Paris, 30 Januari 2006
Barangkali, bagi banyak orang di Indonesia, terutama bagi para pendukung rejim militer Orde Baru, perkembangan situasi di banyak negeri-negeri Amerika Latin yang menunjukkan perubahan-perubahan ke kiri dan anti-AS, merupakan suatu hal baru yang mengherankan atau bahkan mengejutkan. Ini dapat dimengerti. Sebab, rejim militer Suharto telah memaksa rakyat Indonesia, sejak puluhan tahun, untuk bersikap memusuhi politik kiri yang anti[1]imperialisme dan anti-kapitalisme yang digariskan oleh presiden Sukarno, dan anti-sosialisme atau anti-komunisme.
Perkembangan situasi di Amerika Latin akhir-akhir ini makin menarik perhatian banyak orang di berbagai negeri di dunia, bukan saja karena terpilihnya mantan tapol perempuan (Michelle Bachelet) menjadi presiden terpilih di Cili, atau terpilihnya pemimpin gerakan petani suku Indian (Evo Morales) di Bolivia sebagai presiden yang anti-Amerika, tetapi juga karena aksi[1]aksi politik yang revolusioner presiden Venezuela, Hugo Chavez.
Sejak perlawanan yang sudah dilakukan Fidel Castro selama puluhan tahun menghadapi Amerika Serikat, maka dewasa ini nampak dengan jelas bahwa sebagian dari benua Amerika Latin sudah – dan sedang – bergerak ke arah kiri. Kalau proses pergeseran ke kiri ini berjalan terus, dan mencakup makin banyak negeri lainnya maka akan mempunyai dampak yang cukup besar di dunia internasional. Sayang sekali, bahwa perkembangan yang penting ini kurang sekali (atau sedikit sekali) diketahui oleh banyak orang di Indonesia. Sebab, media pers Indonesia juga jarang sekali atau sedikit sekali menyiarkan berita-berita tentang perkembangan di benua Amerika Latin ini. Karena itu, bisalah dikatakan bahwa banyak orang di Indonesia yang “ketinggalan” dalam mengikuti perkembangan di Amerika Latin.
Perkembangan Penting Sesudah Perang Dingin
Padahal, apa yang terjadi di Amerika Latin dewasa ini, merupakan perkembangan yang amat penting sekali, bahkan terpenting, sesudah terjadinya Perang Dunia ke-II dan selesainya Perang Dingin (dalam bentuknya yang lama). Dalam kaitan ini, perlulah kiranya dicermati bahwa berbagai pemilihan presiden akan diadakan tidak lama lagi di Kostarika (dalam bulan Februari 2006), di Peru (dalam bulan April), Kolombia (bulan Mei), di Mexiko (Juli) dan Nikaragua (November). Dan sejak sekarang banyak orang sudah melihat bahwa sejumlah tokoh-tokoh kiri di sejumlah negara-negara Amerika Latin sedang menjadi makin populer dimana-mana, dan mungkin sekali banyak di antara mereka yang akan terpilih sebagai presiden.
Ditambah dengan posisi tengah-kiri yang selama ini dipegang oleh Argentina, Brasilia, Ekuador, maka boleh dikatakan bahwa tahun 2006 ini akan membawa benua Amerika Latin ke arah yang makin tidak menguntungkan kepentingan imperialisme AS. Sampai akhir tahun 2006 ini akan diselenggarakan pemilihan presiden di banyak negara-negara Amerika Latin (mendekati 10 negara).
Memang, tokoh-tokoh politik kiri atau tengah-kiri di berbagai negeri Amerika Latin itu mempunyai kadar yang berbeda-beda dalam sikap mereka terhadap imperialisme AS atau kapitalisme neo-liberal. Dan, juga, tidak semuanya mempunyai sikap yang sama terhadap sosialisme atau komunisme. Tetapi boleh dikatakan bahwa pada umumnya mereka bukanlah orang-orang kanan yang reaksioner atau tokoh-tokoh yang memihak kepentingan Washington, seperti halnya kebanyakan presiden atau diktator-diktator Amerika Latin di masa yang lalu.
