Ditulis oleh Drs. Sri Agus, M. Pd.
Pendahuluan
Sosialisme secara etimologi berasal dari bahasa Perancis sosial yang berarti kemasyarakatan. Istilah sosialisme pertama kali muncul di Perancis sekitar 1830. Pada umumnya sebutan itu dikenakan bagi aliran yang masing-masing maka mewujutkan masyarakat yang berdasarkan hak milik bersama terhadap alat-alat produksi, dengan maksud agar produksi tidak lagi diselenggarakan oleh orang-orang atau lembaga perorangan atau swasta yang hanya memperoleh laba tetapi semata-mata untuk melayani kebutuhan masyarakat.
Dalam arti tersebut ada empat macam aliran yang dinamakan sosialisme: (1) sosial demokrat, (2) komunisme, (3) anarkhisme, dan (4) sinkalisme (Ali Mudhofir, 1988). Sosialisme ini muncul kira-kira pada awal abad 19, tetapi gerakan ini belum berarti dalam lapangan politik. Baru sejak pertengahan abad 19 yaitu sejak terbit bukunya Marx, Manifes Komunis (1848), sosialisme itu (seakan-akan) sebagai faktor yang sangat menentukan jalannya sejarah umat manusia.
Bentuk lain adalah sosialisme Fabian yaitu suatu bentuk dari teori sosialisme yang menghendaki suatu transisi konstitusional dan pengalihan bertahap pemilikan dan sarana produksi kepada Negara. Tidak akan dilakukan teknik-teknik revolusioner dan lebih tepatkan pada metode pendidikan. Aliran ini mencoba cara yang praktis untuk memanfaatkan semua sarana legislatif untuk pengaturan jam kerja, kesehatan, upah dan kondisi kerja yang lain. Bentuk sosialisme ini didukung oleh Fabian society yang didirikan 1884. Tokoh gerakan sosial di Inggris berasal dari kelompok intelektual di antara lain George Bernard Shaw, Lord Passfield, Beatrice Webb, Graham Wallas dan GDH Cole (Ali Mudhofir, 1988: 90).
Istilah “sosialis” atau negara sosial demokrat digunakan untuk menunjuk negara yang menganut paham sosialisme “moderat” yang dilawankan dengan sosialisme ”radikal” untuk sebutan lain bagi “komunisme”. Hal ini ditegaskan mengingat dalam proses perkembangannya di Negara Barat yang pada mulanya menganut paham liberal-kapitalis yang berkembang menjadi Negara sosialis (Frans Magnis Suseno, 1975: 19-21). Perbedaan yang paling menonjol antara sosialis-demokrat dan komunisme (Marxisme-Leninisme) adalah sosial demokrat melaksanakan cita-citanya melalui jalan evolusi, persuasi, konstitusional-parlementer dan tanpa kekerasan, sebaliknya Marxisme-Leninisme melalui revolusi.
Sosialisme adalah ajaran kemasyarakatan (pandangan hidup) tertentu yang berhasrat menguasai sarana-sarana produksi serta pembagian hasil produksi secara merata (W. Surya Indra, 1979: 309). Dalam membahas sosialisme tidak dapat terlepas dengan istilah Marxisme-Leninisme karena sebagai gerakan yang mempunyai arti politik, baru berkembang setelah lahirnya karya Karl Marx, Manifesto Politik Komunis (1848). Dalam edisi bahasa Inggris 1888 Marx memakai istilah “sosialisme” dan ”komunisme” secara bergantian dalam yang sama. Hal ini dilakuakn karena Marx ingin membedakan teorinya yang disebut “sosialisme ilmiah” dari “sosialisme utopia” untuk menghindari kekaburan istilah dua sosialisme dan juga karena latarbelakang sejarahnya. Marx memakai istilah “komunisme” sebagai ganti “sosialisme” agar nampak lebih bersifat revolusioner (Sutarjo Adisusilo,
Dalam perkembangannya, Lenin dan Stalin berhasil merancang negara “komunis”. Istilah “sosialis” lebih cocok untuk “komunis” karena dirasa lebih terhormat dan tidak menimbulkan kecurigaan. Mereka menyebut masa transisi dari Negara kapitalis ke arah Negara komunis atau “masyarakat tidak berkelas” sebagai masyarakat sosialis dan masa transisi yang terjadi dengan bentuknya “Negara sosialis”, kendati istilah resmi yang mereka pakai adalah “negara demokrasi rakyat”. Di pihak lain Negara di luar “Negara sosialis”, yaitu Negara yang diperintah oleh partai komunis, tetap memakai sebutan komunisme untuk organisasinya, sedangkan partai sosialis di Negara Barat memakai sebutan “sosialis demokrat” (Meriam Budiardjo, 1984: 5).
