Analisa Harian KEK Menjadi Ancaman Bagi Masyarakat Adat Moi di Sorong

KEK Menjadi Ancaman Bagi Masyarakat Adat Moi di Sorong

-

Sebelum membahas lebih jauh terkait Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong untuk siapa? Penulis akan mengulas terlebih dahulu tentang KEK itu sendiri, agar pembaca dapat memahami tentang KEK. Mengenai definisi, penulis akan menitikberatkan penjelasannya pada peraturan perundang-undangan, sehingga tidak menimbulakn definisi yang liar (multitafsir). Tidak hanya itu penulis juga akan menguraikan beberapa peraturan yang menjadi dasar hukum tentang KEK itu, serta perihal pengaturan mengenai KEK yang ada di Sorong.

Mengenai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dapat di definisikan sebagai kawasan dengan batasan tertentu dalam wilayah hukum Indonesia, yang ditetapkan untuk menyelengarakan fungsi perekonomian dan fasilitas tertentu.[1] Pemerintah menilai pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus tergolong penting bagi perekonomian nasional. Sebab, dalam rangka mempercepat  pencapaian pembangunan ekonomi, diperlukan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategis. Yang dimaksud dengan geoekonomi adalah kombinasi faktor ekonomi dan geografi dalam perdagangan internasional, sedangkan geostrategis adalah kombinasi faktor geopolitik (pengaruh faktor geografi, ekonomi, dan geografi dalam politik luar negeri suatu negara) dan strategi yang memberikan peran tertentu pada suatu kawasan geografis.[2] Kawasan Ekonomi Khusus sesuai ketentuannya berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional.[3]

Pengaturan mengenai KEK mulai diatur sejak 2009, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama-sama Pemerintah pada tanggal 14 Oktober 2009 kemudian menetapkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus, undang-undang ini dimaksudkan sebagai dasar hukum bagi pemerintah dalam menyelenggarakan KEK pada tempat-tempat yang dianggap memiliki potensi ekonomi serta berada langsung pada jalur lalulintas pelayaran internasional. KEK merupakan pengembangan dari berbagai jenis kawasan ekonomi yang berada pada kawasan ekonomi sebelumnya. Sebelumnya pada tahun 1970, mulai dikenal adanya pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Kemudian pada tahun 1972 muncul pengembangan Kawasan Berikat, pada tahun 1989 muncul Kawasan Industri, pada tahun 1996 dikembangkan kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET), dan pada 2009 dimulai dengan Pengembangan KEK setelah dibentuk UU 39/2009.[4]

Bagian penjelasan umum UU 39/2009 menjelaskan pengembangan KEK bertujuan untuk mempercepat perkembangan daerah dan sebagai model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi, antara lain industri, parawisata, dan perdagangan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Sesuai dengan hal tersebut, KEK terdiri atas satu atau beberapa zona, antara lain zona Pengolahan ekspor, Logistik, Industri, Pengembangan teknologi, Parawisata, Energi dan/atau Ekonomi lain.

Suatu lokasi apabilah hendak diusulkan untuk menjadi KEK harus memenuhi kriterian sebagaimana terdapat dalam pasal 4 UU 39/2009: (1) Sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan tidak berpotensi menganggu kawasan lindung; (2) Pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan mendukung KEK; (3) Terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional atau dekat dengan jalur pelayaran internasional di indonesia atau terletak pada wilayah potensi sumber daya unggul; dan (4) Mempunyai batas yang jelas.

Untuk menyelenggara KEK dibentuklah Dewan Nasional, Dewan Kawasan, dan Administrator. Dewan Nasonal adalah dewan yang dibentuk ditingkat nasional untuk menyelenggarakan KEK, Dewan Kawasan adalah dewan yang dibentuk di tingkat provinsi untuk membantu Dewan Nasional dalam penyelenggaraan KEK, sedangkan Administrator adalah bagian dari Dewan Kawasan yang dibentuk untuk setiap KEK guna membantu Dewan Kawasan dalam penyelenggaraan KEK.

