Pilihan Redaksi 17 Organisasi: Otsus Gagal, Segera Berikan Hak Penentuan Nasib...

17 Organisasi: Otsus Gagal, Segera Berikan Hak Penentuan Nasib Sendiri

-

Berikut ini adalah press release petisi rakyat Papua tolak otsus yang dikeluarkan sesudah dilakukannya konferensi pers oleh 17 organisasi pada Sabtu, 4 Juli 2020. Demikian press release yang kami terima.

PRESS RELEASE

Tolak Otsus, 17 Organisasi Luncurkan Petisi Rakyat Papua

Menyikapi pembahasan kelanjutan Otonomi Khusus (Otsus) Jilid ke II, sebanyak 17 Organisasi menyatakan sikap penolakan Otsus dan meluncurkan Petisi Rakyat Papua untuk digalang di seluruh wilayah Papua. Mereka meminta semua pihak yang membahas Otsus agar mengembalikan kepada rakyat Papua untuk memutuskannya.

Konferensi Pers berlangsung melalui telekonferensi yang difasilitasi oleh media Jubi melalui wartawan senior Papua, Victor Mambor. Setiap perwakilan organisasi diberi waktu untuk menyampaikan sikap organisasi atas Otsus. Jelang 5 menit berlangsung, halaman facebook Tabloid Jubi direpresi dan beberapa kali dihentikan atau dihapus dari halamannya. Konpres lalu dilanjutkan melalui Youtube.

Membuka Konferensi Pers, Dewan Adat Papua (DAP), melalui Samuel Awom dari kepala Pemerintahan Adat Wilayah III menyampaikan bahwa sikap Dewan Adat Papua sudah jelas menolak Otsus. Ia menyesalkan kelompok-kelompok bayaran negara yang membelokan situasi Papua hari ini untuk kelanjutan Otsus. Misalnya, Bappenas, Pansus DPD dan DPR RI yang setuju kelanjutan Otsus, menurut Dewan mereka tidak pernah konsultasi atau mendengar aspirasi rakyat Papua.

DAP menyatakan di seluruh wilayah Adat Papua, hingga Otsus berakhir, semua kasus yang menimpa orang Papua tidak pernah diselesaikan, rakyat tergusur, masyarakat tidak dilibatkan dalam segala pembicaraan. Ia menyeruhkan mulai saat ini masyarakat adat di seluruh wilayah Papua tidak boleh lagi tertipu dan terjebak, tetapi ikut aktif mengambil inisiatif dalam mendorong Petisi Rakyat Papua ini bersama.

Pembicara selanjutnya, Komite Nasional Papua Barat (KNPB), melalui Juru Bicara Internasional, Victor Yeimo menyampaikan dasar konflik West Papua dan Indonesia yang belum terdamaikan adalah manipulasi pepera 1969, realitas dan harapan hidup orang Papua dibawah Indonesia. KNPB menyampaikan menolak Tim bentukan Jakarta yang menjadi oportunis memanfaatkan orang Papua melakukan kompromi sepihak.

Menurutnya, 12 tahun KNPB bersama rakyat Papua menuntut solusi damai dan demokratis melalui referendum, tetapi hingga saat ini Jakarta mengambil opsi hukum dan keamanan. Ini bukti negara tidak punya niat damai dalam penyelesaian konflik Papua. KNPB akan kawal Petisi Rakyat Papua sebagai sikap dan aspirasi murni rakyat West Papua untuk bisa menentukan nasibnya sendiri. Menyeruhkan kepada rakyat Papua untuk suskseskan dan galang persatuan melalui Petisi Rakyat Papua.

Sementara itu, pembicara ketiga dari United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) melalui Direktur ULMWP Markus Haluk, menyatakan bahwa Otsus bukan lahir karena belas kasihan, kemurahan, dan kebaikan kolonial Indonesia kepada bangsa Papua melainkan akibat tuntutan perjuangan politik orang Papua untuk merdeka. Menyikapi itu, Jakarta sepihak berikan Otsus. Hingga saat ini, Otsus nyatanya jadi alat pendudukan kolonial Indonesia di West Papua, bukan justru memperbaiki.

