup tetapi dapat mematikan  diri kita, organisasi, dan perjuangan. Pernyakit itu tak lain adalah penyakit subjektivisme dalam tubuh gerakan.

Subjektivisme dalam tubuh gerakan bukanlah sesuatu yang asing dalam tradisi gerakan-gerakan perjuangan. Dalam dunia gerakan internasional pun banyak mengalami penyakit ini yang berdampak luas serta mempengaruhi arus sejarah peradaban  manusia hingga narasi-narasi besar terkait kegagalan gerakan massa di beberapa negara di dunia. Sangat penting untuk kita bisa bersama-sama memahami persoalan subjektivisme sebagai pangkal rontoknya gerakan perjuangan dan individu-individu dalam organisasi.

Gerakan yang anti kolonialisme, anti kapitalisme, dan anti imperealisme wajib memiliki tiga unsur utama, yaitu ideologi, politik, dan organisasi. Disebabkan banyak dari kalangan kita yang berkedudukan sebagai burjuis kecil gagal menyatuhkan persoalan ini secara utuh. Keterbatasan teori serta mental dari seorang burjois kecil dikarenakan kurangnya pendidikan dan propaganda.

Banyak dari kita asyik dengan teorinya sendiri-sendiri, meski teori itu progresif atau mungkin disebut revolusioner. Tetapi hanya dikonsumsi secara individual dan dipendam sebagai teori belaka tanpa diobjektifkan bersama secara kolektif dan massa, serta tidak diuji dalam praktik. Penyakit inilah yang disebut sebagai orang yang gemar membual dengan wacana di dalam tataran teori atau ideologi, yang belum tentu sesuai dengtan situasi objektifnya.

Dalam ranah politik, banyak di antara kita aktivis gerakan tanpa prespektif politik dan garis perjuangan yang tegas dan terang, kadang secara tidak sadar orientasinya adalah heroisme, patrotisme yang tinggi, dan menujukan watak asli dari burjois kecilnya.

Penting untuk kita menyatuhkan teori dan praktik dalam suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan karena rumusan dari teori yang tepat akan diturunkan dalam garis politik program perjuangan dan rencana aksi sebagai pedoman jalannya organisasi dan tindakan-tindakan taktis organisasi. Semua ini penting disatukan dalam kesatuan pandangan dan disiplin ketat dalam tindakan. Suatu pandangan atau tindakan liberal dalam organisasi tidak bisa lepas pula dari kelemahan teoritis atau ideologis. Seperti sikap oportunisme politik bisa terjadi karena kelemahan teori yang bisa kita miliki serta kesalahan kelonggaran organisai. Faktor-faktor inilah yang menjadi perhatian kita sekarang dalam membangun tradisi gerakan massa yang kuat serta menghancurkan penyakit dan kesalahan-kesalahan subjektivisme.

Untuk membongkar dan memperbaiki pemikiran-pemikiran subjektif serta menangkap realitas yang objektif, penting bagi kita untuk menggunakan pisau analisa yang ilmia, yaitu Filsafat Marxisme, Materalisme, Dialetika, dan Histori (MDH ) guna menganalisis kekeliriuan subjektikvisme untuk membangun perjuangan dengan landasan ideologi, politik, dan organisasi yang revolusioner.

Ideologi yang Subjektivisme

Berikut adalah beberapa hal tentang ideologi yang subjektivisme:

Pertama adalah dogmatisme. Dogmatisme adalah pandangan yang membuta tanpa dasar ilmiah sesuai keadaan objektif. Pandangan ini menghilangkan arti penting praktik dalam menguji ide-ide yang diterimanya. Seseorang secrara buta dalam menerima suatu pengertian, menganggap suatu pandangan sebagai barang jadi. Mereka yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk membaca teori serta kurang melakukan praktik atau melakukan penyelidikan keadaan sosial berpotensi terkena penyakit dognatisme. Misalnya ketika kita banyak baca teori tentang dampak kapitalisme peda rakyat, lalu kita mengajak rakyat untuk melawan kapitalisme sebagai sasaran utama padahal secara sistem sosial kita belum menyimpulkan di dalam desa tersebut mengenai bentuk-bentuk kapitalismenya kepada rakyat. Disinilah letak kesalahanya dan tidak cukup objektif untuk bisa membawa massa maju dan akan mengalami kegagalan karena kesalahan dogmatisme.