Setelah disahkan undang undang nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, untuk melaksanakan pasal 150 dan pasal 158 huruf B, kemudian pemeritah menetapkan Peraturan Pemeritnah Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus. Sehingga tidak heran jika pemerintah terus mengembangkan pembangunan KEK dihampir seluruh provinsi-provinsi di Indonesia, dengan adanya UU Cipta Kerja diperkirakan pertumbuhan investasi akan terus meningkat pesat karena UU tersebut sangat menjanjikan kemudahan berinvestasi di Indonesia.

Kawasan Ekonomi Khusus Sorong

Dasar hukum pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat kini Papua Barat Daya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2016 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus Sorong. KEK Sorong merupakan yang pertama di tanah Papua, baik Provinsi Papua dan Papua Barat. Pada Oktober 2019, pemerintah meresmikan beroperasinya KEK Sorong. Peresmian dilakukan oleh Mentri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution. Dalam sambutannya Menko Darmin mengingatkan kepada pemerintah daerah untuk mempermudah urusan perizinan bagi para calon investor.[5]

KEK Sorong, berlokasi di Distri Mayamuk Kabupaten Sorong, Papua Barat. Berdasarkan PP 31/2016 KEK Sorong akan dibangun pada lahan seluas 523,7 Ha. Sesuai dengan rencana pembangunan KEK ada beberapa kegitan utama yang akan didorong di antaranya: Industri Pengelolaan Nikel, Industri Pengelolaan Kelapa Sawit, Industri Hasil Hutan dan Perkebunan (Sagu), dan Logistik. KEK Sorong di Proyeksikan menarik investasi sebesar Rp. 32,2 T dan dapat diproyeksikan menyerap tenaga kerja hingga 15.024 orang hingga tahun 2025.

Masyarakat adat yang terdampak langsung dari pembangunan KEK tersebut adalah gelek Kammi, gelek Kammi terancam kehilangan tanah adatnya seluas 523,7 Ha, tapi juga mengancam ruang hidup masyarakat adat di Kabupaten Sorong.

Jika mengacu pada pasal 4 UU Nomor 9 Tahun 2009, KEK sorong cukup memenuhi syarat diantaranya ada dukungan dari pemerintah daerah, ketersediaan lahan yang cukup dan batas yang jelas, berada pada jalur perdagangan internasional Asia Pasifik dan Australia, dan telah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Selain itu, masyarakat pemilik  hak ulayat gelek Kammi juga memberikan lahan dan dukungan atas pembangunan KEK tersebut.

Perihal PP Nomor 31 Tahun 2016 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus Sorong

Peraturan pemerintah ini ditetapkan pada 1 Agustus 2016 oleh presiden Joko Widodo, kemudian diundangkan pada 3 Agustus 2016. Ada beberpa pertimbangan pembentukan PP 31/2016 diantaranya; (1) Bahwa untuk mengembangkan perekonomian pada wilayah Kabupaten Sorong yang bersifat strategis bagi pengembangan ekonomi nasional, perlu dikembangkan Kawasan Ekonomi Khusus Sorong; (2) Bahwa Pemerintah Kabupaten Sorong sebagai pengusul telah memenuhi dan melengkapi kriteria dan penetapan persyaratan wilayah Kabupaten Sorong sebagai Kawasan Ekonomi Khusus; (3) Bahwa berdasarkan pasal 7 ayat (4) UU 39/2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus, Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

Dengan beberapa pertimbangan tersebut terutama poin C, maka kemudia pemerintah menetapka PP 31/2016. PP 31/2016 menetapkan lokasi yang akan dijadikan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus Sorong seluas 523,7 Ha, dengan batas-batas sebagai berikut; Sebelah Utara berbatasan dengan Kampung Arar, Distrik Mayamuk Kabupaten Sorong ; Sebelah Timur berbatasan dengan Kampung Arar, Distrik Mayamuk Kabupaten Sorong; Sebelah Selatan berbatasan dengan Kampung Jeflio, Distrik Mayamuk Kabupaten Sorong; Sebelah Barat berbatasan dengan Kampung Jeflio, Distrik Mayamuk Kabupaten Sorong dan Selat Sele. Berikutnya Kawasan Ekonomi Khusus sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini terdiri dari Zona Logistik, Zona Industri, dan Zona Pengelolaan Ekspor.