Jadi bila Jokowi mengatakan telah memberikan dana 97 triliun dan akan melanjutkannya maka itu bagian dari propaganda dan pembohongan public dan sebagai upaya untuk melegalkan pendudukan sipil politik dan mililter atas West Papua. Karena kami sedang habis secara massif dan sistematif, maka ULMWP telah menggalang mulai dari Melanesia, Pasifik, Afrika, Caribean dan internasional untuk mendorong penentuan nasib sendiri.

Selanjutnya dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) melalui Ketua AMP, John Gobay menyatakan Otsus itu diberikan dengan label separatis, bukan karena ingin membangun Papua tetapi karena alasan meredam separatism. Hukum, TNI/Polri itu dikerakan selama Otsus hanya untuk mengamankan akses modal. Otsus dan segala kebijakan itu dibuat hanya untuk membuat penjajahan itu tetap ada di Papua. Akibatnya orang Papua sudah mulai punah. Sehingga sejak awal AMP terus menuntut hak penentuan nasib sendiri sebagai solusi demokratis. Ia menyatakan Orang Papua hari ini tidak berjuang untuk Otsus dilanjutkan. Lihat aksi-aksi mulai tahun kemarin, orang Papua bicara menuntut referendum soal hak penentuan nasib sendiri bukan kelanjutan Otsus.

Berikutnya, Alva Rohrohmana dari Gerakan Mahasiswa Pemuda Rakyat Papua (GEMPAR-Papua) menyatakan Otsus bukan win-win solusi, tetapi otsus adalah gula-gula politik Indonesia atas Papua untuk menutupi kejahatan dan menutupi manifesto politik orang Papua untuk kedaulatannya. Kami tegaskan Otsus gagal. Semua kajian buktikan tidak ada keberhasilan Otsus. Jadi saat ini kembalikan kepada orang Papua; apakah Rakyat minta referendum atau minta kedaulatan semua kembalikan kepada rakyat Papua.

Selanjutnya, dari Gerakan Rakyat Demokratik Papua (GARDA-P) melalui Dewo Wonda menyampaikan bahwa sampai saat ini pelanggaran HAM terus menerus terjadi. Garda menyatakan menolak Otsus Jilid II dan segera kembalikan kepada rakyat Papua untuk menentukan nasibnya sendiri. Kami Garda Tolak Otsus dan menuntut referendum digelar di Papua.

Solidaritas Nasional Mahasiswa Pemuda Papua (SONAMAPPA) melalui Claus Pepuho selaku ketua menyatakan berdasarkan survey dan penolakan massif yang terus dilakukan orang Papua sejak awal Otsus maka kami menyatakan menolak tegas kelanjutan Otsus tidak menjadi solusi penyelesaian konflik di Papua, kedua segera berikan hak penentuan nasib sendiri sebabai solusi demokratis. Kami mengutuk keras elit-elit Papua yang bermanufer dengan pihak Jakarta untuk melanjutkan dana otsus Papua. Keempat, kami menolak Tim Pansus DPD RI yang mengatas namakan orang Papua dan segera cabut pernyataanya dengan Kemendagri yang menyetujui perpanjangan dana Otsus.

Sementara itu, Forum Mahasiswa Independen West Papua (FIM-West Papua) melalui Arnold Yarinab mengatakan Pejabat Papua dan Jakarta gunakan isu Papua Merdeka demi tawar menawar Otsus. Padahal kenyataannya, pembunuhan, perampasan tanah adat, dll terus jalan. Dampaknya akan tambah buruk bila kita kembali menerima Otsus Plus. Jadi kami FIM-West Papua menolak Otsus dan menuntut referendum bagi bangsa Papua.