Kedua adalah epirisisme. Pandangan ini yang menempatkan pengalaman pancaindra sebagai basis utama dari lahirnya pengetahuan. Artinya ia hanya mempercayai suatu hal yang ia alami lewat pancaindra pengalaman praktinya. Orang yang mengindap penyakit empirisisme akan menitikberarkan  pengalaman sendiri tanpa menimbah praktik dari pengalaman orang lain di luar sana yang lebih maju.

Ketiga adalah revisionisme. Pandangan ini hanya untuk merevisi atau mengkoreksi suatu pandangan dalam hukum dan sistem yang berlaku. Artinya mereka yang mempercayai ini akan tercipta suatu tatanan masyarakat yang lebih baik lewat perjuangan yang sifatnya ferormis dalam batasan perbaikan bukan merubah keadaan masyarakat secara keseluruhan atau boleh dikatakan mereka yang menganut aliran ini tidak percaya dengan namanya revolusi.

Keempat adalah elektisisme. Pandangan ini merupakan penyatuan berpikir dari berbagai varian displin teori dan filsafat. Misalnya mencampur adukan filsafat Marxis dan Filsafat Hegel serta dijadikan satu pedoman berpikir, padahal dia telah menghilangkan prinsi-prinsip utama salah satu pedoman berpikirnya yang ditetapkan gerakannya. Sehingga teori-teorinya bersifat kacau balau, tidak utuh, dangkal, dan tidak ilmiah. Contonya banyak yang memakai filsafat marxis yang coba dikolaborasikan dengan filsafat Hegelian sebagai aliansi berpikir, pada akhirnya banyak teroi-teori Marxisme yang tumpul serta kehilangan prinsip-prinsip revolusionernya.

Politik yang Subjektivisme

Berikut adalah subjektivisme dalam politik:

Pertama adalah opurtunis kanan. Dalam pengertian gerakan kiri revolusioner, pandangan oportunisme kanan adalah pandangan yang terlalu membesar-besarkan kekuatan musuh, dan mengecilkan kekuatan sendiri. Penyebanya pandangan dan tindakcendrung dan kompromis tanpa prinsip karena menganggap kita tak mampu melakukan apa-apa dan bersifat melunak dalam situasi dan kebijakan-kebijakan yang menindas. Dan menjadi gantungan hidup gerakan ketikan menjadi suatu tindakan politik tentunya memiliki pemikiran subjektivisme yang tinggi terutama dalam jajaran pimpinan organisasi.

Kedua adalah oportunis kiri. Bila oportunis kanan dalah paham dan tindakan yang kompromis tanpa prinsip, maka sebaliknya pada kelompok individu yang mengalami oportunis kiri yakni segala pandangan dan tindakanya radikal tetapi tanpa prinsip. Pandangan ini muncul dalam ketidaksabaran dalam menempuh praktik perjuangan massa yang panjang dan menganggap musuh terlampau kecil dan menganggap kekuatan sendiri sudah besar dan kuat. Dan pada akhirnya radikal tanpa prinsip membawa kemuduran sendiri yang menguntungkan musuh dalam membuat kebijakan yang anti rakyat

Subjektivisme dalam Organisasi

Berikutnya adalah subjektivisme dalam organisasi antara lain:

Pertama adalah liberalisme. Liberalisme adalah suatu pandangan serta tindakan yang mengkehendaki kebebasan tanpa prinsip, yaitu menomorsatukan kepentingan pribadi dan menomorduakan kepentingan kolektif dan massa rakyat. Pandangan ini menjauhkan diri dari massa dan tidak melihat objektivitas dari suatu pandangan yang ada. Hakikatnya leberalisme adalah egoisme burjois kecil yang memanifestasikan kebebasan individual atas nama demokrasi. Hal ini tidak dapat dipungkiri ketika kita masih hidup dibawah bayang-bayang kekejaman kolonialisme sebagai sistem sosial yang selalu memproduksi kebudayaan yang terbelakang terhadap rakyat. Manifestasi dari kebudayaan yang terbelakang adalah pola pikir sempit dan anti llmiah.

