Tulisan ini sebelumnya telah disebarkan sebagai bahan diskusi dalam forum Musyarawah Kerja Pemuda Adat Papua Wilayah III Doberai Papua, Mnukwar, 16 Maret 2022.
Secara terminalogi “Gerakan Mahasiswa” terdiri dari dua kata yang berbeda. Gerakan berasal dari kata dasar “gerak” berarti peralihan tempat atau kedudukan, baik hanya sekali maupun berkali-kali (tentu ada sebab) atau segala-segala sesuatu yang berubah ialah gerak. Sedangkan “mahasiswa” adalah sebutan untuk para pelajar yang sedang menempuh studi pada lembaga pendidikan formal tertinggi yaitu di universitas. Kedua kata berbeda ini kemudian di sebutkan sebagai Gerakan Mahasiswa merujuk kepada aktivitas politik mahasiswa dalam merespon isu-isu sosial di masyarakat yang disebabkan oleh kebijakan politik kekuasaan.
Gerakan mahasiswa itu sendiri cenderung lebih memihak kepada masyarakat kecil dan cenderung menolak berbagai bentuk kebijakan yang merugikan masyarakat, baik kebijakan penguasa secara langsung, seperti membuat undang-undang yang merugikan masyarakat, atau keputusan di bidang ekonomi seperti menaikan harga BBM, harga sembako, juga pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), maupun kebijakan tidak langsung seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Gerakan mahasiswa itu kemudian diwujudkan kedalam ide-ide maupun dibentuklah organisasi-organisasi gerakan mahasiswa pada tiap sejarah dan angkatannya. Organisasi-organisasi itu adalah alat bantu untuk pendidikan politik, perekrutan anggota, menumbuhkan semangat yang sama, serta ideologi yang sama. Dengan kepentingan perjuangan yang sama pula, yaitu keinginan akan keadilan dan kesetaraan manusia.
Kemunculan gerakan mahasiswa sendiri telah ada ratusan tahun yang lalu, yaitu setelah didirikannya Universitas Bologna di Paris, dan Oxford di Inggris Abad 12 dan 13 lalu. Kemudian berkembang seiring kemajuan pendidikan di seluruh dunia, di semua tingkatan baik formal maupun informal yang dibentuk dan didirikan kolonial. Paling terkenal dari gerakan mahasiswa adalah manifesto gerakan mahasiswa Cordoba di Argentina 1918, yang banyak menginspirasi bentuk dan pergerakan mahasiswa di dunia termasuk gerakan mahasiswa di Indonesia.
Oleh para ahli dan sarjana gerakan mahasiswa disebutkan menggunakan pendekatan politik massa. Bentuk-bentuk perlawanan, protes-protes mahasiswa adalah perlawanan yang mengandalkan jumlah massa aksi dengan tujuan mendesak (pressure) kekuasaan untuk merubah setiap kebijakan yang merugikan. Dalam banyak kasus di banyak negara, gerakan mahasiswa dinilai memilki peran penting, karena sangat responsif terhadap perubahan sosial yang merugikan masyarakat. Maka gerakan mahasiswa ini dinilai sebagai bagian dari infra struktur politik, yakni satu kekuatan yang abstrak namun memiliki andil dalam sistem politik suatu negara, ada juga yang menyamakannya dengan pressure group lainya seperti organisasi buruh, tani, nelayan, bahkan partai politik.
Di hampir semua negara, gerakan mahasiswa memiliki metode atau cara yang hampir serupa, seperti aksi massa, protes-protes langsung, boikot-boikot, memobilisasi rakyat luas untuk terlibat dalam aksi-aksi mereka. Alat-alat mereka dalam mengekspresikan itu cenderung aman, seperti pengeras suara (megaphon), spanduk, panflet-panflet, selebaran dan lain sebagainya. Maka gerakan mahasiswa ini juga disebutkan sebagai gerakan perlawanan tanpa kekerasan. Namun demikian oleh para penguasa lalim dan otoriter para mahasiswa ini sering dianggap sebagai kelompok berbahaya karena menghambat kebijakan dan keputusan mereka, sehingga tidak jarang aksi-aksi mahasiswa direspon secara represif, ditangkap, dipukul, di penjara, bahkan dibunuh.