Dengan demikian dikemukakan, sosialisme sebagai idiologi politik adalah suatu keyakinan dan kepercayaan yang benar mengenai tatanan politik yang mencita-citakan terwujudnya kesejahteraan masyarakat secara merata melalui jalan evolusi, persuasi, konstitusional-parlementer dan tanpa kekerasan.
Sosialisme dan Demokrasi
Pertalian antara demokrasi dan sosialisme merupakan satu-satunya yang paling penting dalam pemikiran dan politik sosialis. Ditinjau dari segi sejarah sosialisme, segera dapat diketahui gerakan sosial yang berhasil telah tumbuh hanya di negara-negara yang memiliki tradisi-tradisi demokrasi yang kuat, seperti Inggris, Selandia Baru, Skandinavia, Belanda, Swiss, Australia, Belgia (William Ebenstein, 1994: 213). Mengapa demikian sebab pemerintahan yang demokratis dan konstitusional pada umumnya diterima, sosialis dapat memusatkan perhatian pada programnya yang khusus, meskipun program itu tampak terlalu luas yakni: menciptakan kesempatan yang lebih banyak bagi kelas-kelas yang berkedudukan rendah yang ketidaksamaan yang berada di atas kelahiran dan tidak atas jasa, membuka lapangan pendidikan bagi semua rakyat,
Semua tujuan sosialisme demokrasi ini mempunyai persamaan dalam satu hal yang membuat demokrasi lebih nyata dengan jalan Perluas prinsip prinsip demokrasi dari lapangan politik ke lapangan bukan politik dari masyarakat. Sejarah menunjukkan masalah, kemerdekaan merupakan dasar bagi kehidupan manusia. Kemerdekaan Indonesia agama-kepercayaan, organisasi organisasi politik dan sebagainya merupakan sendi-sendi demokrasi. Jika prinsip demokrasi telah tertanam kuat dalam hati dan pikiran rakyat, maka masyarakat sosialis dapat memusatkan perhatian pada aspek lain. Malah, di Negara yang masih harus menegakkan demokrasi, partai sosialis harus berjuangan untuk dapat merealisasikan ide tersebut. Misalnya di Jerman masa kerajaan kedua (1870-1918) yang bersifat otokratis, partai sosialis pemerintah senantiasa bekerja dengan rintangan yang berat. Lembaga parlementer hanya sebagai selubung untuk menutupi pemerintahan yang sebenarnya bersifat diktaktor. Pada masa Bismarck, kaum sosialis lainnya demokratis sebagai musuh-musuh Negara, dan pemimpin partai yang lolos dari penangkap diri ke Inggris dan Negara Eropa. Demikian pula pada masa republik Weiner (1919-1933), partai sosial demokratis Jerman juga tidak berdaya karena tidak ada pemerintahan yang demokratis.
Di Rusia sebelum 1917, keadaan lebih parah lagi, Rezim Tsar yang despotis malahan sama sekali tidak berpura-pura dengan masalah pemerintahan demokrasi. Jadi tidak mungkin ada perubahan sosial dan ekonomi dengan jalan damai, sehingga apa yang terjadi revolusi oleh kaum komunis.
Perang Dunia (PD) II memberikan gambaran yang lebih jelas tentang masalah di atas. Menjelang tahun 1936 partai sosialis di Perancis merupaksn partai yang terkuat. Selama PD II di bawah bergerak Jerman, kaum komunis lebih banyak di bawah tanah, mengadakan teror dan bertindak di luar hukum yang sifatnya dalam keadaan normal juga demikian, pengikut yang lebih banyak, sehingga menjadi partai yang terkuat di Perancis.
Berbeda dengan yang berada di Inggris, kaum sosialis dalam pemilihan umum tahun 1951, memperoleh suara 6 kali pengikut yang lebih banyak instruksi berbeda dibandingkan dengan suara yang didapat kaum komunis. Bukti tersebut tidak hanya diberikan oleh Inggris Raya, tetapi juga oleh Negara-demokrasi lainnya yang mempunyai gerakan-gerakan sosialis yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa kemerdekaan sipil yang penuh dapat menangkal fasisme dan komunisme.