Pola pikir liberal lahir dari tradisi-traidisi gaya hidup sistem dan nilai-nilai kapitalistik  pada masyarakat. Secara objektif seorang yang mengaku aktivis tetapi liberal dalam segi pandangan dan tindakan justru memainkan yang menguntungkan musuh. Penyakit liberalisme juga akan memecah belah kekuatan massa serta menghancurkan organisasi bila tidak kita perangi. Untuk memerangi penyakit ini mesti memulai biasakan diri bersikap jujur dan terbuka terhadap gerakan, membuka diri dan renda hati siap dikritik oleh gerakan, menundakan kepentigan pribadi untuk kepentingan masa rakyat.

Kedua adalah sekretarianisme. Bisa dikatakan individu organisasi yang mengidap penyakit ini adalah individu organisasi yang anti persatuan. Sekretarianisme adalah hasil dari praktik seseorang yang mengucilkan diri dari gerakan massa luas dan berlaku sebagai sekte atau kelompok kecil dan selalu memisahkan diri dari persatuan massa dan dengan demikian tidak akan memimpin massa maju ke depan. Pandangan sekretarian menghindari basis dukungan massa luas dan cendrung  gagal merengkuh dan mempersatukan massa secara luas karena lebih mengendepankan gerembolan kecil organisasinya dari persatuan massa yang luas dan anti terhadap persatuan.

Ketiga adalah komandoisme. Yaitu suatu sikap pimpinan dalam organisasi yang menyerukan suatu pandangan atau perintah terhadap anggota tidak sesuai dengan kondisi objektifnya serta bersikap main perintah tanpa berdasarkan investigasi sosial dan analisis suatu keadaan dibawahnya. Komandoisme merupakan bagian dari penyakit subjektivisme yang merupakan penyakit seorang pimpinan tidak memahami secara objektif kondisi massa, tidak memahami perasaan massa dan tidak mampu menyimpulkan dan menganalisis apa yang diaspirasikan oleh massa. Dan sering kali menghasilkan keputusan-keputusan secara organisasional yang sifatnya subjektif yang lahir dari ego segelintir pimpinan. Misalnya memberikan perintah kepada setiap  organisasi wilayah untuk mengadakan aksi demonstrasi tanpa mengetahui keadaan situasi disetiap wilayah masing-masing dan hanya main perintah.

Keempat adalah bututisme. Buntuisme atau sikap patron yaitu sikap yang mengekor pada kemauan massa tanpa berinisiatif untuk memajukan tindakan politik massa serta cenderung menunggu sikap apa yang akan diambil oleh massa secara spontan.  Sikap ini tidak menghendaki upaya untuk berinisiatif untuk mengarahkan massa pada sesuatu  yang benar dan membiarkan hal yang salah meskipun itu kehendak massa mayoritas. Hal ini jstru menghancurkan sikap kepemimpinan itu sendiri dan tidak akan membawa kemajuan tindakan politik massa yang lebih maju dari gerakan massa. Misalnya dengan pandangan subjektif bahwa massa sudah maju dan tidak perlu diberikan pendidikan politik, dan lain-lain.

Kelima adalah birokratisme. Corak organisasi yang mengidap wabah penyakit birokratisme adalah ia cendrung elitis, sikap berdiri di luar di atas basis massa karena posisi jabatan tertentu serta jalannya praktik organisasi dibatasi oleh pagar-pagar hirarkis. Hal ini biasanya orientasi dan tujuan organisasi hanya untuk kepentingan individu pimpinan. Birokratisme merupakan pola pikir yang lahir dari organisasi burjois pemerintahan.