Ancamannya Bagi Masyarkat Adat Moi

Masyarakat adat Papua hidup berhadapan dengan ancaman yang nyata, berkaitan dengan perampasan tanah dan hutan adat untuk kepentingan pembangunan dan investasi. Kebijakan pemerintah yang Top Down sangat mengabaikan keberadaan dan hak-hak masyarakat adat. Pengakuan akan keberadaan masyarakat adat dalam konstitusi masih sebatas tulisan diatas kertas, pemerintah belum menunjukan sikap serius untuk melindungi hak-hak masyarakat adat.

Pemerintah menjanjikan lapangan kerja dan hidup sejahtera bagi masyarakat dari semua kebijakan mereka, yang berhubungan dengan  investasi. Aktifitas invetasi terutama kelapa sawit terus mengancam hilangnya hutan dan tanah masyarakat adat Papua, hilangnya ruang kelola, serta timbulnya konflik horizontal yang berkepanjangan.

Kawasan Ekonomi Khusus Sorong, merupakan kebijakan pemerintah yang sangat mengancam keberadaan masyarakat adat Papua. Setidaknya KEK Sorong akan mendatangkan banyak investor untuk berinvestasi. Untuk kepentingan pembangunan KEK Sorong, Gelek Kammi harus kehilangan tanah adat seluas 523,7 dengan konpensasi yang sangat kecil nilainya.

KEK Sorong akan menjadi ruang bagi para pemilik modal untuk terus memperkaya diri dengan mengorbankan hak-hak masyarakat adat Papua, terutama masyarakat adat Moi di Kabupten Sorong. Sejak bersentuhan dengan investasi pada tahun1935, suku Moi hingga kini masih hidup melarat dan jauh dari kata sejahtera. Sumber daya alam mereka diambil dan manusianya diterlantarkan, itulah kata yang tepat untuk mengambarkan nasib suku Moi yang semakin terancam diatas negerinya sendiri.

KEK Sorong tidak saja merampas tanah adat milik Gelek Kammi, tapi juga mengancam tanah adat suku Moi di beberpa wilayah lain. Misalnya masyarkat adat di distrik Moi Segen, mereka harus kehilangan tanah adat untuk pembukaan jalan KEK ke arah Distrik Seget, beberapa gelek telah menerima dan diberikan konpensasi. Tapi ada juga gelek yang menolak rencana pembukaan jalan tersebut.

Gelek Klagilit Maburu/mawera menolak rencana pembukaan jalan yang akan melewati tanah dan hutan adat mereka, pada tahun 2019 lalu. Mereka mempertanyakan untuk siapa jalan itu dibangun? apakah untuk masyarakat atau untuk mempermudah pera pemodal (investor) untuk marampas dan mengambil kekayaan alam mereka dan masyarakat adat Moi pada umunya.

Tidak saja masyarakat adat di Moi Sigin, untuk memperlancar pengoperasian KEK Sorong, maka perlu penyediaan air baku yang cukup. oleh sebabnya, pemerintah terus berupaya mendapatkan sumber air baku untuk menunjang lancarnya aktifitas di KEK tersebut. Salah satu gelek di Distrik Klamono harus kehilangan tanah adat seluas 20 ha untuk dijadikan tempat pengambilan ari baku dari sungai Klasafet/klamono. Sebagai informasi bahwa jumlah debit air yang akan diambil dari sungai Klasafet/klamono berkapasitas 150 liter per detik.