Dari West Papua National Authority (WPNA), melalui Sekjennya, Marthen Manggaprow menyatakan tidak ada masa depan untuk membangun orang Papua dalam Indonesia. Sejak awal Indonesia sudah menunjukkan posisinya sebagai penjajah. WPNA bersama rakyat West Papua terus berjuang untuk menentukan nasib sendiri. Kami dengan tegas menolak Otsus, rakyat Papua punya sikap jelas bahwa orang Papua ingin menentukan nasibnnya sendiri diatas tanah Papua.

Front Nasional Mahasiswa Pemuda Papua (FNMPP) melalui Sayang Mandabayang menyatakan Otsus bukan solusi peyelesaian konflik di Papua. Percepatan pembangunan juga bukan solusi konflik, karena akarnya kesalahan sejarah politik karena itu dengan tegas menolak Otsus Jilid II. Kedua, meminta pemerintah RI membuka Tim pencari fakta PBB untuk investigasi pelanggaran HAM dan sejarah politik di Papua. Ketiga, menyeruhkan kepada rakyat Papua untuk tolak Otsus karena hanya membuka ruang eksploitasi di Papua. Juga meminta solidaritas rakyat Indonesia untuk tolak Otsus Jilid II. Kami menolak Pansus yang mengatasnamakan anak-anak adat Papua untuk dukung Otsus. Kami juga menyampaikan kepada orang Papua jangan bermimpi orang Papua akan sejahtera dalam bingkai NKRI karena terbukti 20 tahun Otsus gagal.

Sementara itu, Masyarakat Adat Independen (MAI) melalui Benny Magal mengatakan Otsus dan Freeport tidak terlepas. Masyarakat Adat termarginalisasi. Perusahaan-perusahaan ambil alih. Kami di Timika tubuh ada tapi jiwa mati. Militer kuasai. Tailing racun hancurkan kami. Semua aspek dikuasai. Tidak ada jaminan bagi hak-hak Masyarakat Adat.. Kami tolak Kami tolak Otsus dan tutup Freeport.

Dari Asosiasi Pedangan Asli Papua (APAP), melalui Juru Bicaranya, Mikael Kudiai mengatakan kemajuan ekonomi yang diharapakan tidak ada. Dalam konteks Otsus tidak ada Perdasus tentang Pasar Mama-mama. Otsus dikira hak untuk menentukan tapi tidak ada pembangunan apa-apa. Jadi sikap kami, sudah 20 tahun Otsus gagal, jadi sekarang kembali kepada rakyat Papua, kepada mama-mama pasar, kembali kepada semua kelompok-kelompok masyarakat, elemen. Berikan kebebasan kepada rakyat untuk menentukan nasib sendiri.

Green Papua, melalui Yohanes Giay melihat colonial dan kapitalis global menghantar ke Otsus dimana lahir karena darah orang Papua. Otsus dikendalikan boneka Jakarta. Otsus bikin hutan dibabat, Masyarakat adat dimarginalkan, dikeksploitasi. Jakarta mengontrol lewat wadah-wadah atau actor perusak SDA di Papua. Hari ini berbenturan dengan kolonial yang punya kepentingan jadi hari ini tidak ada cara lain. Rakyat Papua harus merebut hak politik untuk mengusai sumber-sumber ekonomi di Papua. Jadi kita tolak politik representasi yang didorong sekelintir Jakarta.

Front Rakyat Indonesia untuk West Papua, melalui Jubir Surya Antar menyatakan dukungan terhadap Petisi Rakyat Papua untuk menolak Otsus, sebab Otsus bukan penentuan nasib sendiri. Otsus tidak selesaikan masalah mendasar yaitu manipulasi sejarah politik, genosida, diskriminasi rasial, penghancuran lingkungan, eksploitasi, dan militerisme di Papua. Otsus di Papua tidak ada yang khusus, Karena orang Papua dilarang berekspresi, demo diam pun dilarang. Orang papua tidak bebas mengibarkan identitas politiknya padahal ada kekhususan. Semua UU dan kebijakan poitik tetap ada di Pemerintah di Jakarta. Maka Otsus hanya stempel saja, karena secara ekonomi politik sosial tetap keputusan berada di tangan di Jakarta serta aparatus kekerasaanya.

