Analisa Harian "Hantu Komunisme" dan Gagalnya Kemerdekaan Papua

“Hantu Komunisme” dan Gagalnya Kemerdekaan Papua

-

Munculnya Komunisme

Pembicaraan mengenai komunisme itu merentang ruang dan waktu. Berawal dari pandangan Karl Marx di Paris tahun 1845 sampai melangkahi benua dan jaman hingga tiba Indonesia saat ini. Marx pada tahun itu, menerbitkan beberapa karya, diantaranya: Tesis tentang Feuerbach (Marx, 1845), Kemiskinan Filsafat (Marx, 1847). Kerja-upahan dan Kapital (Marx, 1847), Prinsip-prinsip Komunisme (Engels, 1847). Manifesto Partai Komunis (Marx dan Engels, 1848), Upah Harga dan Laba (Marx, 1865), Masalah Perumahan (Engels, 1872), hingga menerbitkan buku yang fenomenal Kapital I, Kapital II, Kapital III (Marx, 1867 – 1894). Karyanya menjadikaan ia sebagai salah orang yang termasyhur hingga saat ini. Dan karenanya ia sering dinobatkan menjadi salah satu tokoh yang mengubah dunia. Ia juga termasuk salah satu orang Yahudi yang memberikan kontribusi besar di abad ke-19 seperti yang dikemukakan oleh Dimont, “….periode ini, menjulang …figur-figur Yahudi seperti Marx, Freud, Bergson, dan Einstein.” (Dimont: 2018, 434).

Tidak hanya itu, dengan karyanya pun telah menjadi praktek hidup. Dari bagaimana menjadi manusia, mengelola uang, hingga membangun relasi atas dasar kesadaran. Di lain pihak, juga telah memakan begitu banyak nyawa alih-alih sebagai praktek politik. Tidak hanya di eropa, ia menembus ruang dan waktu hingga mendarat dalam persoalan Papua.

Pemikiran kritis Marx terhadap kapitalisme yang (pada masa hidupnya) sedang menimbulkan ketidakadilan dalam sistem ekonomi-politik, menerobos ruang dan waktu hingga menimbulkan beberapa peristiwa besar dalam sejarah umat manusia. Mulai dari bangkitnya resim-resim totaliter Nazisme dan Stalinisme hingga bermuara ke Perang dunia I dan II. Perang antara dua kutub: kutub kiri dan kutub kanan menimbulkan, Perang dingin antara kapitalis raksasa Amerika Serikat dengan tameng kapital-liberal dan di kutub lawannya “gurita birokratis” di bawah payung Uni Soviet. (Hardiman, 2003: 233).

Perlawanan kedua kutub ini pula lah yang melempar Papua dalam api penderitaan. Mula-mula dari Amerika melalui rekayasa Allen Dulles untuk memainkan peran menciptakan “hantu Komunis” di Indonesia demi meloloskan Amerika yang merentangkan sayap ekonomi di Papua, hingga Uni Soviet yang mempersenjatakan Indonesia untuk merebut Papua dari tangan Belanda (pada saat itu) (Poulgrain, 2017). Keduanya adalah dalam upaya melancarkan perang dingin. Perang dingin inilah juga yang membuat Papua jatuh ke dalam Indonesia .

“Hantu Komunis”, Perang Dingin dan Gagalnya Kemerdekaan Papua

“Hantu Komunis” menjadi isu penting pada masa itu (perang dingin). Baik bagi kutub kiri (Uni Soviet) maupun kubu kanan (Amerika Serikat). Amerika melalui Dulles yang sangat gemar memainkan isu ini “hantu” ini. Sebagai agen Intelijen (CIA), ia sangat lihai memainkan peran manipulatif ini. Amerika yang saat itu menjadi lawan kubu komunis, juga ia (Dulles) sendiri yang telah berpengalaman selama PD I dan PD II bersama rekan dekatnya Robert Murphy yang menjabat sebagai Wakil Asisten Sekretaris Negara untuk Urusan Politik (Poulgrain, 2017: 166). Poulgrain menulis bahwa, “…Dulles begitu pintar menciptakan dan menggunakan ketegangan perang dingin.” Ia sering membuat isu bahwa, Indonesia akan dikuasai Komunis, itu mempengaruhi netralitas Amerika Serikat dalam persoalan Papua. Terlebih lagi ketika Alan Dulles membuat nama Soekarno menjadi buruk, “memancing perasaan anti-Komunis John Foster sedalam-dalamnya. Ia sampai, “…. membuat film porno yang mempertontonkan Soekarno dengan perempuan Intelijen Soviet berambut pirang.” Padahal itu palsu. Hal itu dilakukan dalam rangka menciptakan situasi agar Amerika mengambil sikap tegas untuk mendukung Indonesia merebut Papua.

