Press Release Sepaham: Lawan Imperialisme, Kolonialisme, Militerisme, dan Seksisme di Papua

Sepaham: Lawan Imperialisme, Kolonialisme, Militerisme, dan Seksisme di Papua

-

Konferensi Serikat Perjuangan Mahasiswa (Sepaham) Papua
Konsolidasi Mahasiswa Papua Se-Indonesia untuk Membangun Persatuan Nasional Melawan Imperialisme, Kolonialisme, Militerisme, dan Seksisme di Papua

Setengah abad perjuangan rakyat Papua semakin hari sudah tidak mampu dihentikan oleh kolonialisme dan militerisme Indonesia. Gerakan-gerakan perjuangan rakyat Papua, baik mahasiswa, buruh, masyarakat adat, hingga gerakan diplomat semakin hari merubah wujud perjuangannya sesuai konteks ketertindasan hingga membuat kolonialisme Indonesia menggunakan berbagai pola represif untuk menekan segala bentuk perlawanan rakyat Papua yang berujung segala jenis pelanggaran-pelanggaran HAM hingga genosida sistematis etnis Melanesia di Papua.

Disamping itu wilayah koloni Papua menjadi wilayah yang subur bagi praktek-praktek kapitalisasi, seperti: perampasan-perampasan tanah adat untuk kepentingan industri, bahkan perusahaan multi kapitalisme seperti MIFEE, BP Tangguh, PT. Freeport, dan lain-lain menjadi bargaining penting untuk kapitalisme agar tetap eksis menghisap dan menjajah rakyat dan tanah Papua. Masyarakat adat Marind di Merauke dihancurkan kehidupan dan masa depannya oleh perusahan-perusahan multi internasional MIFEE yang membuat rakyat disana pecah-belah dan penindasan terus terjadi disana. Juga buruh-buruh Freeport di PHK tanpa alasan yang jelas membuat banyak buruh harus terancam hidupnya, juga wilayah ekspolitasi yang mencapai 2000an industrualisasi besar lainnya yang tersebar di Papua. Tanah-tanah adat milik rakyat diambil alih oleh Negara untuk digadai kepada industri-industri multi nasional, arus ekonomi orang Papua menciptakan ketergantungan yang membuat rakyat tak mampu memproduksi ekonomi lokal dan kebudayaan akibat pengalihan fungsi hutan dan alam Papua.

Selain itu, praktek kolonisasi membuat Papua terisolasi oleh media internasional yang membuat arus ilmu ilmu pengetahuan, informasi media, dan lain-lain diperhambat bahkan membuat rakyat Papua terhegemoni dalam kekuasaan kolonialisme Indonesia. Selain pembunuhan dan penghilangan nyawa rakyat Papua, militer juga sudah mulai melakukan penindasan dengan praktik-praktik halus, seperti dengan pendekatan menjadi guru, perawat, dan lain-lain yang bertujuan untuk membuat rakyat Papua trauma dan hidup dalam ketakutan intimidasi militer.

Dalam kondisi ini juga posisi perempuan Papua pun mengalami penindasan yang cukup parah oleh sistem kapitalisme dan kolonialisme Indonesia. Kolonialisme yang begitu kental membuat kesalahpahaman di dalam peran kerja manusia laki-laki dan perempuan dalam melihat situasi ketertindasan di Papua. Akibatnya perempuan Papua dihambat kehidupannya, baik dalam kehidupan kesehariannya mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, bahkan dalam organisasi-organisasi.

Praktik kolonialisme membuat rakyat Papua terpecah belah, dengan adanya produk-produk pemekaran desa, distrik, daerah, wilayah, dan provinsi, yang membuat rakyat Papua hidup dibawa ketergantungan kolonialisme dan kapitalisme Indonesia, kapitalisme internasional, dan imperialisme. Situasi kolonisasi ini membuat gerakan dan rakyat Papua berkembang lambat.

United Liberation Movement For West Papua (ULMWP) sebagai wadah persatuan pun dihambat oleh koloniasime Indonesia untuk kepentingan politik dan ekonomi Indonesia. Sektor-sektor nelayan, buruh, masyarakat adat, mama-mama pasar dan lain-lain dihambat hidupnya demi kepentingan industri-industri yang sangat merusak tanah dan manusia Papua.