Ini kelihatan dalam sikap Hugo Chavez di Venezuela, Michelle Bachelet di Cili, Lula di Brasilia, Nestor Kirchner di Argantina, Tabaré Vazquez di Uruguay, Lucio Guttierez di Ecuador, Evo Morales di Bolivia, Ollanda Humala di Peru, Andrés Manuel Lopez di Meksiko, dan Daniel Ortega di Nicaragua.
Peran Tokoh Militer Kiri
Kiranya, bagi banyak orang di Indonesia, salah satu di antara banyak hal yang menarik dari perkembangan di Amerika Latin adalah adanya tokoh-tokoh militer kiri, seperti mantan Kolonel pasukan para, Hugo Chavez, yang terpilih langsung (dalam tahun 1998) oleh rakyat menjadi presiden Venezuela. Hugo Chavez, yang sangat populer di kalangan bawah rakyat Venezuela dewasa ini merupakan presiden kiri yang terang-terangan mengibarkan bendera anti-imperialisme (terutama AS), dan menentang kapitalisme-internasional dan neo[1]liberalisme. Ia juga presiden yang dengan jelas dan terang-terangan menjalankan politik yang kiri dan mengandung ciri-ciri sosialisme.
Ada lagi yang barangkali juga menarik untuk diperhatikan, ialah munculnya seorang pimpinan militer kiri di Peru, Kolonel Ollanda Humala, yang menjadi calon presiden dalam pemilihan umum yang akan diadakan dalam bulan April 2006 ini. Seperti halnya Hugo Chavez di Venezuela, ia juga seorang tokoh di Peru yang sangat populer di kalangan rakyat ( terutama di kalangan suku Indian) dan juga terkenal sebagai pemimpin gerakan yang anti[1]imperialisme AS. Ollanda Humala disoroti oleh banyak pers Amerika Latin sebagai sahabat dekat Hugo Chavez.
Dengan terpilihnya baru-baru ini Evo Morales sebagai presiden kiri di Bolivia, dewasa ini sudah banyak komentar tentang kemungkinan terjadinya poros anti-imperialis yang terdiri dari Kuba-Venezuela-Bolivia-Peru. Inilah yang sudah ditakutkan oleh pemerintah AS dan sekutu-sekutunya di Amerika Latin. Sebab, dapat dimengerti bahwa terbangunnya poros anti-AS yang terdiri dari 4 negara itu betul-betul akan merupakan tantangan besar atau bahaya nyata bagi pengaruh hegemonis AS di benua Amerika Latin.
Imperialisme AS yang sudah 45 tahun tidak bisa menghacurkan pemerintahan Kuba di bawah pimpinan Fidel Castro, sejak tahun 1998 juga terpaksa harus menghadapi munculnya “pembangkang” keras lainnya, yaitu presiden Venezuela Hugo Chavez. Bagi AS, tampilnya Hugo Chavez sebagai presiden Venezuela betul-betul membikin “sakit kepala” banyak pembesar-pembesar di Washington. Karena,sejak ia terpilih menjadi presiden, ia telah menunjukkan sikap kirinya, yang membela kepentingan rakyat miskin di negerinya, dan melawan kapitalisme internasional.
Oleh karena itu, dalam tahun 2002 CIA berusaha campur tangan dalam kudeta terhadap kekuasaan yang sah presiden Hugo Chavez, dengan menyokong gerakan yang dilancarkan sejumlah opsir-opsir tentara Venezuela dan kapitalis-kapitalis dalamnegeri. Kudeta ini didahului oleh demonstrasi ratusan ribu orang di ibukota Venezuela (Caracas), yang mengepung gedung maskapai minyak negara Petroleos de Venezuela dan istana kepresidenan Miraflores. Berkat dukungan yang besar sekali dari rakyat kepada presiden Hugo Chavez, kudeta yang didalangi oleh imperialisme AS ini hanya berumur dua hari saja. Sebagian besar tentara yang setia kepada presiden Hugo Chavez bersatu dengan rakyat untuk merebut kembali kekuasaan yang sah, dan membebaskan presiden Hugo Chavez yang ditahan di suatu pangkalan militer. (Tentang Hugo Chavez ini banyak hal yang bisa dicermati bersama lebih lanjut pada kesempatan lainnya)
Sosialisme Abad Ke-21
Salah satu dari berbagai pertanda tentang pentingnya perkembangan di Amerika Latin dapat dilihat dari diselenggarakannya Forum Sosial Sedunia yang diadakan di Caracas antara tanggal 24 Januari sampai 29 Januari 2006, yang dihadiri oleh lebih dari 70. 000 orang dari berbagai negeri di dunia dan sekitar 5000 pekerja pers internasional dan media massa lainnya. Ribuan wakil atau delegasi LSM dari banyak negeri di dunia telah hadir dalam pertemuan besar ini.