Gerakan Mahasiswa Papua
Untuk pertama kali semangat dan keinginan kemerdekaan itu tumbuh di sekolah pertama Papua di Mansinam 1917 dan di Miei Wondama 1925 lalu. Para pelajarnya telah memiliki gagasan-gagasan tentang negara berdaulat, namun belum diwujudkan dalam usaha atau gerakan perjuangan. Gerakan mahasiswa atau pelajar Papua ini kemudian semakin intens di era kolonialisme Indonesia, karena pengalaman penjajahan fisik yang berlebihan. Indonesia menginvasi Papua dengan kekuatan militer, melakukan operasi-operasi militer, memanipulasi Pepera 1969, melakukan pelanggaran HAM, dan sebagainya.
Secara umum gerakan mahasiswa Papua baik definisi, bentuk, maupun metode dalam aktivitasnya tidaklah berbeda dari gerakan mahasiswa di banyak negara. Seperti cara memobilisasi massa mahasiswa, cara memobilisasi rakyat untuk mendukung tuntutan dan aksi-aksi mereka. Alat-alat yang digunakan juga serupa seperti pengeras suara, baliho, panflet-panflet, hingga selebaran. Namun yang membedakan gerakan mahasiswa Papua dengan gerakan mahasiswa lain di dunia adalah latar belakang atau motivasi politiknya. Gerakan mahasiswa Papua terbentuk dalam sejarah kolonialisme, penindasan, perampasan hak politik, pelanggaran hak asasi manusia, sehingga terbentuk landasan dan tujuan-tujuan gerakan mahasiswa Papua yaitu pembebasan tanah dan rakyat Papua secara politik atau kemerdekaan.
Dalam perkembangannya gerakan mahasiswa Papua yang dipelopori oleh organisasi-organisasi gerakan mahasiswa Papua lebih banyak terafiliasi bersama organisasi berbeda seperti ikatan kedaerahan, komunitas-komunitas yang sebelumnya didirikan dengan tujuan yang jauh berbeda tetapi kemudian mengadopsi semangat dan perjuangan politik kedalam organsiasi dan komuditas mereka. Walau sebenarnya organisasi dan komuditas seperti ini lebih rentan dari intervensi pihak-pihak lain (senioritas dan birokrat) namun kontribusi dalam sejarah gerakan mahasiswa Papua terutama dalam memobilisasi massa mahasiswa menjadi sangat penting. Siklus Gerakan mahasiswa Papua selalu seperti itu, isu, strategi, selalu berdasarkan indikator-indikator ini.
Kapitalisme dan Masyarakat Adat Papua
Tanah dan masyarakat adat Papua telah menjadi sasaran kolonialisme dan kapitalisme sejak Abad 15 dan 16 lalu, melalui sistem dagang atau merkantilisme negara-negara Eropa telah hadir menandai tanah dan rakyat Papua. Ancaman tersebut bahkan sebelum kolonialisme Indonesia seperti sekarang ini. Kapitalisme sendiri adalah sistem ekonomi global yang menjadi akar dari penindasan dan kemiskinan absolut bagi rakyat di dunia hari ini. Untuk kepentingan kapitalisme Belanda berkuasa di Papua, dilanjutkan Indonesia pada 1961, untuk kepentingan kapitalisme lah Gresberg di Timika diserahkan kepada Freeport untuk akumulasi kapitalisme maka operasi militer mengusir masyarakat adat dari wilayah adat mereka, bahkan untuk kepentingan kapitalisme lah pemekaran kabupaten dan provinsi dilakukan, hingga Otonomi Khusus (Otsus) diberikan.
