Analisa Harian KTT G20: Ancaman Serius Bagi Masyarakat Adat

KTT G20: Ancaman Serius Bagi Masyarakat Adat

-

Indonesia berencana akan memegang komando Presidensi G20 dan menjadi tuan rumah yang menerima delegasi negara-negara anggota G20 yang akan dilaksanakan pada November 2022 mendatang di Bali.

Kelompok Dua Puluh atau Group of Twenty yang disingkat G20 adalah kelompok yang terdiri 19 negara dengan perekonomian besar di dunia ditambah dengan satu organisasi antar pemerintahan dan supranasional, yaitu Uni Eropa. Secara resmi G20 dinamakan The Group of Twenty Finance Ministers and Central Bank Governors atau Kelompok Dua Puluh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral.

Kelompok ini dibentuk pada tahun 1999 sebagai forum antar pemerintah yang secara sistematis menghimpun kekuatan-kekuatan ekonomi maju dan berkembang untuk membahas isu-isu penting perekonomian dunia. Pertemuan perdana G20 berlangsung di Berlin pada 15-16 Desember 1999 dengan tuan rumah Menteri Keuangan Jerman dan Kanada.

Organisasi atau forum ekonomi G20 lebih banyak menjadi ajang konsultasi dan kerja sama hal-hal yang berkaitan dengan sistem moneter internasional. Terdapat pertemuan yang teratur untuk mengkaji, meninjau, dan mendorong diskusi di antara negara industri maju dan sedang berkembang terkemuka mengenai kebijakan-kebijakan yang mengarah pada stabilitas keuangan internasional dan mencari upaya-upaya pemecahan masalah yang tidak dapat diatasi oleh satu negara tertentu saja.

Negara-negara yang bergabung dalam organisasi ekonomi ini akan datang ke Indonesia, tentunya masing-masing punya kepentingan dan tidak terlepas dari kepentingan ekonomi imperialisme global dan geopolitik dunia menyebabkan krisis pangan dan energi di internasional khusus negara-negara di Eropa.

Sebelum kita melihat dampak dan untung rugi bagi rakyat Papua dengan adanya KTT G20 di Bali terlebih dahulu kita melihat dinamika politik dan ekonomi global serta dinamika politik dunia. Pertemuan G20 dilakukan saat dunia krisis pangan dan energi yang membuat inflasi ekonomi sangat tinggi dan berdampak dari operasi militer Rusia ke Ukraina dan memberikan kebebasan untuk 4 wilayah perbatasan melalui referendum atau pemungutan suara. Hasilnya 4 provinsi tersebut memilih pisah dengan Ukraina dan berintegrasi dengan federasi Rusia sekalipun negara-negara tidak mengakuinya sama seperti tahun 2014 di Krimea.

Dampak dari perang Rusia vs Ukraina yang masih terus berlanjut sampai sekarang berdampak pada ketidakstabilan politik di dunia. Blok Barat dipimpin Amerika Serikat melalui NATO dan sekutunya terus menerus mengutuk invasi militer Rusia dan memberikan bantuan senjata kepada Ukraina untuk melawan dan rebut kembali 4 wilayah yang dianggap dianeksasi oleh Rusia.

Amerika Serikat menginisiasi untuk memberikan sanksi keras kepada Rusia melalui embargo ekonomi dari Uni Eropa terhadap Rusia. Amerika Serikat juga melakukan provokasi terhadap Cina, salah satu negara yang memiliki hubungan spesial dengan Rusia. Amerika mengirimkan Ketua DPR Amerika Serikat ke Taiwan yang ingin memisahkan diri dari China.

Kedatangan Ketua DPR Amerika ke Taiwan itu Cina menganggap salah satu bentuk dukungan dan merupakan provokator mengganggu kedaulatan satu Cina karena wilayah Taiwan adalah wilayah teritorial Cina berdasarkan kesempatan paham satu Cina yang telah diakui PBB dan Amerika Serikat sebagai salah satu fasilitator penandatangan deklarasi satu Cina antara pemerintah Cina dan pemerintah Taiwan pada tahun 1975. Kemudian Amerika Serikat, Australia, dan Inggris juga membuat satu aliansi militer AUKUS untuk menghalau Cina di Asia Pasifik.

Sekalipun Amerika Serikat, Inggris, dan Australia membentuk aliansi AUKUS untuk saling membantu dalam pengembangan kekuatan militer, namun hal ini bagian dari strategi menghalau Blok Timur di Asia Pasifik. Amerika Serikat, Inggris, dan Australia membentuk aliansi baru bernama AUKUS bertujuan untuk saling bahu membahu dalam membangun kapasitas militer dari masing-masing negara.

