Press Release KMAP: Hentikan Perampasan Tanah dan Tutup Semua Perusahan Milik...

KMAP: Hentikan Perampasan Tanah dan Tutup Semua Perusahan Milik Kapitalis

-

Pernyataan Sikap

Koalisi Masyarakat Adat Papua (KMAP)

Memperingati Hari Masyarakat Adat Internasional, 9 Agustus 2023

“Hentikan Perampasan Tanah dan Tutup Semua Perusahaan Milik Kapitalis di Atas Tanah Papua”

Salam Pembebasan Masyarakat Adat Papua!

Amakanie, Amolongo, Nimo, Koyao, Koha, Kosa, Kinaonak, Nare, Yepmum, Dormum, Tabea Mufa, Walak, Foi Moi, Norii, Wainambe, Telep, Nayaklak, Wiwao, Waa…waa…waa…waa…waa…waa..waa..waa..waa..waaa!

Tanggal 9 Agustus, merupakan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia yang ditetapkan oleh Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 23 desember 1994 dalam resolusi 49/214.  Setiap tahun, Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia oleh PBB dan masyarakat adat di berbagai wilayah termasuk di West Papua.

Tahun 2023, Hari Masyarakat Adat Internasional mengangkat tema: “Pemuda Adat sebagai Agen Perubahan untuk Penentuan Nasib Sendiri”. Tema ini merupakan penegasan pengakuan dunia internasional terhadap peran pemuda adat dalam perjuangan hak menentukan nasib sendiri atas wilayah kelola adat yang dikuasai oleh masyarakat adat dalam berbagai konteks sekaligus merefleksikan dan memastikan eksistensi dan keberlanjutan pengetahuan tradisional lintas generasi. Karena penting dan sentralnya posisi dan peran pemuda adat, dalam diskursus dan kebijakan perubahan iklim pun, dunia internasional bahkan menegaskan pentingnya keterlibatan kaum muda dalam kebijakan iklim yang berkeadilan dan menjaga eksistensi masyarakat adat dan sumber daya alamnya.

Peran pemuda adat dan masyarakat adat secara umum sangat esensial. Pemuda adat diharapkan  tidak saja dibekali ilmu pengetahuan tetapi juga mempraktikkan secara konsisten pengetahuan tradisional secara turun-temurun dalam pengelolaan sumber daya alam, merawat lingkungan, hutan, pertanian dan mata pencaharian untuk menjaga ketahanan hidup masyarakat adat secara kolektif di atas wilayah adatnya.  Sayangnya pemuda dan masyarakat adat Papua di dalam bingkai negara kolonial Indonesia masih dipandang sebelah mata, diabaikan, didiskriminasi dan bahkan tidak diakui secara tegas.

Masyarakat adat Papua tidak dilibatkan secara aktif dalam pembahasan keberlanjutan kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) tahun 2021 dan pemekaran 4 Daerah Otonomi Baru (DOB) di atas tanah Papua pada 2022 kemarin. Kebijakan sepihak, tidak demokratis, diskriminatif, dan rasis tersebut menunjukkan wajah negara Indonesia di Papua, bukan hanya dalam konteks kebijakan politik tetapi juga dalam hal pengelolaan sumber daya alam dan pengelolaan lingkungan hidup masyarakat adat tidak pernah dilibatkan.

Masyarakat adat Papua benar-benar disingkirkan, tidak ada celah untuk menentukan arah pembangunan sesuai kebutuhan masyarakat adat yang berdasarkan pada prinsip-prinsip kelestarian kearifan lokal, sistem ekonomi komunal yang ada pada masyarakat adat Papua.

Politik pembangunan Negara yang tidak ramah masyarakat adat akan mengancam tatanan adat; mengubah corak produksi, mengubah pola konsumsi, merampas tanah adat, menghancurkan kearifan lokal, menggusur hutan adat dan eksistensi masyarakat adat tergerus arus pembangunan kapitalisme.

Berdasarkan laporan Koalisi Indonesia Memantau tahun 2021 menyebutkan sepanjang dua dekade terakhir, tutupan hutan alam di atas tanah milik masyarakat adat Papua menyusut 663.443 hektar, 29% terjadi pada 2001-2010 dan 71% 2011-2019. Bila di rerata, terjadi deforestasi 34.918 hektar per tahun, dengan deforestasi tertinggi terjadi pada 2015 yang menghilangkan 89.881 hektar hutan alam tanah Papua. Liputan Narasi Newsroom 2023 memberitakan, sektor-Sektor yang menjadi dalang deforestasi hutan dan perampasan tanah adat di tanah Papua adalah perkebunan, pertambangan, kayu dan kertas, dan pembangunan.

Masyarakat adat di Papua adalah korban langsung atas hancurnya lingkungan hidup dan praktek perampasan tanah adat oleh negara. Perjuangan masyarakat adat untuk menyelamatkan lingkungan dan penguasaan atas kepemilikan tanah adat sudah dilakukan sejak dahulu namun dipersulit melalui mekanisme legal formal, tidak terbukanya informasi korporasi dan keterlibatan institusi militer di wilayah investasi yang semakin meningkat.

Bukan rahasia umum bagi kita bahwasanya negara selalu melakukan pendekatan militer dan kebijakan yang memaksa untuk meneror masyarakat dan merampas tanah adat milik rakyat Papua. ELSHAM 2023 melaporkan pengiriman militer terus bertambah, pada tahun 2020 pengiriman 7.874 personil dan pada 2022 pengiriman 20.002 personil dengan target melakukan operasi militer di wilayah perang TPNPB, tentu motif sesungguhnya adalah merebut kekayaan sumber daya alam di wilayah seluas 45.9 juta hektar, tanah Papua yang didiami 253 suku bangsa Papua.