Apabila orang ingin memberikan tingkat kepada Negara-negara demokratis dewasa ini, terutama dalam masalah kemerdekaan sipil, maka Inggris, Norwegia, Denmark, Swedia, Belanda, Belgia, Australia, Selandia Baru dan Israel akan berada di Puncak daftar. Di Negara itu dalam masa terakhir berada di bawah pemerintahan sosialis atau kabinet-kabinet koalisi yang di dalamnya kaum sosialis memperoleh perwakilan yang kuat (William Ebenstein, 1994: 215).
Kesejajaran di atas masalah yang rumit untuk melacak, kaum sosialis demokratis akan menyadari bahwa, tanpa kesempatan-kesempatan yang diberikan oleh konstitusional yang liberal mereka tidak akan sampai pada tangga pertama. Sekali mereka memerintah dalam pemerintahan, kaum sosialis masih tetap mempertahankan psikologi. Sebab mereka tahu bahwa dengan memegang kekuasaan politik belum berarti soal organisasi sosial dan ekonomi dengan sendirinya akan terpecahkan.
Dengankata lain, sebelum kaum sosialis mengambil alih pemerintahan, mereka beroposisi terhadap pemerintah dan kelas-kelas yang berpunya; setelah mereka mendapat kekuasaan dalam pemerintahan, psikologi yang ditunjukkan terhadap status quo ekonomi perlu tetap ada.
Demokrasi dan sosialilsme merupakan dua ideologi yang sekarang nampak diannut di berbagai Negara yang bukan Fasis dan bukan Komunis. Dalam keadaan sekarang tidak mudah merumuskan pengertian demokrasi. Berbagai macam demokrasi telah berkembang menjadi berbagaai bentuk masyarakat. Demokrasi Inggris modern atau demokrasi Swedia lebih dekat dalam beberapa hal pada sosialisme Negara di Soviet Rusia dibandingkan dengan sistim ekonomi Amerika Serikat. Akan tetapi dalam soal-soal perorangan dan kemerdekaan politik hal sebaliknya yang ada. Berbeda lagi yang ada di Amerika Serikat mungkin dapat disebut “demokrasi kapitalis”. Disebut demikian karena yang tampak hanya demokrasi politik, demokrasi ekonomi dan disamping itu demokrasi sosial dapat diketemukan dalam idiologi sosialisme, yang pada prinsipnya menjurus kepada suatu keadilan sosial dengan semboyan: seorang individu harus diberikan sejumlah yang sesuai dengan nilai pekerjaanya. Akan tetapi untuk mencapai itu, pemerintah sering harus campur tangan dengan membatasi keluasaan gerak-gerik para warganegara. Sampai di mana ini berlaku, tergantung dari situasi setempat di tiap-tiap Negara (Wiryono P. 1981: 137).
Dari uraian di atas dapat diabaikan sosialisme hanya dapat berkembang dalam lingkungan masyarakat dan pemerintahan yang memiliki tradisi kuat dalam demokrasi. Pada saat kaum sosialis berhasil memegang kekuasaan, pemerintahan masih tetap diberikan kesempatan kepada pihak lain untuk ikut ambil bagian (sebagian memakai)) dan mereka juga menyadari bahwa kekuasaan yang diperoleh tidak bersifat permanen.
Unsur-Unsur Pemikiran dan Politik Sosialisme
Sosialisme, seperti gerakan-gerakan dan gagasan liberal lainnya, hal ini mungkin karena kaum liberal tidak dapat menyepakati seperangkat keyakinan dan doktrin tertentu. Apalagi sosialisme telah berkembang di berbagai Negara dengan tradisi nasionalnya sendiri dan tidak pernah ada otoritas yang menentukan garis kebijakan partai sosialis yang bersifat mengikat, namun garis-garis besar pemikiran dan kebijakan sosialis dapat disimak dari tulisan-tulisan ahli sosialis dan kebijakan partai sosialis. Apa yang muncul dari pemikiran dan kebijakan itu merupakan kesalahan yang konsisten. Kekuatan dan kelemahan utama sosialisme terletak dalam fakta bahwa sistem itu tidak memiliki doktrin yang pasti dan berkembang karena sumber-sumber yang saling bertentangan dalam masyarakat yang merupakan wadah perkembangan sosialisme.
Unsur-unsur pemikiran dan politik sosialis yang rumit dan saling bertentangan dengan jelas tergambar dalam gerakan sosialis Inggris. Unsur-unsur yang ada dalam gerakan sosialis Inggris adalah: (1). Agama, (2) Idealisme Etis dan Estetis, (3) Empirisme Fabian, (4) Liberalisme (Willian Ebenstein, 1985: 188).