Kemudian sidang tahunan PBB yang ke-77 berlangsung di New York, Amerika Serikat. Presiden Amerika Serikat, Joe Biden menginisiasi mendorong KTT Amerika Serikat dan pemimpin Pasifik dideklarasikan di gedung putih. KTT Amerika Serikat dan pemimpin Pasifik ini menghadiri 14 negara Pasifik dari Melanesia, Polinesia, dan Mikronesia. KTT ini merupakan upaya Amerika mendekati negara-negara kepulauan Pasifik karena khawatir dengan geliat Cina di kawasan Asia Pasifik.

Hal ini jelas menghalau Cina dan Rusia di Pasifik. Ini sangat terlihat jelas dari pernyataan Presiden Amerika dimana Joe Biden mengatakan keamanan Amerika Serikat terletak di Pasifik.

Saat yang sama Rusia sebagai pemasok energi dan gas ke Uni Eropa memutuskan penjaluran minyak dan gas ke Eropa. Hal ini tidak terlepas dari sanksi embargo ekonomi dari Uni Eropa terhadap Rusia, maka untuk pembalasan terhadap sanksi embargo dari Amerika dan sekutunya, Rusia mengurangi gas dan minyak ke Eropa, jika ada negara yang ingin membelinya menggunakan mata uang Rubel Rusia.

Selain itu Rusia juga menggalang dukungan dan hubungan diplomatik ke negara-negara anggota Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC), negara-negara Timur Tengah, Asia Timur, dan negara-negara di Amerika Latin, dan negara-negara di Afrika. Dan OPEC memutuskan untuk mengurangi produksi minyak sebesar 2 juta barel per hari. Langkah itu dapat meningkatkan harga minyak mentah dan membantu Rusia yang bergulat dengan upaya Barat untuk mengurangi pembiayaannya.

Perserikatan OPEC yang beranggotakan 23 negara ini menyepakati pemotongan produksi minyak besar-besaran dalam pertemuan di Wina pada Rabu, 5 Oktober 2022. OPEC sebagai organisasi Negara-negara pengekspor minyak bumi dan organisasi yang bertujuan menegosiasikan masalah-masalah mengenai produksi, harga dan hak konsesi minyak bumi dengan perusahaan-perusahaan minyak bumi yang telah menjalin hubungan dengan Rusia dan sekutunya, tentu akan berdampak pada krisis gas, energi, dan minyak di Eropa terutama Amerika Serikat, Inggris, Italia, Perancis, Jerman, dan negara anggota Uni Eropa lainnya. Disini Rusia sangat memainkan peran penting untuk kepentingannya.

Selain itu, Rusia juga memperkuat hubungan diplomatik di Blok Timur seperti negara-negara di Asia Timur, dan negara-negara Amerika Latin, dan negara-negara dalam Afrika Union melalui organisasi BRICS.

BRIC adalah akronim dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Para pemimpin BRICS bersikeras bahwa kelompok ini akan menjadi sebuah kekuatan perubahan. Negara-negara BRICS menginginkan diri mereka sebagai juru bicara negara-negara berkembang.

Negara yang bergabung dalam BRICS ini Cina, Rusia, India, Brazil, Argentina, Afrika Union dan 13 negara lain tertarik bergabung dalam blok ini.

Saat Rusia memutuskan pemasok energi ke Uni Eropa, negara pemasok energi dan minyak terbesar di dunia yang tergabung dalam APEC mengadakan KTT dan memutuskan bahwa produksi minyak mentah akan mengurangi produksinya. Kemudian Rusia memperkuat hubungan diplomatik dengan Indonesia dalam bidang pengelolaan energi, gas, dan minyak bumi di Indonesia. Hal ini sangat jelas bahwa pengelolaan energi, gas dan minyak di Indonesia ditangani oleh perusahaan-perusahaan dari Rusia. Terlihat jelas juga dari TNI Indonesia dan Rusia kerja sama mengusir pemboman minyak ilega oleh perusahaan Inggris dan Jerman di perairan laut Aceh.

Indonesia Setelah memperkuat hubungan diplomatik ekonomi Indonesia dengan Rusia, Indonesia juga membeli minyak dari Rusia dengan harga murah dan mengelola minyak dan gas Indonesia oleh Rusia seluruhnya.

Hal ini juga pukulan bagi negara-negara Eropa karena Indonesia tidak mengekspor batu bara dan minyak lagi ke Uni Eropa karena sudah kerja sama dengan Rusia.

Indonesia masih terlihat memainkan politik dua kaki baik di Blok Timur maupun Blok Barat, tetapi kerja sama militer dan jual beli senjata masih dengan Amerika Serikat dan sekutunya.

