Analisa Harian Ilusi Kapitalisme Dalam RUU Cipta Kerja

Ilusi Kapitalisme Dalam RUU Cipta Kerja

-

Dalam beberapa bulan belakangan ini, rakyat Indonesia juga termasuk kelas pekerja ramai-ramai menolak disahkannya RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang berisi 1.200 pasal. Dengan jumlah sebanyak itu tidak mengherankan jika jumlah halamannya mencapai 1.028 lembar.

Sementara itu jika dilihat dari substansi tujuan perumusannya, dilansir dari Katadata- Awalnya RUU Ciptaker ini punya isu utama persoalan perizinan, agar ditiadakannya lagi beberapa peraturan yang tumpang tindih. Selain dari persoalan tumpang tindihnya peraturan, RUU Ciptaker juga diharapkan bisa membuat kondisi iklim investasi lebih kondusif untuk menaikkan produktivitas dan membuat terbukanya lapangan-lapangan kerja baru.

Jika dilihat perspektif ekonomi politik, maka jelaslah bahwa paradigma yang coba dibangun oleh pemerintah Indonesia berbasis pada logika berjalannya mekanisme pasar, salah satu corak khas dari sistem kapitalisme. Sederhananya jika dirumuskan, pemerintah Indonesia punya hipotesis bahwa ketika kran investasi dibuka salah satunya dengan mempermudah perizinan investasi, maka akibat yang akan terlihat jelas yakni semakin banyak tenaga kerja terserap oleh berbagai industri yang tentunya berbasis pada relasi upahan.

Untuk itu selayaknya esensi dari ilmu pengetahuan, yakni untuk membuktikan kebenaranya pada realitas aktual, sembari berfungsi dalam upaya pemecahan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat, maka esensi kapitalisme itu juga harus dihadapkan pada realitas aktual dan menguji fungsinya dalam menjawab permasalah di tengah-tengah masyarakat?.

Sebelum menjawab pertanyaan itu, ada baiknya kita sedikit memberikan pengantar pada konsep mekanisme pasar yang inheren dengan sistem kapitalisme. Membahas persoalan mekanisme pasar, tentunya tidak bisa dilepaskan dengan sosok yang lebih dikenal sebagai bapak ekonomi, ialah Adam Smith. Untuk itu kita perlu meninjau salah satu buku dari Edmund Burke (Direktur Adam Smith Institute) yang berjudul “Kapitalisme: Modal, Kepemilikan, dan Pasar”.

Dalam bukunya pada sub pembahasan “Pasar dan Spesialissasi, Edmund Burke menjelaskan bahwa spesialisasi (pembagian kerja sesuai keahlian) membuat kapitalisme sangat produktif sehingga sangat penting menemukan cara yang efisien dalam mendistribusikan barang dan jasa. Dan disinilah letak kegunaan pasar dalam sistem kapitalisme. Burke juga menjelaskan bahwa pasar memungkinkan kita berdagang kelebihan barang yang kita produksi, dan mendapatkan keuntungan dari hasil produktivitas orang lain.

Pasar juga menurut Burke diatur melalui hukum dan kesepakatan tetapi tetap harus beradaptasi terhadap permintaan konsumen. Sederhanya semua orang yang ada dalam mekanisme pasar akan mendapatkan keuntungan, seperti yang dikatakan Burke bahwa pertukaran dalam pasar akan memberikan keuntungan bagi semua orang, karena bisa memberikan informasi lebih baik dimana investasi sumber daya harus bisa kita letakkan.

Logika mekanisme pasar inilah yang digunakan pemerintah Indonesia dalam tujuan perumusan RUU Cipta Lapangan Kerja. Jika dirumuskan berjalannya sistem mekanisme pasar dalam ranah investasi dan lapangan pekerjaan maka akan didapatkan suatu rumusan sebagai berikut:
“Ketika penawaran (pembukaan berbagai jenis usaha hasil pembukaan izin yang dilakukan pemerintah) mengalami peningkatan maka akan membuat permintaan (pasokan tenaga kerja) terserap pada berbagai badan usaha yang membuat angka pengangguran semakin kecil, juga membuat pemerintah Indonesia menaikkan pendapatan per kapita negara, sesuai tujuan jangka panjang yakni menjadi kelompok negara maju pada tahun 2045 dengan pendapatan per kapita US$ 23,2 ribu atau Rp 324,9 juta.