1. Agama
Dalam buku Partai Buruh dalam Perspektif Attles dikemukakan bahwa… dalam acara gerak sosialis pengaruh agama merupakan yang paling kuat. Inggris pada abad 19 masih merupakan bangsa yang terdiri dari pembaca kitab suci. Didalamnya ia akan menemukan bacaan yang mendorongnya untuk tampil sebagai pengkotbah doktrin keagamaan di negera ini dan adanya berbagai ajaran yang dianutnya untuk membuktikan hal ini.
Gerakan sosialis Kristen yang dipimpin oleh dua orang biarawan yaitu frederich Maurice dan Charles Kingsley mencapai puncak kejayaannya pada pertengahan abad 19 dan menjadi sumber penting untuk perkembangan organisasi kelas buruh dan kemudian sosialis kemudian. Prinsip yang menjadi baru bagi kaum sosialis Kristen adalah konsep yang mendasarkan bahwa sosialisme harus dikrestenkan dan kristianitas harus disosialisasikan.
Pada tahun 1942, Uskup Agung Centerbury, Kuil William dalam bukunya Ordo Kristen dan Sosial mengemukakan pemikiran yang sangat dekat dengan sosialisme. Kuil beranggapan bahwa setiap sistem ekonomi untuk sementara atau selamanya memberikan pengaruh edukatif yang sangat besar dan karena itu gereja ikut mempersoalkannya. Apakah pengaruh itu mengarah pada sifat perkembangan kekristenan dan jika jawaban sebagian atau seluruhnya negatif, gereja harus berusaha sedapat yang dapat menjamin perubahan dalam sistem ekonomi tersebut sehingga gereja tidak menemukan musuh akan tetapi sekutu dalam Kristen itu.
Adanya perhatian agama Kristen yang bersifat praktis ini sangat kuat terasa selama pengaruh terakhir abad 19. Kesungguhan moral dan kejujuran merupakan ciri masa ini. Agama mengakui kesopanan dan kepercayaan merupakan syarat penting untuk memperoleh keselamatan. Akan tetapi tetap menekankan pentingnya perbuatan dan penyelamatan dengan kerja. Banyak pemimpin sosialis dari generasi yang lebih tua seperti Attlee dan Sir Staffors Cripps dididik dalam suasana dimana agama mempunyai pengaruh yang kuat.
2. Idealisme Etis dan Estetis
Idealisme etis dan estetis juga menjadi sumber bagi sosialisme Inggris, meskipun pengaruhnya tidak dapat diukur dalam wujud jumlah suara dan kartu informasi. Idialisme yang bisnisnya adalah wirausaha penulis seperti John Ruskin dan William Morris, sebuah program politik atau ekonomi, tetapi merupakan pemberontakan kehidupan yang kotor, membosankan dan miskin di bawah kapitalisme industri.
Berkembangnyakapitalisme di Inggris mungkin menciptakan lebih banyak keburukan yang dibubarkan dengan tempat lain, karena para industriawan Inggris tidak dapat membayangkan kapitalisme akan berubah udara dan udara yang jernih dan keindahan wilayah pedalaman Inggris. Mereka juga tidak memperhitungkan sebelumnya pengrusakan pemandangan kota dan desa tua adanya pemukiman dan pusat pabrik.
Marx melakukan pendekatan terhadap kapitalisme industri dalam kerangka hukum kosmis seperti perkembangan sejarah dunia menurut hukum-hukum sosial yang tidak dapat dielakkan, filsafat materialisme, maka Morris lebih bertumpu pada kenyataan. Di sekitarnya melihat barang dan perlengkapan rumah tangga yang jelek serta kehidupan manusia yang menampakkan keceriaan dan keindahan dalam kehidupannya. Pusat perhatian Morris adalah manusia bukan sistem. Ia merasakan bahwa seni harus dikembalikan dalam kehidupan sehari-hari dan pekerjaan yang kreatif pada setiap orang harus diberi jalan penyalurannya dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari.
Pengaruh Ruskin dan Morris lebih banyak mengandung segi negatif dibanding positifnya. Mereka menunjukkan apa yang secara fisik dan moral salah satu peradaban yang dibangun di atas perselisihan dan kemelaratan, tetapi tidak merumuskan program yang memperbaiki kondisi yang dikritiknya. Meskipun demikian pemberontakan estetika dan etika ini membawa pengaruh yang penting dalam suatu lingkungan intelektual dimana sosialisme akan tanggapan yang simpatik.