Pemerintah Otsus di Papua tidak memiliki kekhususan dalam otoritas artinya tidak bisa mengatur atau tidak berdaya atas apa yang dilakukan oleh TNI Polri di Nduga, di Timika dan berbagai tempat lain, Karena itu kami seruhkan masyarakat non Papua agar bergabung dan menjadi bagian dari perjuangan pembebasan Papua. Kami seruhkan agar perlunya konferensi rakyat Papua, elemen dan non-Papua agar menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam perjuangan.

Konferensi Pers bersama ini dilaksanakan sebagai awal konsolidasi gerakan dan elemen rakyat Papua untuk bersatu padu menyatakan sikap terhadap Pemerintah Indonesia di Papua, Jakarta dan Internasional melalui Petisi Rakyat Papua. 17 Organisasi mengundang lebih banyak organisasi masyarakat untuk bergabung dan mendukung Petisi Rakyat Papua. Petisi ini akan berlangsung di seluruh wilayah Papua.

Informasi dan update terbaru tentang Petisi Rakyat Papua bisa diikuti di
@Facebook : Petisi Rakyat Papua
@ Twitter: Petisi Rakyat Papua
@ Instagram: Petisi Rakyat Papua Barat

PETISI RAKYAT PAPUA:
1. KNPB (Komite Nasional Papua Barat)
2. AMP (Aliansi Mahasiswa Papua)
3. Gempar-P (Gerakan Mahasiswa Pemuda Rakyat Papua)
4. Garda- P (Gerakan Rakyat Demokratik Papua)
5. Sonamappa (Solidaritas Nasional Mahasiswa Pemuda Papua)
6. FIM WP(Forum Independen Mahasiswa West Papua)
7. WPNA (West Papua National Authority)
8. FNMPP (Front Nasional Mahasiswa Pemuda Papua)
9. SPMPB (Solidaritas Perempuan Melanesia Papua Barat)
10. MAI (Masyarakat Adat Independen)
11. APAP (Asosiasi Pedagang Asli Papua)
12. LEPEMAWI TIMIKA (Lembaga Peduli Mimika Timur)
13. AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) Sorong
14. BABEOSER BIKAR\
15. ULMWP (United Liberation Movement West Papua)
16. GP (Green Papua)
17. DAP Wilayah Adat III (Dewan Adat Papua)

Redaksi Lao-Lao
Teori pilihan dan editorial redaksi Lao-Lao

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kirim Donasi

Terbaru

Rosa Moiwend dan Kesalahan Teori Patriarki

Rosa Moiwend, salah satu kamerad kita di Papua menulis...

Ekofeminisme dan Hubungan Antara Perempuan dengan Hutan Sagu

Sebuah pandangan mengenai hubungan antara perempuan dengan hutan sagu di Kampung Yoboi, Sentani dan bagaimana mengujinya dengan perspektif ekofeminisme. Sagu...

Ancaman Pembangunan Terhadap Lahan Berkebun Mama Mee di Kota Jayapura

"Ini kodo tai koo teakeitipeko iniyaka yokaido nota tenaipigai, tekoda maiya beu, nota tinimaipigai kodokoyoka, tai kodo to nekeitai...

Memahami Perempuan (Papua) dari Tiga Buku Nawal El Saadawi

Sebuah ringkasan secara umum Pengantar Isu feminisme di Papua pada umumnya masih banyak menuai pro dan kontra. Itu bisa kita temukan...

Apabila Prabowo jadi Presiden

Selalu ada jejak yang ditinggalkan saat diskusi walau diskusinya bebas, pasti ada dialektikanya. Walau seminggu lebih sudah berlalu, namun ada...

Rubrikasi

Konten TerkaitRELATED
Rekomendasi Bacaan