Sementara hubungan diplomatik ekonomi dan kerja sama pembagunan infrastruktur ekonomi dengan Cina dan Rusia. Indonesia masih mainkan politik dua kartu menunjukan dirinya tidak memihak ke salah satu pihak yang berkonflik karena Indonesia masih punya kepentingan membutuhkan kedua blok untuk membagun infrastruktur militer dan infrastrktur pengelolaan sumber daya alam untuk ekspektasi jangka panjang.

Targetnya adalah Indonesia akan menjadi salah satu negara yang mempunyai kekuatan ekonomi di Asia Tenggara dan Asia Pasifik. Dengan target pada tahun 2040 atau 2050 Indonesia menjadi negara maju Macan Asia. Maka Indonesia sebagai tuan rumah akan mainkan politik dua kartu akan menerima delegasi dari Blok Timur maupun Blok Barat datang ke Bali untuk membahas kerja sama ekonomi sesama negara anggota G20.

Kepentingan Blok Barat maupun Blok Timur juga akan mempengaruhi dalam forum KTT karena Indonesia sudah mengeluarkan undangan kepada semua negara anggota termasuk Rusia dan Amerika Serikat.

Indonesia sebagai tuan rumah KTT G20 sudah mengundang semua negara termasuk Rusia dan Amerika Serikat. Amerika Serikat dan Australia mengancam akan memboikot KTT G20 jika Indonesia mengundang Presiden Rusia, Vlamidir Putin dalam KTT G20. Tetapi karena Indonesia punya kepentingan di dua blok ini dengan tujuan untuk memajukan ekonomi negaranya dan industrialisasi semua sektor ekonomi, KTT G20 akan tetap dipaksakan untuk dilaksanakan.

Di Indonesia juga, Kementerian Perindustrian sedang fokus untuk terus membangun sektor industri manufaktur yang berdaulat, mandiri, berdaya saing, dan inklusif. Hal menunjukkan semua bahan mentah akan dikelola dan diproduksi dalam negeri untuk membagun infrastruktur pabrik pabrik besar seperti Smelter di Gresik, Jawa Timur untuk mengelola sumber daya alam di Indonesia.

Tujuannya seperti tadi, Indonesia ingin keluar dari daftar negara-negara berkembang dan menjadi negara maju, sementara utang luar negeri terus membengkak. Untuk itu, Indonesia sebagai tuan rumah KTT G20 memiliki peluang besar untuk meningkatkan ekonomi nasional sekaligus akan buka pintu bagi investasi dalam skalah yang sangat basar. Maka Indonesia sangat membutuhkan campur tangan kedua blok ini untuk membagun infrastruktur ekonomi di Indonesia dengan menggandeng perusahaan-perusahaan internasional.

KTT G20 ini keuntungan bagi indonesia tetapi ancaman bagi rakyat Papua baik ancaman genosida, ekosait, marginalisasi, diskriminasi, dan pelanggaran HAM secara sistematis, masif, dan terstruktur akan terjadi.

Karena KTT G20 akan membuka pintu bagi imperialisme global dengan perusahaan internasional dan multi internasional akan berbondong-bondong datang ke Indonesia berdasarkan janji Presiden Jokowi tahun 2021 saat KTT G20 di Italia dan KOP ke-26 di Skotlandia, Inggris.

Presiden Jokowi di periode pertama sudah membagun infrastruktur jalan dan jembatan di Papua berdasarkan hasil Ekspedisi tahun 2015 tentang sumber daya alam di Papua. Setelah berhasil membangun Infrastruktur, negara melahirkan produk hukum, yaitu Undang-Undang Omnibus Law untuk investasi dan tenaga kerja produktif migran.

Kemudian untuk mempermudah akses bagi kapitalis di Papua, negara mengamandemen Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) tahun 2021 dan Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua. Semua kewenangan pemerintah daerah di Papua diambil alih oleh Jakarta untuk meloloskan kepentingan tanpa ada hambatan dari pemerintah provinsi dan kabupaten kota di Papua.

Sehingga setelah KTT G20, perusahaan-perusahaan besar akan masuk ke Papua untuk mengeksplorasi semua sumber daya alam. Hasil eksploitasi sumber daya alam di Papua akan bawah keluar ke pulau Jawa dan akan dikelolah atau diproduksi dari bahan mentah menjadi barang jadi dan diekspor ke luar negeri dan akan menjual ke Papua untuk orang Papua beli dari masyarakat migran. Misalnya saat ini banyak perusahaan kelapa sawit di Papua hasilnya dibawa ke Jawa diproduksi menjadi minyak dan dijual kembali lagi ke Papua.