3. Empirisme Febian
Empirisme Febian mungkin merupakan ciri khas gerakan Inggris. Masyarakat Febian didirikan pada tahun 1884, mengambil nama seorang jenderal Romawi yaitu Quintus Febians Maximus Constator, Si “pengulur waktu” atau “Penunda”. Motto awal dari masyarakat tersebut adalah “engkau harus menunggu saat yang tepat, kalau saat yang tepat itu tiba engkau harus melakukan serangan yang dasyat, sebab jika tidak, penundaan yang engkau lakukan itu sia-sia dan tidak akan membawa hasil“.
Para pendiri dan anggota pertama masyarakat Febian adalah George Bernard Shaw, Sidney dan Beatrice Webb, HGWells dan Grahan Wallas. Dalam sejarah tentang landasan yang dilakukan oleh Sidney Webb, seperti dalam buku Febian Esseye (1889), dapat ditemukan apa yang menjadi penelitian filsafat dasar sosialisme. Webb menganggap sosialisme sebagai hasil yang tidak dapat dielakkan dari terlaksananya demokrasi secara penuh, tetapi ia menandaskan “kepastian yang datang secara bertahap” sangat berbeda dengan kepastian revolusi seperti yang dicanangkan oleh Marx.
Webb menekankan bahwa organisasi sosial hanya dapat terbentuk secara perlahan dan perubahan-perubahan organisasi. Perubahan tersebut akan terjadi dengan adanya empat kondisi: pertama perubahan itu harus demokratisasi, kedua perubahan itu harus bertahap, ketiga perubahan itu harus sesuai dengan moral masyarakat, keempat perubahan tersebut harus melalui prosedur dan menggunakan cara damai.
Kelompok Fabian memusatkan perhatiannya untuk sekelompok kecil orang yang memenuhi dua kualifikasi: pertama orang-orang tersebut secara permanen mempunyai pengaruh dalam kehidupan masyarakat, sehingga kalau proses perembesan yang dibutuhkan waktu lama itu berhasil, maka dapat dipetik manfaatnya, kedua mereka harus bertindak dan wajar sehinga kelompok Fabian tidak sebagai kaum ekstrimis. Orang-orang dengan kualifikasi seperti itu dapat dijumpai dalam semua partai politik. Untuk itu kelompok Fabian tidak hanya menggarap kaum konservatif saja, tetapi juga kaum liberal.
Fabianisme sering digambarkan sebagai pembaharuan tanpa kebencian, pembangunan kembali masyarakat kelas, emperialisme politik tanpa dogma atau fanatisme. Meskipun organisasinya kecil, namun masyarakat Febian membawa pengaruh yang besar. Dalam pemilihan tahun 1945 menampilkan untuk pertama kalinya pemerintahan Partai Buruh berdasarkan pada. 229 dari 394 anggota dari Partai Buruh berasal dari kelompok Febian dan lebih dari beberapa pejabat pemerintah, termasuk Attlee (Perdana Menteri 1945-1951) juga orang-orang Febian.
4. Liberalisme
Liberalisme telah menjadi sumber yang semakin penting bagi sosialisme, terutama sejak Partai Liberal merosot perannya di banyak Negara. Di Inggris sebenarnya Partai Liberal sudah lenyap dan Partai Buruh yang menjadi pewarisnya. Dalam 40 tahun terakhir semakin banyak orang liberal yang menggabungkan diri dengan Partai Buruh. Apa alasannya?. Pertama, lenyapnya Partai Liberal Inggris karena kegagalannya, tetapi hasil yang telah dicapai oleh kehadiran partai ini tidak diperlukan lagi. Saat ini baik Partai Konservatif maupun Partai Buruh mempunyai komitmen yang kuat terhadap prinsip liberal yang menghormati kebebasan individu untuk berpikir, berbicara dan berkumpul. Kedua perdagangan bebas yang merupakan cita-cita yang penting dari liberalisme Inggris abad 19 tidak muncul lagi sebagai kepentingan politik yang menggebu-gebu. Baik golongan konservatif maupun golongan Buruh mempunyai komitmen pada bentuk proteksi tarif tertentu. Orang-orang liberal sendiri juga menyadari perdagangan bebas tidak penting lagi seperti dulu.