***

Dari pemaparan di atas disimpulkan bahwa dalam landasan ideologi, politik, dan organisasi sebagai dasar dari gerakan perjuangan kita. Penyakit subjektivisme harus kita hancurkan untuk bisa menghindari suatu pandangan dan tindakan yang dapat merugikan kita dan organisasi serta perjuangan massa dengan cara mempelajari meleburkan diri dalam gerakan massa dan selalu berada di tengah-tengah massa, belajar dari massa dan menggunakan jalan massa, mengendepankan segala hal yang objektif, serta mengintensifikasikan pendidikan dan propaganda terhadap massa dan anggota untuk mengutarakan pendapatnya dan melakukan kritik otokritik yang berdasarkan pengalaman praktik di bidang politik dan organisasi dibawah landasan filsafat Marxis-Leninis sebagai  panduan serta metode perjuangan kita untuk menganalisis serta menyelesaikan kontradiksi di antar gerakan kita dan sebagai panduan untuk menghancurkan kontradiksi pokok yaitu melawan kolonialisme Indonesia, kapitalisme, imperealisme, dan sekutu-sekutunya.

Teori dan metode Marxisme-Leninisme untuk menyelidiki dan mempelajari keadaan sekitarnya secara sistematis dan rapi. Bukan bekerja dengan kegairahan saja, melainkan memadukan ketabahan revolusioner dengan jiwa praktis. Mempelajari teori Marxisme-Leninisme dengan tujuan untuk memadukan teori Marxisme-Leninisme dengan gerakan praktis revolusi Papua Barat, dan berarti mencari pendirian, pandangan dan metode dari teori Marxisme-Leninisme untuk memecahkan soal teori dan soal taktik revolusi Papua Barat. Mencari kebenaran dari kenyataan. Kenyataan ialah segala benda yang ada pada objektif atau ialah hubungan intern dalam benda yang obyektif, yakni hukumnya, dan menyelidiki. Kita harus berpangkal pada keadaan sewajarnya daripada luar dan dalam negeri, luar dan dalam propinsi, luar dan dalam kabupaten serta menarik hukum-hukumnya yang memang ada dan yang bukan dibikin-bikin dari keadaan yang sewajarnya itu, yaitu mencari hubungan intern daripada kejadian-kejadian sekitarnya untuk membimbing tindakan kita. Kalau mau berbuat demikian, janganlah kita bersandar pada dugaan subjektif, kegairahan yang sementara, dan buku-buku yang tidak berjiwa, melainkan bersandar pada kenyataan yang ada pada objektif, memiliki bahan-bahan sampai seluk-beluknya, menarik kesimpulan yang tepat dari bahan-bahan itu di bawah tuntunan prinsip-prinsip Marxisme-Leninisme yang umum.

Markus Ohe
Penulis adalah kader Partai Sosialis Papua (PSP).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kirim Donasi

Terbaru

Rekonstruksi Identitas Orang Papua Melalui Perubahan Nama Tempat

Irian berubah menjadi Irian. Masyarakat Papua atau orang-orang yang...

Rosa Moiwend dan Kesalahan Teori Patriarki

Rosa Moiwend, salah satu kamerad kita di Papua menulis di media Lao-Lao Papua pada 9 Juni 2023, bahwa gerakan...

Ekofeminisme dan Hubungan Antara Perempuan dengan Hutan Sagu

Sebuah pandangan mengenai hubungan antara perempuan dengan hutan sagu di Kampung Yoboi, Sentani dan bagaimana mengujinya dengan perspektif ekofeminisme. Sagu...

Ancaman Pembangunan Terhadap Lahan Berkebun Mama Mee di Kota Jayapura

"Ini kodo tai koo teakeitipeko iniyaka yokaido nota tenaipigai, tekoda maiya beu, nota tinimaipigai kodokoyoka, tai kodo to nekeitai...

Memahami Perempuan (Papua) dari Tiga Buku Nawal El Saadawi

Sebuah ringkasan secara umum Pengantar Isu feminisme di Papua pada umumnya masih banyak menuai pro dan kontra. Itu bisa kita temukan...

Rubrikasi

Konten TerkaitRELATED
Rekomendasi Bacaan