Forum Sosial Sedunia di Caracas ini, yang merupakan Forum Sedunia yang ke-6, sebagai kelanjutan yang diadakan di Porto Allegre (Brasilia) dalam tahun 2001 dan yang terakhir di Bamako (Mali) telah menunjukkan corak politik anti-neo liberalisme dan anti-AS yang lebih menonjol dari pada yang sudah-sudah. Forum Sosial Sedunia di Caracas diliputi oleh suasana “kemenangan kiri” di benua Amerika Latin. Selama dilangsungkan Forum banyak dibicarakan orang tentang Kuba, Venezuela, Bolivia, Cili, Argentina, dan perkembangan di Peru atau Meksiko.
Menurut siaran kantor berita Reuters (30 Januari 2006) dalam Forum ini jugalah Hugo Chavez menganjurkan kepada aktivis-aktivis gerakan altermondialis untuk memikirkan pentingnya pengambilan kekuasaan. “Hanya dengan mengambil kekuasaan kita dapat memulai mengubah dunia”, ujar mantan perwira parasutis ini, yang sejak dipilih menjadi presiden dalam 1998 berusaha menciptakan di Venezuela “sosialisme abad ke-21”.
Ketika menerima para wakil organisasi-organisasi sosial dalam Forum, presiden Hugo Chavez mengatakan bahwa walaupun Forum Sosial merupakan bagian dari gerakan untuk menentang neo-liberalisme kita perlu mendampinginya dengan strategi untuk mengambil kekuasaan politik. Dalam kaitan ini ia menyebutkan sebagai contoh pemilihan secara demokratis bulan yang lalu Evo Morales, seorang pemimpin gerakan tani dan pembela hak[1]hak masyarakat Indian, sebagai presiden Bolivia.
Dengan mengutip Ernesto “Che” Guevara yang dibunuh di Bolivia tahun 1967 ketika ia berusaha membentuk basis-basis gerilya, Hugo Chavez menyatakan harapannya akan munculnya satu, dua atau tiga Bolivia di Amerika Latin, untuk menentang politik neo-liberal dan juga “buas” dari Washington.
Bush Teroris Paling Besar Di Dunia
Sikap anti-AS yang dimiliki Hugo Chavez sejak lama sebelum jadi presiden, kelihatan sekali selama Forum Sosial Sedunia d Caracas. Berkali-kali ia mengutuk imperialisme AS, dan mengatakan bahwa Bush adalah “teroris yang terbesar di dunia”.
Di depan para wakil organisasi-organisasi sosial yang datang dari berbagai negeri di dunia ini, Hugo Chavez menempatkan dirinya sebarisan dengan pahlawan nasional Simon Bolivar, yang menjadi sumber inspirasi bagi revolusi yang sedang berjalan di Venezuela dan negeri[1]negeri lainnya. Hugo Chavez mengatakan bahwa “orang-orang gila” seperti dirinya dan Fidel Castro akan menciptakan “integrasi Amerila Latin” dan mengajak Forum Sosial untuk menempuh jalan “sosialisme abad ke –21”.
Mengingat sikapnya yang terang-terangan makin keterlaluan anti-AS ini, banyak orang menduga bahwa Washington tidak akan membiarkan terus Hugo Chavez menjalankan politiknya untuk membentuk poros Kuba-Venezuela-Bolivia, atau untuk membantu munculnya satu, dua atau tiga Bolivia lainnya di Amerika Latin. Hal-hal yang tidak terduga masih bisa saja terjadi atas diri Hugo Chavez dan kekuasaannya, baik yang berupa aksi-aksi subversi, sabotase ekonomi atau diplomatik, atau bantuan gelap lainnya untuk terjadinya lagi kudeta dll dll.