Karena masalah-masalah yang khusus sudah tidak ada lagi, banyak orang liberal yang bergabung dengan Partai Buruh atau memberikan suaranya untuk Partai Buruh atau menganggap dirinya sebagai orang sosialis murni.Liberalisme biasanya menjadi aliran kiri kaum konservatif. Di Negara yang mempunyai sistem dua partai seperti Inggris, kalau orang akan bergeser dari konservatif. Maka Partai Buruh merupakan tumpuan untuk memperjuangkan kepentingan politiknya.
Liberalisme telah memberikan sumbangan yang cukup besar hal-hal yang berguna bagi sosialisme Inggris. Karena pengaruh Liberalisme para pemimpin sosialis lebih moderat dan kurang terpaku pada doktrin serta lebih menghargai kebebasan individu. Liberalisme telah berubah Partai Buruh menjadi sebuah partai nasional, bukan lagi partai yang didasarkan pada kelas. Liberalisme juga telah mewariskan kepada Partai Buruh peran kaum liberal bahwa pembaruan dapat dilakukan dengan tidak perlu menimbulkan kepahitan dan kebencian.
Sosialisme di Berbagai Negara
Kemenangan bangsa-bangsa demokrasi dalam perang dunia I memberikan yang kuat bagi partumbuhan partai sosialis di seluruh dunia. Perang telah dilancarkan untuk mempertahankan cita-cita kemerdekaan dan keadaan sosial terhadap imperialisme totaliter Jerman dan Sekutu-sekutunya. Selama peperangan telah dijanjikan kepada rakyat-rakyat yang ikut berperang, bahwa kemenangan militer akan disusul dengan penyusunan kehidupan sosial baru berdasarkan kesempatan dan persamaan yang lebih banyak.
Di Inggris dukungan terbesar terhadap gerakan sosialisme yang muncul dari Partai Buruh mencerminkan pertumbuhanuruh dan perkembangannya suatu proses terhadap susunan sosial yang lama. Pada awal pertumbuhan hanya memperoleh suara (dukungan) yang kecil dalam perwakilannya di. Selanjutnya menjadi partai yang lebih bersifat nasional setelah masuknya bekas anggota partai liberal. Banyak programnya yang berasal dari kaum sosialis, terutama dari kelompok Febiaan berhasil menilai partai karena dapat memenuhi keinginan masyarakat. Kemajuan yang dapat dicapaimisalnya dalam bidang (1) pemerataan pendapatan (2) distribusi pendapatan (3) pendidikan (4) perumahan (Anthony Crosland, 1976: 265-268).
Di Negara-negara Eropa lainnya seperti Perancis, Swedia, Norwegia, Denmark dan juga Australia dan partai-partai sosial Selandia Baru yang memegang kekuasaan pemerintahan melalui pemilu-pemilu bebas. Hal tersebut berarti kalau kita berbicara sosialisme, maka kita terhubung dengan sosialisme demokrasi tipe reformasi. Hal ini perlu dibedakan dengan otoriter sosialisme atau komunisme seperti yang terlihat di Soviet dan RRC.
Selama tahun 1920-an dan 1930-an, kaum sosialis di Eropa dan Amerika melakukan serangan baru terhadap kelemahan kapitalisme, ungkapan-ungkapan misalnya: ketimpangan ekonomi, pengangguran kronis, kekayaan dan kemiskinan umum, menjadi slogan-slogan umum. Di Eropa partai sosialis yang demokratisasi, Revisionis Marxisme, solidaritas kelas pekerja, dan pemesanan sosialis yang pada akhirnya melalui cara demokratis sebagai alat untuk memperbaiki sistem kapitalis. Periode tersebut merupakan era menggejolaknya aktivitas sosialis.
Setelah PD II terjadi perubahan besar dalam pemikiran kaum sosialis. Pada permulaan tahun 1960 banyak diantara partai sosialis demokrat Eropa yang melepaskan dengan hubungan ikatan-ikatan idiology Marx. Mereka mengubah sikapnya terhadap hak milik privat dan tujuan mereka yang semula tentang hak milik kolektif secara total. Perhatian mereka curahkan terhadap upaya upaya perbaikan ramuan pada perekonomian yang sudah menjadi ekonomi campuran. Akibatnya disfungsi antara sosialis dan negara kesejahteraan modern (The modernelfare state) kini menjadi orang sebagai referensi yang bersifat gradual.
Menurut Milton H Spencer sosialisme demokrasi modern merupakan suatu gerakan yang berupaya untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat melalui tindakan (1). memperkenalkan adanya hak milik privat atas alat produksi (2). melaksanakan pemilikan oleh Negara (public ounership) hanya untuk hal tersebut diperlukan kepentingan masyarakat (3). mengandalkan diri secara maksimal atas perekonomian pasar dan membantunya dengan perencanaan guna mencapai sasaran sosial dan ekonomis yang diinginkan (Winardi, 1986: 204).
