Press Release RPMR: Kami Bukan Monyet, Kami Bersama Victor Yeimo Melawan...

RPMR: Kami Bukan Monyet, Kami Bersama Victor Yeimo Melawan Rasisme

-

Press Release

Rakyat Papua Melawan Rasisme (RPMR)

Kami Bukan Monyet, Kami Bersama Victor Yeimo Melawan Rasisme

Rasisme adalah salah satu bentuk kejahatan kemanusiaan yang terjadi hampir di seluruh penjuru dunia dan menyasar kelompok ras dan etnis yang dipandang minoritas dan inferior. Saat Belanda menjajah Indonesia, Belanda menggunakan kata “inlander”, sama dengan anjing atau manusia tingkat rendah, yang mengarah pada pribumi Indonesia. Saat Belanda menjajah Papua, Belanda menggunakan kata “babi” pada penduduk pribumi di Papua. Dan saat ini, kata yang sering dipakai untuk  mendiskriminasi ras kulit hitam di Papua adalah kata “monyet” atau “kera”. Rasisme bukan sekedar ujaran rasial secara langsung, tetapi tindakan lain seperti menutup hidung saat melihat atau berinteraksi dengan orang karena menganggap orang itu bau atau kotor karena warna kulitnya hitam. Ini adalah bagian dari tindakan rasisme.

Pengakuan bahwa semua manusia dari berbagai ras dan etnis memiliki hak yang sama untuk hidup dan diperlakukan selayaknya manusia adalah perjuangan di level internasional. Semua orang di dunia berjuang untuk dipandang setara sebagai manusia.

Karena rasisme adalah masalah yang terjadi di seluruh belahan dunia, maka pada tanggal 21 Desember 1965, Majelis Umum PBB mengesahkan Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial atau Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (CERD). Dengan disahkannya konvensi ini, maka konvensi ini menjadi memiliki kekuatan hukum kepada negara anggota yang menandatangani konvensi ini. Pemerintah Republik Indonesia telah menandatangani konvensi ini pada tanggal 25 Mei 1999.

Sebagai tindak lanjut dari diratifikasinya CERD, maka Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis yang isinya mendukung segala bentuk penghapusan diskriminasi ras dan etnis. Dalam pasal 7a dan pasal 7c telah diberikan tanggung jawab pemerintah adalah memberikan perlindungan terhadap warga negara yang mendapatkan tindakan diskriminasi dan mendukung dan mendorong penghapusan diskriminasi ras dan etnis.

Semua aturan yang telah ada dengan jaminan perlindungan hukum terhadap korban rasisme, serta sangsi hukum yang telah ditetapkan terhadap para pelaku rasisme, seharusnya rasisme adalah tanggung jawab semua orang yang mengakui bahwa diskriminasi ras adalah tindakan yang bertentangan dengan asas persamaan, asas kebebasan, asas keadilan dan nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Dan untuk menghapusnya adalah tanggung jawab bersama semua orang.

Rasisme yang selama ini dirasakan oleh orang Papua sendiri memuncak pada peristiwa di Surabaya, dimana sekelompok masyarakat datang di Asrama Mahasiswa Papua dan meneriakan Keluar ko monyetdan kata Usir Papua sekarang juga”. Tindakan ini memantik kemarahan rakyat Papua di semua kota dengan memobilisasi diri sebagai kesadaran tertinggi rakyat Papua bahwa rakyat Papua bukan monyet melainkan manusia yang memiliki hak hidup yang sama. Aksi Rasisme dilakukan ditahun 2019 sebagai wujud perlawanan rakyat.

