Pilihan Redaksi Kapolda Segera Perintahkan Kapolres Nabire Proses Hukum Bupati Dogiyai

Kapolda Segera Perintahkan Kapolres Nabire Proses Hukum Bupati Dogiyai

-

Siaran Pers 

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua

Kapolda Papua Segera Perintahkan Kapolres Nabire Proses Hukum Bupati Pelaku Kekerasan Terhadap Perempuan

“Kapolres Nabire segera Tindaklanjut Laporan Polisi atas Tindakan Penganiayaan sesuai Surat Tanda Bukti Laporan Nomor: STBL/411/X/2021/PAPUA/RES. NBR Secara Professional”

Pada prinsipnya tindakan kekerasan terhadap perempuan adalah tindakan yang dilarang oleh peraturan perundang-udangan yang berlaku di Indonesia. Atas peristiwa kekerasan terhadap perempuan tindak ada alasan yang dapat dibenarkan untuk tidak diproses secara hukum sebab jika tidak diproses secara hukum maka secara langsung akan melahirkan pelanggaran hak atas keadilan bagi seseorang sesuai ketentuan “Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar” sebagaimana diatur pada pasal 17 UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

Salah satu bentuk tindakan kekerasan terhadap perempuan terlihat dalam kasus Bupati Dogiai, Yakobus Dumupa Tikam Sang Istri ke-5 di Nabire Papua yang terjadi pada tanggal 28 Oktober 2021. Menurut informasi dari keluarga, atas peristiwa tersebut telah dilaporkan ke Polres Nabire paska kejadian tanggal 28 Oktober 2021. Atas dasar itu, untuk memberikan keadilan kepada korban maka sesuai dengan salah satu tugas pokok polisi adalah penegak hukum sebagaimana diatur pada pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka polisi wajib menggunakan segala kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia maupun Peraturan Kapolisi Nomor 6 tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk memenuhi hak atas keadilan bagi korban sesuai perintah pasal 17, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia diatas.

Dalam rangka mengawal terpunuhinya hak atas keadilan secara hukum bagi korban atas tindakan kekerasan yang dialaminya pada tanggal 28 Oktober 2022 dan telah dilaporkan ke pihak Kepolisian Resort Nabire, maka pada tanggal 1 November 2021 korban secara resmi menandatangai Surat Kuasa Khusus. Penandatanganan Surat Kuasa khusus dilakukan di ruang bangsal tempat korban menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Nabire. Paska mendapatkan Surat Kuasa dari korban langsung, staf Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua selanjutnya ke kantor Polres Resort Nabire untuk memastikan perkembangan penanganan tindakan kekerasan yang menimpa klien oleh pihak Kepolisian Resort Nabire.

Di kantor Polisi, staf LBH Papua mendapatkan Surat Tanda Bukti Laporan (STBL) yang diberikan oleh pihak Kepolisian Resort Nabire. Berdasarkan keterangan dalam Surat Tanda Bukti Laporan Nomor : STBL/411/X/2021/PAPUA/RES. NBR disebutkan bahwa pelaporan dilakukan pada pukul 19:30 WIT, tanggal 28 Oktober 2021. Selain itu, dalam STBL disebutkan secara garis besar disebutkan identitas pelapor, perkara yang dilaporkan, nama pelaku, nama korban, dan nama saksi serta kornologis secara garis besar tindak pidana yang terjadi.

Dalam Surat Tanda Bukti Laporan Nomor: STBL/411/X/2021/PAPUA/RES. NBR disebutkan bahwa tindak pidana yang terjadi adalah penganiayaan. Berkaitan dengan tindak pidana penganiayaan diatur pada pasal 351 KUHP, agar diketahui maka selanjutnya akan disebutkan rumusan pasalnya sebagai berikut:

Pasal 351

(1) Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,–.

(2) Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, si tersalah dihukum penjara selama-lamanya lima tahun. (KUHP 90)

(3) Jika perbuatan itu menjadikan mati orangnya, dia dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun. (KUHP 338)

(4) Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan orang dengan sengaja.

(5) Percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat dihukum (KUHP 37, 53, 184 s, 353 s, 356, 487)

Sekalipun dalam STBL hanya menyebutkan tindak yang terjadi adalah penganiayaan namun apabila disesuaikan dengan keterangan korban terkait tindakan kekerasan yang dilakukan menggunakan sebuah pisau maka secara otomatis menunjukan fakta hukum pelanggaran Pasal 2 Undang Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

Pada perkembangannya korban menyampaikan kepada LBH Papua selaku kuasa hukum terkait adanya ancaman-ancaman serta desakan-desakan untuk menyelesaikan persoalan tindakan kekerasan menggunakan mekanisme kekeluragaan. Berkaitan dengan ancaman dan desakan tersebut sudah diketahui dengan pasti siapa aktor intelektualnya sehingga jika melalui semua ancaman dan desakan itu menimbulkan korban baru maka tentunya persoalan hukum akan semakin bertambah panjang dan tidak ada titik temunya.