Orang Papua akan menjadi manusia konsumtif, termarjinalisasi secara ekonomi maupun secara politik karena dengan adanya pemekaran 4 provinsi baru akan membuka peluang kedatangan kaum migran akan besar-besaran dan tenaga kerja produktif dari luar kerja di perusahaan-perusahaan di Papua atas nama pembangunan dan kesejahteraan rakyat Papua.

Orang asli Papua akan jadi penonton, jadi minoritas dan hanya dijadikan objek pembangunan dan kesejahteraan. Hal itu telah terbukti melalui Otsus tahun 2001 selama 20 tahun yang sejahtera, makmur, dan mendapatkan keuntungan dari Otsus adalah orang Indonesia yang ada di Papua. Apalagi lagi Otsus Jilid II tidak ada kewenangan khusus, orang asli Papua akan disingkirkan dari semua aspek ekonomi dan politik.

Menurut saya, KTT G20 ini peluang dan ancaman. Kita bisa jadikan ini sebagai peluang kalau ada kekuatan objektif gerakan perjuangan dalam negeri. Padukan stratak perjuangan, alat politik perjuangan-perjuangan dan kepemimpinan sudah ada, maka ini peluang.

Sementara yang menjadi ancaman adalah karena tidak ada persatuan dan tidak ada strategi diplomasi internasional, dan tidak pernah menjadikan Blok Timur maupun Blok Barat sebagai mitra diplomasi.

Diplomasi kita patron pada Blok Barat, tidak ada kesadaran kritis melihat dinamika politik dan ekonomi global secara subjektif. Kemudian kurangnya persatuan dan kekuatan objektif dan gerakan perlawanan dalam negeri, juga lemah, diam, dan budaya pantronisme serta melihat KTT G20 menjadi ancaman serius.

Apalagi diplomasi kita ada di dalam grendesain imperialisme global dengan agenda perubahan iklim berdasarkan KOP ke 26 di Skotlandia, Inggris berarti ancaman serius terhadap rakyat sipil pada umumnya, tetapi lebih khusus organisasi perjuangan bergerak dalam negeri anti imperialisme global akan terancam. Karena setelah KTT G20, perusahaan-perusahaan besar akan masuk ke Papua, kemudian untuk kepentingan pengamanan kekuatan militer akan lebih besar.

Selain itu, adanya rencana disahkannya Undang-Undang RKUHP merupakan rancangan undang-undang yang disusun dengan tujuan untuk memperbaharui atau meng-update KUHP yang berasal dari Wetboek van Srafrecht voor Nederlandsch, serta untuk menyesuaikan dengan politik hukum, keadaan, dan perkembangan kehidupan bermasyarakat.

Undang-undang ini disahkan, maka tidak ada gerakan perlawanan di Papua baik perjuangan pembebasan nasional Papua Barat dan perlawanan masyarakat adat serta gerakan perlawanan sektoral. Semua gerakan akan dibatasi sama seperti Orde Baru zaman Soeharto dulu sebelum Reformis 1998.

RUU disusun dengan tujuan untuk mengatur keseimbangan antara kepentingan umum atau negara atau kepentingan individu, antara perlindungan pelaku terhadap pelaku dan korban tindak pidana, antara unsur perbuatan dan sikap batin, antara kepastian hukum dan keadilan, antara hukum tertulis dan hukum yang hidup dalam masyarakat, antara nilai nasional dan nilai universal, serta antara hak dan kewajiban asasi manusia.

***

Ones Suhuniap
Penulis adalah Juru Bicara Nasional Komite Nasional Papua Barat (KNPB)

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kirim Donasi

Terbaru

Kapitalisme di Era Digital: Manusia, Ruang, dan Alat

Ide menulis tulisan ini, dimulai ketika beberapa waktu lalu...

Belajar Gerakan Kedaulatan Diri Owadaa dari Meeuwodide (Bagian 2)

Pada bagian pertama catatan ini sebelumya, saya mencoba untuk belajar pandangan konseptual tentang Owadaa. Selain itu, sisi teologis yang...

Belajar pada Njoto, Menuju Jurnalisme yang Mendidik Massa

Dalam deretan tokoh-tokoh jurnalistik di Indonesia, nama Njoto jarang terdengar. Kerap ketika berbicara mengenai sejarah jurnalisme di Indonesia, nama...

Empat Babak Sekuritisasi di Papua

Sejak dimulainya Operasi Tri Komando Rakyat (Trikora) oleh Presiden Soekarno pada 19 Desember 1961 banyak terjadi pelanggaran hak asasi...

Mambesak dan Gerakan Kebudayaan Papua Pascakolonial

Mambesak tidak sekadar grup musik Papua biasa. Selain sebagai pioner dengan mempopulerkan lagu-lagu daerah Papua yang kaya dan beragam,...

Rubrikasi

Konten TerkaitRELATED
Rekomendasi Bacaan