Tidak hanya Amerika, Uni Soviet juga memainkan peran lain dengan memberikan bantuan US$ 450 berupa, “… bantuan lunak lunak … (untuk membelanjakan) berbagai jenis peralatan perang modern, … . (seperti) kapal selam, kapal pemburu, pesawat tempur dan pesawat pembom berukuran sedang.” Tidak hanya Soviet, China juga memberikan simpati kepada Indonesia untuk merebut Papua. Amerika juga tidak kalah dalam hal persenjataan, “…untuk mengimbangi pengaruh Uni Soviet, Amerika Serikat juga memberikan bantuan.” Dan inilah cikal bakal adanya operasi Trikora yang membuat Indonesia melakukan tekanan dengan kekuatan Militer.

Dukungan Uni Soviet ini pula yang kemudian menjadi bahan terbaik untuk Amerika kembali melancarkan serangan isu dan kemudian hari terlibat dalam mendorong terjadinya pembantaian terhadap PKI,1965. Sebelum itu, isu “hantu komunis” digunakan juga untuk mematahkan menaklukan Australia dari Belanda. Terlebih ketika pemerintah Australia berpindah tangan dengan naiknya Robert Menzies (tahun 1950). Ia juga merupakan seseorang yang, “….anti-komunisme” yang pada saat itu, PKI mengalami masa kejayaannya dengan memenangkan 6 juta suara. Keadaan itu, “tidaklah sulit untuk diyakinkan” tulis Greg. Juga kepada Dr. Evatt (pimpinan Majelis Umum PBB) yang anti-komunisme, “komunisme di Indonesia adalah ancaman, dan orang-orang Melanesia tidak boleh dikuasai oleh orang-orang Indonesia” katanya. Kemudian, itu menjadi kesempatan untuk intervensi dan menekan Belanda, menjadikan Papua sebagai bagian dari Indonesia juga dengan penuh manipulasi.

Masuknya “Hantu Komunis” kedalam tubuh Organisasi Papua Merdeka

“Hantu Komunis” ternyata juga masuk ke dalam hiruk-pikuk gerilyawan Papua. Rumkorem mengetahui bahwa Uni Soviet telah mempersenjatai Indonesia dalam penyerbuan pada tahun 1962. Dengan tegas, sejak awal beberapa orang menolak bekerja sama dengan Komunis. “OPM menentang ideologi komunis” tulis Robin. Namun, kemudian, ada celah di Rumkorem salah satu tokoh yang, “merasa kebutuhan akan persenjataan untuk membangun kekuatan TPN sangat mendesak” Lanjut Robin. Dan blok Timur (Uni Soviet), menjanjikan itu. Namun, tidak dengan China. Berbeda dengan Prai yang lebih cenderung untuk tidak bergantung pada pihak lain. Ternyata ini juga menjadi salah satu “hantu” yang membuat percekcokan diantara mereka yang mengakibatkan “Perpecahan kedua orang besar OPM.” Robin menulis, “Dasar percekcokan tersebut adalah mengenai cara mendapatkan suplai senjata, apakah harus didapat dari negara komunis atau tidak.”

Hal itu ternyata tidak berhenti di situ, ia juga mematahkan perhatian PNG. Apalagi mendengar bahwa OPM pada saat itu “bersedia menerima bantuan dari negara-negara komunis, jika ditawari.” Isu itu yang berasal dari mata-mata PNG di perbatasan, membuat aksi Jendral Jusuf dengan “kebijakan yang ramah” tidak diterapkan lagi.

“Hantu”

Jika merujuk pada sejarah, komunis dalam beberapa dekade lalu, tentu telah berakhir dengan keruntuhan Uni Soviet sebagai salah satu kubu-nya. Mereka sebagai musuh terbesar Amerika Serikat, kini telah hilang dari sejarah. Saat ini, Idiom ini sering dijadikan permainan politik, itu jelas terlihat di Indonesia. Lalu siapa mereka? Itu menjadi pertanyaan yang sulit dijawab dengan pergolakan sejarah yang telah terjadi hingga saat ini. Apalagi phobia PKI yang telah diciptakan oleh Allan Dulles telah meracuni orang Indonesia untuk melihat sebagai sosok “hantu.” yang menakutkan dalam sejarah Indonesia. Dalam laporan, “Special Report on Indonesia: The Implication for U.S. Security of Recent Developments in Indonesia, Especially Communist Political Gains in Java” ditulis dengan jelas. Rekomendasi tersebut termuat bahwa, “Menanamkan kesadaran psikologis mengenai bahaya Komunis di Jawa…” Akibatnya, telah menjadi sosok berbahaya, menjadi hantu bagi Indonesia. Apalagi peristiwa itu telah memakan ribuan orang dalam pembantaian.