Sesuai dengan “ketentuan Negara-negara pihak harus mengambil tindakan-tindakan yang tepat untuk mengubah pola-pola tingkah laku sosial dan budaya para laki-laki dan perempuan dengan maksud untuk mencapai penghapusan prasangka-prasangka dan kebiasaan-kebiasaan serta semua praktek lain yang berdasarkan atas pemikiran adanya inferioritas atau superioritas salah satu gender, atau berdasarkan pada peranan sterotipe bagi laki-laki dan perempuan” sebagaimana diatur pada Pasal 5 huruf a, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskiriminasi Terhadap Wanita, maka harapannya Kepolisian Resort Nabire dapat bertindak secara professional untuk menanggulangi ancaman dan selanjutnya mengabaikan semua upaya di luar hukum yang terlahir dari praktek lain yang berdasarkan atas pemikiran adanya inferioritas atau superioritas salah satu gender” yang terus mengobarkan hak atas keadilan bagi perempuan korban kekerasan dan diharapkan dapat memproses laporan polisi sesuai Surat Tanda Bukti Laporan Nomor: STBL/411/X/2021/PAPUA/RES. NBR secara professional.

Berdasarkan uraian temuan tindak pelanggaran hukum di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam kasus penikaman yang dilakukan Bupati Dogiyai, Yakobus Dumupa terhadap Istri Kelimanya jelas-jelas melanggar Pasal 351 KUHP dan Pasal 2, UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Atas dasar temuan pelanggaran hukum tersebut harapannya agar Kapolres Nabire melalui penyidik Polres Nabire yang ditugaskan untuk menyelidiki laporan polisi sebagaimana dalam Surat Tanda Bukti Laporan Nomor: STBL/411/X/2021/PAPUA/RES. NBR dapat melaksanakan secara professional dalam rangka memenuhi hak atas keadilan bagi korban sesuai perintah ketentuan “Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar” sebagaimana diatur pada pasal 17, UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Atas dasar itu maka kami LBH Papua selaku kuasa hukum korban menegaskan kepada:

Pertama: Kapolda Papua segera perintahkan Kapolres Nabire untuk memberikan jaminan keamanan bagi korban dan perintahkan Kapolres Nabire menindaklanjuti Laporan Polisi atas tindakan penganiayaan sesuai Surat Tanda Bukti Laporan Nomor: STBL/411/X/2021/PAPUA/RES. NBR secara professional.

Kedua: Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban RI segera berikan perlindungan kepada Saksi dan Korban tindakan penganiayaan sesuai Surat Tanda Bukti Laporan Nomor: STBL/411/X/2021/PAPUA/RES. NBR.

Ketiga: Idwasda Polda Papua wajib memantau Proses Hukum yang dilakukan oleh Satreskrimum Polres Nabire khusus Penyidik Laporan Polisi atas tindakan penganiayaan sesuai Surat Tanda Bukti Laporan Nomor: STBL/411/X/2021/PAPUA/RES. NBR secara professional.

Keempat: Kapolres Nabire segera menindaklanjuti Laporan Polisi atas tindakan penganiayaan sesuai Surat Tanda Bukti Laporan Nomor: STBL/411/X/2021/PAPUA/RES. NBR secara professional.

Demikian siaran pers ini dibuat semoga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Atas perhatiannya disampaikan terimaksih.

Jayapura, 5 November 2021

Hormat kami

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua

(Kuasa Hukum Perempuan Korban Kekerasan)

Emanuel Gobay, S.H., M.H.
(Direktur)

Rosdiana Baso Rante, S.H., M.H.
(Staf PBH LBH Papua)

Redaksi Lao-Lao
Teori pilihan dan editorial redaksi Lao-Lao

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kirim Donasi

Terbaru

Rekonstruksi Identitas Orang Papua Melalui Perubahan Nama Tempat

Irian berubah menjadi Irian. Masyarakat Papua atau orang-orang yang...

Rosa Moiwend dan Kesalahan Teori Patriarki

Rosa Moiwend, salah satu kamerad kita di Papua menulis di media Lao-Lao Papua pada 9 Juni 2023, bahwa gerakan...

Ekofeminisme dan Hubungan Antara Perempuan dengan Hutan Sagu

Sebuah pandangan mengenai hubungan antara perempuan dengan hutan sagu di Kampung Yoboi, Sentani dan bagaimana mengujinya dengan perspektif ekofeminisme. Sagu...

Ancaman Pembangunan Terhadap Lahan Berkebun Mama Mee di Kota Jayapura

"Ini kodo tai koo teakeitipeko iniyaka yokaido nota tenaipigai, tekoda maiya beu, nota tinimaipigai kodokoyoka, tai kodo to nekeitai...

Memahami Perempuan (Papua) dari Tiga Buku Nawal El Saadawi

Sebuah ringkasan secara umum Pengantar Isu feminisme di Papua pada umumnya masih banyak menuai pro dan kontra. Itu bisa kita temukan...

Rubrikasi

Konten TerkaitRELATED
Rekomendasi Bacaan