Untuk itu sebaikanya ada pertanyaan fundamental yang harus ditanyakan pada penganut sistem kapitalisme yakni, apakah benar mekanisme pasar sebagai corak khas sistem kapitalisme akan berjalan sebagaimana yang diinginkan untuk kesejahteraan dunia, dalam hal ini salah satunya yakni untuk membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya?

Data yang dihimpun dari Badan Kordinasi Penanaman Modal (BPKM), dilansir dari Katadata, realisasi investasi sepanjang 2019 mencapai Rp 80,9 triluan, baru menyerap tenaga kerja sebanyak 1,03 juta orang. Sedangkan pada 2018, investasi di Indonesia mencapai 721, 3 triliun dan menyerap tenaga kerja sebesar 960.052 orang. Anehnya pada 2017, dari investasi Rp 692,8 triliun, serapan tenaga kerja lebih tinggi yakni menyentuh angka 1,17 juta orang. Kepala BKPM Bahlil Lahadalia memberikan penjelasan bahwa investasi yang masuk ke Indonesia kebanyakan menggunakan teknologi mutakhir, membuat tenaga kerja yang dibutuhkan dalam proses produksi menjadi lebih sedikit.

Ini telah membuktikan bahwa pembukaan kran investasi dengam mempermuah perizinan tidak berbanding lurus dengan terserapnya tenaga kerja dalam berbagai jenis usaha. Alih-alih menciptakan kesejahteraan di tengah masyarakat, sistem dengan corak produksi kapitalistik haya berperan dalam peningkatan kemiskinan, pengangguran, juga tentunya angka ketimpangan.

Hal ini sebenarnya juga disinggung Karl Marx saat konteks penggunaan mesin-mesin dalam revolusi industri. Dalam buku Kapital jilid 1 telah memberikan analisisnya pada perkembangan teknologi yakni mesin-mesin. Marx menjelaskan dalam bab 15 mesin-mesin dan industri skala besar bahwa “Hukum penawaran/persediaan dan permintaan (supply and demand) membuktikan bahwa mesin-mesin melemparkan kaum pekerja ke jalanan (menjadi penganggur), tidak hanya dalam cabang-cabang produksi dimana mesin-mesin itu digunakan, tetapi juga di cabang-cabang saat mesin-mesin itu belum dipekerjakan”.

“Kaum pekerja, ketika diusir dari tempat-tempat kerja oleh mesin-mesin, akan membuat mereka terlempar ke pasar kerja. Kemudian kehadiran mereka dalam pasar kerja meningkatkan jumlah tenaga kerja yang tersedia bagi eksploitasi kapitalis”

Marx juga mengingatkan bahwa perkembangan mesin-mesin dibawah sistem kapitalisme hanya menjadikan manusia budak dan hanya meningkatkan kekayaan para pemilik sarana produksi alih-alih yang katanya membebaskan dan meringankan pekerjaan manusia seperti ilusi-ilusi para penganut sistem kapitalisme. Seperti yang dijelaskan James Caporasso dalam bukunya “Teori-teori ekonomi politik” dalam mengambi pijakan teori Marxian, Caporasso mengungkapkan bahwa pasar bukanlah mekanisme untuk memaksimalkan kesejahteraan pribadi dari individu-individu di dalamnya melainkan sebuah sarana untuk memfasilitasi para kapitalis untuk merampas (appropriation) nilai surplus dan mengakumulasi kapital.

Ini menjadi salah satu fakta objektif yang membuktikan bahwa apa yang menjadi angan-angan para penganut sistem kapitalisme berbasis mekanisme pasar yakni menciptakan kesejahteraan dunia tidak terbukti. Pemerintah Indonesia seakan melupakan relasi kompleks hubungan permintaan dan penawaran dalam mekanisme pasar. Padahal jika kita belajar dari sejarah sistem kapitalisme ini sudah berkali-berkali mengalami krisis internal dirinya sendiri. Depresi besar-besaran 1930, Stagflasi 1970-an, krisis moneter 1998 dan 2008, juga krisis yang saat ini kita rasakan ditengah pandemi Covid-19.

Perlu menjadi penekanan, ini hanyalah salah satu ilusi yang dibuat oleh para penganut corak produksi kapitalistik khususnya pada mekanisme pasar. Masih banyak hal-hal lain yang eksploitatif akibat dominannya sistem ekonomi politik kapitalisme yang tidak menjadi pembahasan dalam tulisan kali ini. Ilusi-ilusi yang dihadirkan hanya menutupi segala penderitaan masyarakat terkhusus kelas pekerja yang tidak akan bisa keluar dari posisi kerentanan jika masih dalam sistem kapitalisme. Tentunya hal ini tidak bisa dilepaskan dengan pengaruh dominannya corak produksi kapitalistik dalam skala global.

