Pilihan Redaksi Koalisi Anti Kekerasan Seksual: Segera Proses Hukum Para Pelaku

Koalisi Anti Kekerasan Seksual: Segera Proses Hukum Para Pelaku

-

Pernyataan Sikap Koalisi Anti Kekerasan Seksual di Papua

Kami Bersama Korban dan Mendesak Proses Hukum Terhadap Para Pelaku

Kekerasan seksual dengan terduga pelaku pejabat Provinsi dan politisi Papua kembali terjadi. Kekerasan seksual ini terjadi pada April 2021 dengan korban 4 anak di bawah umur. Para pelaku yang berjumlah sekitar 5 orang mengancam para korban agar tidak melaporkan kasus ini kepada keluarga dan pihak manapun. Karena upaya-upaya pihak keluarga untuk menuntuk pertanggungjawaban pelaku dengan membawa kasus ini ke ranah hukum telah mendapat respon ancaman dari para pelaku dan pendukung mereka.

Menanggapi situasi ini, kami Koalisi Anti Kekerasan Seksual di Papua mendesak:

Pertama: Polda Papua, Polresta Jayapura, dan Polsek Heram agar secara profesional menangani kasus kekerasan seksual ini dan memberikan rasa aman terhadap korban dan keluarga. Menegakan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat adalah tugas pokok polisi. Menyelesaikan kasus kekerasan seksual dengan cara kekeluargaan hanya akan memperpanjang deretan kasus kekerasan seksual di Papua, mengakibatkan lebih banyak korban, dan memperkuat impunitas pelanggar HAM.

Kedua: Pemerintah Provinsi Papua agar ikut mendorong proses hukum para pelaku yang memegang posisi penting di jajaran pemerintahan Provinsi Papua. Mengungkapkan kebenaran atas kasus ini adalah salah satu upaya awal membersihkan instansi pemerintah Provinsi Papua dari pelaku kekerasan seksual.

Ketiga: Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Provinsi Papua, agar ikut mendorong proses hukum salah satu terduga pelaku yang merupakan anggota Partai. Hal ini sejalan dengan salah satu misi partai Gerindra, menegakkan supremasi hukum dengan mengedepankan azas praduga tak bersalah dan persamaan hak di hadapan hukum serta melindungi seluruh warga Negara Indonesia secara berkeadilan tanpa memandang suku, agama, ras dan/atau latar belakang golongan.

Keempat: Dinas Sosial, Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Papua, agar segera memberikan hak korban atas kesehatan baik secara fisik dan mental, hak atas rasa aman dari segala bentuk ancaman.

Kelima: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Komnas Perlindungan Anak (KPA), dan Komnas Perempuan, agar pro aktif dalam memantau perkembangan kasus ini dan mengawal kerja Polda Papua, Polresta Jayapura, dan Polsek Heram dan memberikan rasa aman terhadap korban. Para korban adalah usia anak yang masih duduk di bangku sekolah dan terduga para pelaku adalah pejabat publik di wilayah Provinsi Papua.

Keenam: Presiden RI, Jokowi, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), agar segera mengesahkan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan seksual (RUU PKS) yang isinya telah didorong oleh berbagai gerakan masyarakat sipil di Indonesia.

Ketujuh: Para media, agar mengedepankan peliputan sesuai perspektif Hak Asasi Manusia (HAM), perlindungan terhadap korban perempuan dan anak dan keluarga, menghindari penghakiman, dan mengutamakan informasi dua belah pihak dalam peliputan kasus ini.

Penting untuk diingat bahwa korban dalam kasus ini adalah anak-anak. Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat 1 yang menyatakan bahwa Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan segala bentuk tindak kekerasan yang secara langsung ditujukan kepada seorang individu atau lebih perempuan karena ia berjenis kelamin perempuan dan masih berusia anak-anak. Kekerasan terhadap perempuan dan anak telah mengakibatkan kerugian atau penderitaan fisik, mental dan seksual. Korban kekerasan juga seringkali menerima ancaman, pemaksaan dan bentuk-bentuk perampasan hak kebebasan lainnya sebagaimana terjadi pada keempat korban anak dalam kasus ini.

Dasar hukum penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak ada dalam Instrumen hukum Internasional dan Nasional. Instrument internasional antara lain Statuta Roma Pasal 7 ayat 2 (g), Pasal 69 ayat 1&2, Pasal 68; Resolusi PBB 1820 tentang Kekerasan Seksual dalam Konflik Bersenjata, Deklarasi penghapusan tindak kekerasan terhadap perempuan (ICPD) pada bulan Desember 1993 dan Deklarasi Wina Tahun 1993. Sementara itu, instrument nasional Indonesia antara lain Undang-Undang Dasar 1945, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 285, 286 287, 290, 291; UU No.23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) Pasal 8(b), 47, 48; UU No 21 tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang pasal 1 (3,7); UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 1(15), 17(2), 59 dan 66 (1,2), 69, 78 dan 88 (Komnas Perempuan).

Papua sendiri punya landasan hukum yang menegaskan pentingnya penghentian kekerasan terhadap perempuan dan anak. Ada Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 8 Tahun 2013 tentang Perlindungan Korban KDRT, Perdasus Papua No. 1 Tahun 2011 tentang Pemulihan dan Pemenuhan Hak Perempuan Korban Kekerasan dan Pelanggaran HAM, serta Peraturan Bupati Jayapura No 35 Tahun 2019 tentang Kawasan Bebas Kekerasan.

Dengan dasar hukum di atas, maka proses hukum terhadap 5 orang pelaku kekerasan seksual harus dilanjutkan. Kami juga menyampaikan dukungan kepada pihak keluarga untuk tidak mencabut laporan ini dan tidak menyelesaikan kasus ini dengan cara kekeluargaan. Penegakan hukum terhadap kasus ini akan menjadi bagian penting dari seluruh upaya menghapus kekerasan seksual di Papua yang kasusnya semakin banyak.

Jayapura, 11 September 2021

Koalisi Anti Kekerasan Seksual di Papua

Redaksi Lao-Lao
Teori pilihan dan editorial redaksi Lao-Lao

1 KOMENTAR

  1. Kawal sampai tuntas✊💥
    Yang lain berjuang menyelamatkan generasi Papua
    Yang lain berjuang menghancurkan generasi Papua
    Sedih😢😥😢

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kirim Donasi

Terbaru

Rosa Moiwend dan Kesalahan Teori Patriarki

Rosa Moiwend, salah satu kamerad kita di Papua menulis...

Ekofeminisme dan Hubungan Antara Perempuan dengan Hutan Sagu

Sebuah pandangan mengenai hubungan antara perempuan dengan hutan sagu di Kampung Yoboi, Sentani dan bagaimana mengujinya dengan perspektif ekofeminisme. Sagu...

Ancaman Pembangunan Terhadap Lahan Berkebun Mama Mee di Kota Jayapura

"Ini kodo tai koo teakeitipeko iniyaka yokaido nota tenaipigai, tekoda maiya beu, nota tinimaipigai kodokoyoka, tai kodo to nekeitai...

Memahami Perempuan (Papua) dari Tiga Buku Nawal El Saadawi

Sebuah ringkasan secara umum Pengantar Isu feminisme di Papua pada umumnya masih banyak menuai pro dan kontra. Itu bisa kita temukan...

Apabila Prabowo jadi Presiden

Selalu ada jejak yang ditinggalkan saat diskusi walau diskusinya bebas, pasti ada dialektikanya. Walau seminggu lebih sudah berlalu, namun ada...

Rubrikasi

Konten TerkaitRELATED
Rekomendasi Bacaan