Bagaimanakah sosialisme di Negara-negara berkembang?. Negara-negara miskin berhasrat untuk pertumbuhan ekonomi yang cepat. Dari segi kepentingan dalam negeri pertumbuhan ekonoimi yang tinggi merupakan satu-satunya cara untuk mencapai srtandart hidup, kesehatan dan pendidikan yang lebih baik. Ada dua cara untuk mencapai pembangunan ekonomi yang pesat: Pertama cara yang telah digunakan oleh Negara Barat (maju), pasar bebas merupakan alat utama untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi.Kedua komunisme, dalam metode ini Negara memiliki alat-alat produksi dan menetapkan tujuan yang menyeluruh.
Dalam menghadapi masalah modernisasi ekonomi Negara-negara berkembang pada umumnya tidak mau proses pembangunan kapitalis Barat atau jalur pembangunan komunisme. Mereka menetapkan sendiri cara-cara yang sesuai dengan kondisi masing-masing Negara. Ketiga jalan ketiga disebut Sosialisme. Dalam konteks negara terbelakang / berkembang sosialisme yang mengandung banyak arti pertama di dunia yang sedang berkembang sosialisme berarti cita-cita keadilan sosial. Kedua istilah sosialisme di Negara-negara berkembang sering berarti persaudaraan, kemanusiaan dan perdamaian dunia yang berlandaskan hukum. Arti Ketiga sosialisme di Negara berkembang adalah komitmen pada perancangan (Willan Ebenstein, 1994: 248-249).
Melihat tersebut di atas arti sosialisme pada negara yang berkembang dengan Negara yang lebih makmur karena perbedaan sejarah. Di dunia Barat sosialisme tidak diartikan sebagai cara mengindustrialisasikan Negara yang belum maju, tetapi cara kekayaan masyarakat secara lebih merata. Malah, sosialisme di Negara berkembang untuk membangun suatu perekonomian industri dengan tujuan meningkatkan tingkat ekonomi dan pendidikan masa rakyat, maka sosialisme di negara Barat pada umumnya berkembang dengan sangat baik dalam kerangka pemerintahan yang mantap (seperti di Inggris dan Skandinavia), sedangkan di Negara berkembang sosialisme sering dijalankan dengan beban tardisi pemerintahan yang otoriter oleh kekuatan imperialisme atau oleh penguasa setempat. Karena itu dugaan sosialisme di Negara yang menunjukkan toleransi yang lebih besar terhadap praktek otoriter dibandingkan dengan yang terjadi sosialisme di Negara Barat. Kalau Negara-berkembang negara gagal dalam usahanya mensintesakan pemerintahan konstitusional dan perencanaan ekonomi, maka mereka menganggap bahwa pemerintahan konstitusional dapat dikorbankan demi memperjuangkan pembangunan ekonomi yang pesat melalui perencanaan dan pemilikan industri oleh Negara.
Jika kita memasukkan dalam sejarah bangsa Indonesia, awal kemerdekaan sampai tahun 1965 pernah pula diintrodusir konsep sosialisme ala Indonesia .Apakah itu sebagai akibat pengaruh PKI atau aspek-aspek tertentu yang memang sesuai dengan kondisi di negara kita. Yang jelas sejak memasuki Orde BAru “sosialisme” itu tidak terdengar lagi.
Adanya pengertian mengenai konsep sosialisme, memberikan wawasan kepada kita bahwa suatu ideologi politik yang dianut oleh suatu Negara belum tentu cocok untuk negar lain. Melalui pemahaman ini dapat dipetik manfaatnya untuk pengembangan pembangunan nasional demi tercapainya tujuan nasional seperti yang terumuskan dalam UUD 1945.
Kesimpulan
Sosialisme adalah pandangan hidup dan ajaran kamasyarakatan tertentu, yang berhasrat menguasai sarana-sarana produksi serta pembagian hasil-hasil produksi secara merata. Sosialisme sebagai ideology politik adalah suatu kepercayaan dan kepercayaan yang benar oleh para pengikutnya mengenai tatanan politik yang mencita-citakan terwujutnya kesejahteraan masyarakat secara merata melalui jalan evolusi, persuasi, konstitusional –parlementer, dan tanpa kekerasan.