Telah kita ketahui bahwa di lain sisi, perang dingin ini yang memainkan peran penting dalam berbagai aspek dalam membawah kita hingga dewasa ini yang telah mengenal arti kesetaraan. Namun, itu tidak cukup untuk menghentikan perang dingin. Negara-negara kuat ekonominya, berlomba-lomba membuat senjata yang mampu menghantam benua dalam sekejap. Di depan mata bahwa, perang berubah jadi dagang. Di masa yang penuh desakan oleh wabah korona, tak menghentikan perang. Itulah yang membuat kesulitan untuk kita menyebut siapa “hantu” itu.

Bila awalnya menjadi gerakan kiri (dalam geopolitik Barat), kini sangat sulit untuk menetapkan siapa yang menjadi bagian dari Kiri atau kubu Timur atau Komunis. Bagi Kiri Baru, komunis telah menjadi kaki tangan mesin represif Uni Soviet.” Juga Amerika yang melakukan hal yang sama. Amerika menggunakan komunis sebagai hantu. Lalu sekarang siapa hantunya?

Pertanyaan siapa “hantunya” saat ini sekaligus menuntut jawaban atas siapa musuh kapitalis atau bisa saja sebaliknya? Pertanyaan selanjutnya menghantar permenungan bersama adalah Apakah hantu itu masih melayang-layang? Seberapa kuat dia? Seberapa nyata? Masihkah ia bermain petak umpet? Masihkah akan menjadi hantu bagi perjuangan Papua? Masihkah menyelinap memanipulasi? Tetapi, siapa hantu itu? bentuknya seperti apa? Itu pertanyaan penting yang harus kita jawab.

Mari, kitong cari tahu bersama!

Referensi:

  1. Dimont, Max Isaac, 2008. Yahudi, Tuhan, dan Sejarah: Sejarah Panjang Bangsa Yahudi dari Abad 20 SM hingga 20 M. Yogyakarta: IRCiSoD.
  2. Hardiman, Budi, 2003. Melampaui Positivisme dan Modernitas. Yogyakarta: Kanisius.
  3. Poulgrain, Greg, 2017. Bayang-Bayang Intervensi: Perang Siasat Jhon F. Kennedy dan Allen Dulles atas Sukarno. Yogyakarta: Perpustakaan Nasional RI.
  4. Osborne, Robin, 2001. Kibaran Sampari: Gerakan Pembebasan OPM, dan Perang Rahasia di Papua Barat. Jakarta: Elsam.

 

Henny Kossay
Mahasiswa Papua yang sedang menempuh studi di STISIPOL Palembang

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kirim Donasi

Terbaru

Kapitalisme di Era Digital: Manusia, Ruang, dan Alat

Ide menulis tulisan ini, dimulai ketika beberapa waktu lalu...

Belajar Gerakan Kedaulatan Diri Owadaa dari Meeuwodide (Bagian 2)

Pada bagian pertama catatan ini sebelumya, saya mencoba untuk belajar pandangan konseptual tentang Owadaa. Selain itu, sisi teologis yang...

Belajar pada Njoto, Menuju Jurnalisme yang Mendidik Massa

Dalam deretan tokoh-tokoh jurnalistik di Indonesia, nama Njoto jarang terdengar. Kerap ketika berbicara mengenai sejarah jurnalisme di Indonesia, nama...

Empat Babak Sekuritisasi di Papua

Sejak dimulainya Operasi Tri Komando Rakyat (Trikora) oleh Presiden Soekarno pada 19 Desember 1961 banyak terjadi pelanggaran hak asasi...

Mambesak dan Gerakan Kebudayaan Papua Pascakolonial

Mambesak tidak sekadar grup musik Papua biasa. Selain sebagai pioner dengan mempopulerkan lagu-lagu daerah Papua yang kaya dan beragam,...

Rubrikasi

Konten TerkaitRELATED
Rekomendasi Bacaan