Hal yang sama juga dialamai oleh masyarakat adat di lembah Klaso, Kabupaten Sorong. Setidaknya ± 60 an gelek akan kehilangan tanah adatnya seluas ± 6740,74 Ha untuk pembangunan bendungan Warsamsom sebagai infrastruktur dasar Pembangkit Linstrik Tenaga Air (PLTA) (baca bendungan warsamsum untuk siapa).[6] Pembangunan bendungan Warsamsom oleh Balai Wilayah Sungai Papua Barat, Direktorat Jendral Sumber Daya Air, Kementrian PUPR, sebagai penanggung jawab proyek. pada pertemuan persipan pembangunan bendungan Warsamsom (Desember 2021), Mengatakan bahwa salah satu yang melatarbelakangi proyek pembangikit energi ini adalah kepentingan pembangunan KEK Sorong.[7] Energi listrik yang dihasilkan dari PLTA Warsamsom akan memasok industri pengelolahan di KEK Sorong, yakni industri pengolahan minyak kelapa sawit, pengolahan nikel, hasil hutan kayu dan non kayu.[8]

Dengan demikian semakin jelas bahwa, kehadiran KEK Sorong bukan untuk kepentingan masyarkat adat Papua, terlebih khusus masyarakat adat Moi. KEK Sorong tidak hanya mengancam hilangnya tanah adat Gelek Kammi, tapi juga mengancam hutan dan tanah masyarakat adat Moi pada umumnya. Dengan demikian tidak ada alasan bagi masyarakat adat Moi untuk menerima semua kebijakan pemerintah yang terus berupaya merampas ruang hidup masyarakat adat. KEK Sorong bukan masa depan bagi suku Moi, KEK Sorong hanya akan memperpanjang penderitaan di negeri Malamoi.

***

[1] Baca Undang-Undang Nomor Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus

[2] Ibid

[3] Ibid

[4] https://mycity.co.id/mengenal-kawasan-ekonomi-khusus-dampaknya-bagi-perekonomian-indonesia/. diakses pada 2 Juli 2022, pukul 04.07 WIT.

[5] https://kek.go.id/berita/2019/10/Resmi-Beroperasi-KEK-Sorong-Siap-Majukan-Ekonomi-Papua-Barat-258. Diakses pada 22 Januari 2023, pukul 20.09 WIT.

[6] https://pusaka.or.id/bendungan-warsamson-untuk-siapa/ diakses pada 23 Januari 2023, pukul 00.38 WIT.

[7] Ibid

[8] Ibid

Ambo Klagilit
Penulis adalah Ketua Gerakan Perjuangan Rakyat Papua (GPRP) di Sorong Raya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kirim Donasi

Terbaru

Rekonstruksi Identitas Orang Papua Melalui Perubahan Nama Tempat

Irian berubah menjadi Irian. Masyarakat Papua atau orang-orang yang...

Rosa Moiwend dan Kesalahan Teori Patriarki

Rosa Moiwend, salah satu kamerad kita di Papua menulis di media Lao-Lao Papua pada 9 Juni 2023, bahwa gerakan...

Ekofeminisme dan Hubungan Antara Perempuan dengan Hutan Sagu

Sebuah pandangan mengenai hubungan antara perempuan dengan hutan sagu di Kampung Yoboi, Sentani dan bagaimana mengujinya dengan perspektif ekofeminisme. Sagu...

Ancaman Pembangunan Terhadap Lahan Berkebun Mama Mee di Kota Jayapura

"Ini kodo tai koo teakeitipeko iniyaka yokaido nota tenaipigai, tekoda maiya beu, nota tinimaipigai kodokoyoka, tai kodo to nekeitai...

Memahami Perempuan (Papua) dari Tiga Buku Nawal El Saadawi

Sebuah ringkasan secara umum Pengantar Isu feminisme di Papua pada umumnya masih banyak menuai pro dan kontra. Itu bisa kita temukan...

Rubrikasi

Konten TerkaitRELATED
Rekomendasi Bacaan