Meski telah melakukan perlawanan yang memancing ribuan manusia yang melawan diskriminasi ras terhadap orang Papua, tetapi rasisme masih terus terjadi. Dalam kondisi sakit dengan status tersangka kasus korupsi, Gubernur Papua, Lukas Enembe dikatakan kera, monyet, dan binatang. Lukas Enembe adalah orang Papua yang menerima perlakuan rasis dari orang-orang yang tidak memandang orang Papua sebagai manusia. Lukas Enembe hanyalah salah satu dari jutaan rakyat Papua yang telah merasakan perlakuan rasis.  Bahkan tokoh-tokoh besar seperti Frans Kaisiepo, Boas Salossa, bahkan Natalius Pigai yang berjuang untuk hak asasi manusia semua turut menjadi korban rasisme.

Untuk melawan segala bentuk rasisme terhadap orang Papua dan untuk semua kelompok ras dan etnis lainnya, saat ini Victor Yeimo sedang berada di dalam penjara karena membela harkat dan martabat manusia Papua yang disebut sebagai monyet. Orasi politik Victor Yeimo tentang rasisme dianggap sebagai perbuatan yang melawan negara tanpa melihat isi dari narasi yang dikeluarkan oleh Victor Yeimo. Sementara Victor Yeimo dan para tahanan politik sebelumnya langsung diadili dengan pasal makar, para pelaku rasisme justru tidak kunjung diadili dan diberikan hukuman sesuai Pasal 16 bahwa para pelaku rasisme akan dihukum 5 tahun penjara atau denda paling banyak Rp.500.000.000.

Oleh karena kami yang bergabung dalam Rakyat Papua Melawan Rasisme (RPMR) menyatakan sikap sebagai berikut :

Pertama: Segera hapuskan diskriminasi ras dan etnis, serta tangkap dan adili semua pelaku rasisme

Kedua: Mengutuk dengan keras ujaran rasis dan penyiksaan terhadap 3 anak di Keroom

Ketiga: Meminta Pengadilan Militer III Jayapura untuk memberikan vonis hukuman mati terhadap lima pelaku kasus mutilasi di Timika

Keempat: Hentikan segala bentuk teror dan intimidasi terhadap jurnalis dan pembela HAM di Papua

Kelima: Bebaskan seluruh tahanan politik di Papua

Keenam: Hentikan kriminalisasi terhadap Victor Yeimo sebagai korban rasisme dan bebaskan Victor Yeimo tanpa syarat.

Demikian pernyataan sikap ini kami keluarkan dengan penuh rasa tanggung jawab, atas perhatian dan kerja sama tak lupa kami sampaikan terima kasih.

Jayapura, 24 Januari 2023

Rakyat Papua Melawan Rasisme (RPMR)

Korlap: Sadrack Lagowan                                        

Wakorlap: Nain Wakla

Koordinator: Wene Kilungga, Kenias Payage                

Redaksi Lao-Lao
Teori pilihan dan editorial redaksi Lao-Lao

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kirim Donasi

Terbaru

Kapitalisme di Era Digital: Manusia, Ruang, dan Alat

Ide menulis tulisan ini, dimulai ketika beberapa waktu lalu...

Belajar Gerakan Kedaulatan Diri Owadaa dari Meeuwodide (Bagian 2)

Pada bagian pertama catatan ini sebelumya, saya mencoba untuk belajar pandangan konseptual tentang Owadaa. Selain itu, sisi teologis yang...

Belajar pada Njoto, Menuju Jurnalisme yang Mendidik Massa

Dalam deretan tokoh-tokoh jurnalistik di Indonesia, nama Njoto jarang terdengar. Kerap ketika berbicara mengenai sejarah jurnalisme di Indonesia, nama...

Empat Babak Sekuritisasi di Papua

Sejak dimulainya Operasi Tri Komando Rakyat (Trikora) oleh Presiden Soekarno pada 19 Desember 1961 banyak terjadi pelanggaran hak asasi...

Mambesak dan Gerakan Kebudayaan Papua Pascakolonial

Mambesak tidak sekadar grup musik Papua biasa. Selain sebagai pioner dengan mempopulerkan lagu-lagu daerah Papua yang kaya dan beragam,...

Rubrikasi

Konten TerkaitRELATED
Rekomendasi Bacaan