Bahkan dalam melanjutkan eksisistensinya prakteks kolonialisme kemudian berlanjut hingga ranah pendidikan, seperti kapitalisasi, militerisasi, dalam kampus-kampus di Papua. Tunjangan iuran kuliah (UKT) yang terus naik tiap tahunnya dan berbanding terbalik dengan affirmative action di bidang pendidikan rancangan UU Otsus, berakibat pada banyak mahasiswa Papua yang meninggalkan kampus karena alasan-alasan tidak punya biaya kuliah. Juga praktek-praktek militeris yang sudah berani-berani masuk kampus dan mengintervensi kampus yang membuat mahasiswa trauma dan tidak konsentrasi dalam proses pendidikan, seperti halnya yang terjadi di kampus MUSAMUS Merauke. Selain itu juga proses pendidikan kampus yang memproletarisasi mahasiswa menjadi intelektual yang tidak mandiri dan hanya bergantung dan diatur oleh kapitalis dan kolonial Indonesia, yakni pendidikan yang setralistik.

Dengan melihat kondisi-kondisi ini, bahkan sudah adanya banyak gerakan-gekan mahasiswa Papua yang berfokus dengan berbagai isu, mulai dari isu hak penentuan nasib sendiri, hingga isu-isu sektoral di atas, mulai dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), Forum Independen Mahasiswa (FIM) West Papua, Gerakan Mahasiswa, Pemuda, dan Rakyat Papua (Gempar-Papua), serta Solidaritas Nasional, Mahasiswa, dan Pemuda Papua Barat (SONAMAPPA), telah melakukan konferensi bersama yang melahirkan sebuah gerakan persatuan yaitu Serikat Perjuangan Mahasiswa Papua (Sepaham).

Dalam konferensi tersebut telah diputuskan secara kolektif dan demokratis Sepaham Papua sebagai gerakan bersama mahasiswa untuk mempersatukan gerakan dengan isu-isu bersama dalam rangkat memperkuat agenda-agenda bersama ke depan. Dengan tuntutan-tuntutan yang telah diputuskan bersama: anti imperialisme, anti kolonialisme, anti militerisme, anti kapitalisme, dan anti seksisme karena musuh-musuh ini adalah akar dan dalang kejahatan perpecahan, pembunuhan, dan perampasan tanah dan manusia Papua.

Maka, kami memutuskan membangun Sepaham sebagai wadah untuk mendorong konsolidasi mahasiswa Papua se-Indonesia untuk membangun persatuan nasional melawan enam musuh di atas sebagai solusi untuk pembebasan nasional Papua. Kami menyerukan kepada semua gerakan rakyat Papua, untuk sama-sama mendukung inisiatif kami gerakan mahasiswa sebagai pusat perlawanan gerakan mahasiswa.

Sekian dan terima kasih.

Aliansi Mahasiswa Ppaua (AMP), Gerakan Mahasiswa, Pemuda, dan Rakyat Papua (Gempar-P) , Forum Independen Mahasiswa West Papua (FIM-WP), dan Solidaritas Nasional Mahasiswa dan Pemuda Papua Barat (Sonamapa)

Serikat Perjuangan Mahasiswa (Sepaham) Papua

Nelius Wenda
Juru Bicara

Numbay, Kamis 15 November 2018

Redaksi Lao-Lao
Teori pilihan dan editorial redaksi Lao-Lao

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kirim Donasi

Terbaru

Rekonstruksi Identitas Orang Papua Melalui Perubahan Nama Tempat

Irian berubah menjadi Irian. Masyarakat Papua atau orang-orang yang...

Rosa Moiwend dan Kesalahan Teori Patriarki

Rosa Moiwend, salah satu kamerad kita di Papua menulis di media Lao-Lao Papua pada 9 Juni 2023, bahwa gerakan...

Ekofeminisme dan Hubungan Antara Perempuan dengan Hutan Sagu

Sebuah pandangan mengenai hubungan antara perempuan dengan hutan sagu di Kampung Yoboi, Sentani dan bagaimana mengujinya dengan perspektif ekofeminisme. Sagu...

Ancaman Pembangunan Terhadap Lahan Berkebun Mama Mee di Kota Jayapura

"Ini kodo tai koo teakeitipeko iniyaka yokaido nota tenaipigai, tekoda maiya beu, nota tinimaipigai kodokoyoka, tai kodo to nekeitai...

Memahami Perempuan (Papua) dari Tiga Buku Nawal El Saadawi

Sebuah ringkasan secara umum Pengantar Isu feminisme di Papua pada umumnya masih banyak menuai pro dan kontra. Itu bisa kita temukan...

Rubrikasi

Konten TerkaitRELATED
Rekomendasi Bacaan