Pecah belah dan provokasi masyarakat adat dalam pusaran bisnis militer, pembangunan Indonesia dan kepentingan investasi modal kapitalis terus terjadi, salah satunya adalah konflik tanah di Distrik Uwapa, Topo, Nabire kemarin, tidak hanya itu negara pun terus melakukan kriminalisasi dan penahanan terhadap aktivis pro demokrasi dan lingkungan Haris Azhar dan Fathia, Yanto Awerkion, dan lain-lain adalah salah satu dari rentetan upaya negara mengisolasi gerakan rakyat agar investasi modal Internasional (kapitalis) tetap berjalan untuk akumulasi modal.

Kebijakan dan praktek ekonomi politik yang tidak mengakomodir kepentingan rakyat dan lingkungan hidup telah menghancurkan alam, merampas tanah adat dan pemiskinan (proletarianisasi) masyarakat adat semakin meningkat. Maka kami menyatakan sikap sebagai berikut :

  1. Seluruh wilayah adat di Papua bukan milik Negara Kesatuan Republik Indonesia
  2. Hentikan Perampasan Tanah adat dengan dalih Pembangun bagi masyarakat adat Papua.
  3. Menolak Rencana Investasi Blok Wabu diatas Tanah milik Masyarakat adat di Intan Jaya
  4. Mendukung Perjuangan Masyarakat adat Awyu melawan Perusahaan PT.Indo Asia Lestari dan Negara melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua segera mencabut Izin Lingkungan hidup dan operasi atas Tanah adat suku Awyu seluas 39.190
  5. Pemerintah Provinsi Papua Tengah harus  menghargai dan menghormati hak-hak masyarakat adat 6 suku di Nabire.
  6. Hentikan berbagai bentuk provokasi masyarakat adat untuk menciptakan konflik horizontal untuk kepentingan investasi di Nabire dan seluruh tanah Papua
  7. Hentikan Pembuangan sampah plastik di laut, danau dan sungai yang mencemari ruang hidup masyarakat adat di seluruh Tanah PapuaMenolak Rencana Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Kali Yawei Kabupaten Deiyai.
  8. Menolak rencana pengembangan bisnis Pariwisata di Kampung Dimiya, Tagee, oleh pemerintah daerah kabupaten Paniai.
  9. Tutup dan audit kesehatan lingkungan terhadap PT Freeport, BP LNG Tangguh dan berbagai perusahaan multinasional yang beroperasi di Tanah Papua.
  10. Hentikan perampasan tanah adat di Walesi, Wamena untuk pembangunan kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan.
  11. Pemerintah kabupaten  Jayapura segera mencabut izin lokasi PT.Permata Nusa Mandiri dan DPMPTSP Provinsi Papua segera mencabut Izin Usaha Perkebunan PT. PNM dan BPN/ATR segera mencabut Hak Guna Usaha PT.PNM dari wilayah Masyarakat Adat Grime Nawa.
  12. Hentikan aktivitas Deforestasi, aktivitas industri tambang dan perburuan satwa langkah yang terus mengancam keanekaragaman flora dan fauna di Papua.
  13. Hentikan operasi militer dan tarik militer organik dan non Organik dari Intan Jaya, Nduga, Yahukimo, Pegunungan Bintang, Maybrat, Puncak Papua dan seluruh tanah Papua.
  14. Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri Sebagai Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua.

Nabire, 09 Agustus 2023

Koordinator Umum – Sename

***

Yang berfront dalam Koalisi Masyarakat Adat Papua: Asosiasi Masyarakat Adat (AMA) Papua, Komite Nasional Papua (KNPB) Teluk Cendrawasih, Asosiasi Pedagang Asli Papua (APAP), Forum Independen Mahasiswa (FIM) West Papua, Komunitas Green Papua, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Kendari, Individu-Individu.

Redaksi Lao-Lao
Teori pilihan dan editorial redaksi Lao-Lao

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kirim Donasi

Terbaru

Rekonstruksi Identitas Orang Papua Melalui Perubahan Nama Tempat

Irian berubah menjadi Irian. Masyarakat Papua atau orang-orang yang...

Rosa Moiwend dan Kesalahan Teori Patriarki

Rosa Moiwend, salah satu kamerad kita di Papua menulis di media Lao-Lao Papua pada 9 Juni 2023, bahwa gerakan...

Ekofeminisme dan Hubungan Antara Perempuan dengan Hutan Sagu

Sebuah pandangan mengenai hubungan antara perempuan dengan hutan sagu di Kampung Yoboi, Sentani dan bagaimana mengujinya dengan perspektif ekofeminisme. Sagu...

Ancaman Pembangunan Terhadap Lahan Berkebun Mama Mee di Kota Jayapura

"Ini kodo tai koo teakeitipeko iniyaka yokaido nota tenaipigai, tekoda maiya beu, nota tinimaipigai kodokoyoka, tai kodo to nekeitai...

Memahami Perempuan (Papua) dari Tiga Buku Nawal El Saadawi

Sebuah ringkasan secara umum Pengantar Isu feminisme di Papua pada umumnya masih banyak menuai pro dan kontra. Itu bisa kita temukan...

Rubrikasi

Konten TerkaitRELATED
Rekomendasi Bacaan