Sebagai negara yang cukup kaya dengan sumber minyak setengah dari pendapatan negara Venezuela adalah dari minyak. Produksi minyak mentah tiap harinya sekitar 3 juta barrel dan 75% -nya diekspor. Pendapatan devisa dari hasil ekspor minyak berkisar antara 3 miliar dan 4 miliar dollar US setahunnya. Venezuela adalah eksportir minyak nomor 5 di dunia, dan 13% kebutuhan minyak AS tiap harinya.disupply oleh negaranya Hugo Chavez ini.
Jadi, jelaslah bahwa minyak merupakan urat nadi untuk negara dan rakyat Venezuela. Hal ini jugalah yang menyebabkan negara ini menjadi sorotan dan perebutan kepentingan berbagai fihak. Tetapi, presiden Hugo Chavez sudah menunjukkan selama ini bahwa Venezuela di samping menggunakan hasil kekayaan buminya untuk pembangunan “sosialisme Bolivar” bagi kesejahteraan dan kemajuan rakyatnya, juga untuk membantu negara-negara lain, seperti Kuba, Bolivia dan Argentina.
Dengan semangat ini pulalah maka Hugo Chavez memberikan dana yang besar untuk terselenggaranya Forum Sosial Sedunia di Caracas itu, yang merupakan forum ideal baginya untuk menyebarkan gagasannya tentang “sosialisme abad ke-21”, tentang perlunya gerakan[1]gerakan sosial di berbagai negeri ditingkatkan mengarah kepada pengambilan kekuasaan (melalui pemilihan umum yang demokratis) seperti yang dilakukan oleh Evo Morales di Bolivia, tentang “Bush adalah teroris terbesar di dunia”.
Yang tersebut di atas adalah sekadar sekelumit hal-hal tentang Forum Sosial Sedunia, tentang Hugo Chavez, tentang “revolusi Bolivar”, tentang “sosialisme abad ke-21” , tentang Amerika Latin yang bergeser ke-kiri. Kiranya, bagi banyak orang di Indonesia (dan juga di luarnegeri!) ada baiknya untuk selanjutnya mengikuti – kadang-kadang atau sewaktu-waktu – perkembangan situasi di negeri-negeri Amerika Latin. Sekadar untuk bahan pengetahuan atau sebagai bahan renungan.
Memang, situasi dan persoalan-persoalan yang terdapat di Indonesia banyak yang berbeda dengan yang ada di Venezuela atau di negeri-negeri Amerika Latin lainnya. Di Indonesia, rejim militer Suharto sudah menjadikan imperialisme (AS, terutama) sebagai sekutunya dalam menghancurkan kekuataan politik Presiden Sukarno beserta pendukungnya yang utama ,yaitu Partai Komunis Indonesia. Berlainan dengan militer di bawah Hugo Chavez (dan nantinya mungkin militer di Peru di bawah Kolonel Ollanda Humala), militer Indonesia – terutama TNI-AD – dipaksa untuk mengambil posisi reaksioner yang anti-Sukarno dan anti[1]komunis.
Dalam hal-hal tertentu, tokoh besar dan “bapak revolusi” Amerika Latin, Simon Bolivar, ada persamaannya dengan Bung Karno, tokoh nasionalis kiri, yang pernah menjadi “bapak revolusi” bangsa Indonesia. Sayang sekali, bahwa tokoh besar bangsa Indonesia ini dikhianati oleh para pendiri dan pendukung Orde Baru.
Barangkali dari sudut inilah kita bisa melihat bahwa revolusi di Amerika Latin bisa akan memberikan dorongan yang penting untuk terjadinyua perubahan-perubahan di dunia nantinya. Slogan yang sudah mulai berkumandang di banyak negeri “L’autre monde est possible” (Another world is possible – Dunia yang lain adalah mungkin ) mulai makin terdengar lebih lantang dan lebih luas lagi !!!
***
Catatan
- Tulisan ini dipublikasikan kembali bukan untuk kepentingan komersil melainkan pendidikan politik dan propaganda sosialisme di Papua
- Ini bahan bacaan dalam bentuk dokumen pdf yang tidak diketahui penulisnya (anonim), kami akan sangat senang bila pembaca dapat mengklarifikasi ataupun mengkonfirmasikan penulis. Salam hormat.