Sosialisme sebagai ideologi politik timbul dari keadaan kritis di bidang sosial, ekonomi dan politik akibat revousi industri. Adanya kemiskinan, kemelaratan, kebodohan kaum buruh, maka sosialisme berjuangan untuk mewujudkan kesejahteraan secara merata.
Dalam perkembangan sosialisme terdiri dari pelbagai macam bentuk seperti utopia sosialisme, sosialisme ilmiah yang kemudian akan melahirkan pelbagai aliran sesuai dengan nama pendirinya atau kelompok masyarakat pengikutnya seperti Marxisme-Leninisme, Febianisme, dan Sosial Demokratis.
Sosialisme dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada masyarakat –bangsa yang memiliki tradisi demokrasi yang kuat. Unsur-unsur pemikiran yang ada dalam gerakan sosialis sebagimana tergambar di Inggris mencakup: (a) agama; (b) idealisme etis dan estetis; (c) empiris Fabian; dan (d) liberalisme.
Sosialisme yang ada disetiap negara memiliki ciri khas sesuai dengan kondisi sejarahnya. Dalam sosialisme tidak ada garis sentralitas dan tidak bersifat internasional.
Sosialisme di negara-negara berkembang mengandung banyak arti. Sosialisme berarti cita-cita keadilan sosial; persaudaraan; kemanusiaan dan perdamaian dunia yang berlandaskan hukum; dan komitmen pada perencanaan.
Di negara-negara Barat (lebih makmur) sosialisme diartikan sebagai cara memanfaatkan masyarakat secara lebih merata sedangkan di Negara berkembang sosialisme diartikan sebagai cara mengindustrialisasikan Negara yang belum maju atau membangun suatu perekonomian industri dengan maksud meningkatkan tingkat ekonomi dan pendidikan masyarakat.
Sosialisme sebagai idiologi politik yang merupakan keyakinan dan kepercayaan yang benar mengenai tatanan politik yang mencita-citakan terwujudnya kesejahteraan masyarakat secara merata melalui jalan evolusi, persuasi, konstitusional-parlementer dan tanpa kekerasan. Sosialisme sebagai ideologi politik timbul dari keadaan kritis di bidang sosial, ekonomi dan politik akibat revousi industri. Adanya kemiskinan, kemelaratan, kebodohan kaum buruh, maka sosialisme berjuangan untuk mewujudkan kesejahteraan secara merata.
Dalam perkembangan sosialisme terdiri dari pelbagai macam bentuk seperti utopia sosialisme, sosialisme ilmiah yang kemudian akan melahirkan pelbagai aliran sesuai dengan nama pendirinya atau kelompok masyarakat pengikutnya seperti Marxisme-Leninisme, Febianisme, dan Sosial Demokratis. Sosialisme dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada masyarakat –bangsa yang memiliki tradisi demokrasi yang kuat.
**
Catatan: Tulisan ini awalnya dimuat dalam jurnal perpustakaan.uns.ac.id/jurnal. Dipublikasi lagi disini untuk kepentingan pendidikan dan propaganda di Papua.
Daftar Pustaka:
Alfian. (1976) Ideologi, Idealisme dan Integrasi Nasional, dalam Yahya Muhaimin, Masalah- masalah Pembangunan Politik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Anthony Crosland. (1978). “Sosialisme Sekarang“, dalam Andrew Blowers dan Grahane Thomson, Ketidakmerataan, Konflik dan Perubahan. Jakarta, Universitas Indonesia Press.
Penggemar Magnis. (1975). Etika Sosial. Jakarta:
Lyman Tower Sargent. (1984). Ideologi –Ideologi Politik Kontemporer. Alih Bahasa AR Henry Sitanggang. Jakarta: Erlangga.
Miriam Budiardjo. (1981). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Alumni Bandung.
Soemardjo. (tt) Sejarah Sosialisme di Eropa Dari Abad ke-19 Sampai 1914. Jakarta: Harapan Masa.
Sutarjo Adisusilo. (1991). Kapita Selekta Sejarah Eropa Abad XVIII-XIX. Yogyakarta: IKIP Sanata Dharma.
Walter Ode J. (1990). “Sosialism” dalam The Encyclopedia Americana. Jilid 25. Connecticut: Glolier Incorporated.
William Ebenstein. (1994). Isme-Isme Dewasa Ini. Jakarta: Erlangga.
Winardi. (1986). Kapitalisme versus Sosialisme. Bandung: Remaja Karya.
Wiryono Prodjodikoro. (1981). Asas-Asas Ilmu Negara dan Politik. Bandung: Eresco.