Tentunya solutif yang bisa dihadirkan bukan menolak perkembangan teknologi, tetapi mengganti struktur yang mendasari penggunaan teknologi, ialah sistem kapitalisme. Seperti dalam tulisan Jordan Pearson berjudul “The Future of Robot Labor Is the Future Of Capitalism”, Pearson menjelaskan bahwa gambaran-gambaran realitas yang kita hadapi dimana perkembangan tekonologi dan robot dikondisikan oleh sistem kapitalisme yang membuat penggunaan teknologi mutakhir itu hanya memberikan manfaat pada kelas pemilik sarana produksi.

Pearson memberikan gambaran bahwa penggunaan teknologi mutakhir dalam hal ini robot akan sangat membantu umat manusia ketika tidak berada dalam sistem kapitalisme. Mengutip kata Pearson “At a time when so many of us are looking towards the future, one particular possibility is continually ignored: a future without capitalism. Work without capitalism, free time without capitalism, and, yes, even robots without capitalism. Perhaps only then could we build the foundations of a future world where technology works for all of us, and not just the privileged few”.

Tentunya perubahan struktural ini sangat layak diperjuangkan tetapi dalam skala jangka pendek ikhtiar kita untuk keberpihakan kelas pekerja adalah menolak disahkannya RUU Cipta Kerja, karena selain ia hadir mengikuti logika sistem kapitalisme, RUU Cipta Kerja juga berisi pasal-pasal yang akan memperburuk keadaan kelas pekerja yakni menjadikan kelas pekerja berada dalam posisi lebih rentan, Tetapi penting untuk diketahui pada hakikatnya kelas pekerja dalam relasi eksploitatif di struktur kapitalisme selalu berada pada posisi yang rentan.

 

Daftar Pustaka

Eamon, B. Penerj Rofi Uddarojat. (2019). Kapitalisme: Modal, Kepemilikan, dan Pasar. Suara Kebebasan: Suara Kebebasan, Network for a Free Society.
Caporasso, J. Penerj Suraji. (2015). Teori-Teori Ekonomi Politik. Pustaka Pelajar:Yogyakarta.
Pearson, J. (2014, September 1). The Future of Robot Labor Is the Future of Capitalism. Diakses dari: https://www.vice.com/en_us/article/vvbz7y/the-future-of-robot-labour-has-everything-to-do-with-capitalism .
Marx, K. “Kapital Buku I” (Penerjemah Hay Oen Djoen)
Katadata.co.id. BPKM Sebut Masalah Realisasi Investasi Tak Sesuai Sarapan Tenaga Kerja. (2020). Lihat: https://katadata.co.id/berita/2020/02/03/bkpm-sebut-masalah-realisasi-investasi-tak-sesuai-serapan-tenaga-kerja
Katadata.co.id (2020). Catatan Merah Pasal-Pasal Omnibus Law Cipta Kerja. Lihat: https://katadata.co.id/telaah/2020/02/27/catatan-merah-pasal-pasal-omnibus-law-cipta-kerja

Muhammad Ifan Fadillah
Kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Makasar Timur, juga aktif Menulis pada Komunal Nokturnal

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kirim Donasi

Terbaru

Rosa Moiwend dan Kesalahan Teori Patriarki

Rosa Moiwend, salah satu kamerad kita di Papua menulis...

Ekofeminisme dan Hubungan Antara Perempuan dengan Hutan Sagu

Sebuah pandangan mengenai hubungan antara perempuan dengan hutan sagu di Kampung Yoboi, Sentani dan bagaimana mengujinya dengan perspektif ekofeminisme. Sagu...

Ancaman Pembangunan Terhadap Lahan Berkebun Mama Mee di Kota Jayapura

"Ini kodo tai koo teakeitipeko iniyaka yokaido nota tenaipigai, tekoda maiya beu, nota tinimaipigai kodokoyoka, tai kodo to nekeitai...

Memahami Perempuan (Papua) dari Tiga Buku Nawal El Saadawi

Sebuah ringkasan secara umum Pengantar Isu feminisme di Papua pada umumnya masih banyak menuai pro dan kontra. Itu bisa kita temukan...

Apabila Prabowo jadi Presiden

Selalu ada jejak yang ditinggalkan saat diskusi walau diskusinya bebas, pasti ada dialektikanya. Walau seminggu lebih sudah berlalu, namun ada...

Rubrikasi

Konten TerkaitRELATED
Rekomendasi Bacaan