Masyarakat adat Papua adalah kelompok paling terdampak dari serangan kapitalisme. Bahkan dapat kita sebutkan mengalami penindasan berlapis. Pada banyak kasus Masyarakat adat melepaskan tanah adat mereka secara manipulatif. Sebagian lain dipaksa, intimidasi bahkan di teror. Masyarakat adat 7 suku di Timika tidak kuasa melawan Freeport, Masyarakat Malind Merauke tidak kuasa melawan MIFEE, Masyarakat adat Keerom kehilangan 50.000 hektar lahan tanpa kompensasi, bahkan di seluruh tanah Papua telah dilaporkan oleh berbagai organisasi sipil bahwa masyarakat adat telah kehilangan jutaan hektar hutan. Sifat kapitalisme ini adalah berupaya melepaskan masyarakat adat Papua dari akar identitas dan kebudayaan mereka yakni tanah dan hutan adat. Ini adalah sesuatu yang umum dilakukan monarki dan tuan tanah di Eropa, bahkan Belanda atas Indonesia.
Hari ini Indonesia telah memagari Papua dengan segala upaya, baik melalui milterisme, streotipe, bahkan sistem rasialisme. Kebijakan internasional Indonesia beberapa tahun terakhir, membuat kesepakatan-kesepakatan ekonomi dengan International Moneter Found (IMF), World Bank (WB), dan World Trade Organitation (WTO). Membuka seluas-luasnya investasi asing yang masuk dari Eropa, Amerika, Rusia bahkan Cina. Undang-undang terbaru yang kita saksikan saat ini adalah UU Cipta Kerja (Omnibuslaw) yang sangat berpengaruh kepada masyarakat adat. Rakyat dan tanah Papua telah dikepung oleh investasi, jutaan tanah telah di kapling menjadi memilik perusahaan nasional dan internasional.
Gerakan Mahasiswa Papua dan Perjuangan Masyarakat Adat
Membangun kekuatan mahasiswa untuk perjuangan masyarakat adat adalah sebuah tantangan di Papua. Belum ada satu organisasi gerakan mahasiswa yang terbentuk secara mandiri dengan memiliki tujuan-tujuan umum untuk perjuangan masyarakat adat Papua. Sebagai bagian dari masyarakat adat seharusnya jauh-jauh hari mahasiswa sudah memikirkan ini. Beberapa organisasi mahasiswa yang terbentuk untuk masyarakat adat dibawah payung lembaga-lembaga tertentu, cenderung tidak progresif dan tidak memiliki militansi untuk perjuangan. Sehingga belum kelihatan strategi pengorganisiran, aksi-aksi, kampanye bahkan solidaritas yang luas.
Sisi lain, gerakan mahasiswa Papua masih melihat isu-isu lingkungan dan masyarakat adat sebagai materi sampingan dari perjuangan organisasi secara umum. Masalah-masalah yang dihadapi masyarakat adat Papua yang sering kali dipublikasi hanya untuk kepentingan mobilisasi massa mahasiswa itu sendiri. Kita bisa saksikan di setiap aksi-aksi lingkungan, perampasan lahan, dan hak-hak masyarakat adat tidak pernah didukung oleh organisasi-organisasi gerakan mahasiswa secara luas.
Itu artinya masalah dan dan penindasan masayarakat adat belum dapat dilihat secara objektif oleh gerakan mahasiswa Papua. Sehingga ada banyak pilihan bagi generasi muda, mahasiswa, pemuda adat untuk memulai. Atau menunggu organisasi-organsiasi gerakan mahasiswa yang ada hari ini untuk menggagasnya atau mungkin tidak pernah sama sekali.
Tantangan itu datang kepada siapapun, mahasiswa, pemuda, pemuda adat. Salah satu langkah strategis kawan-kawan Pemuda Adat Papua Wilayah III Doberai melalui Musyawarah Kerja ini adalah saat ini.
***
Catatan: Tulisan ini telah di edit oleh penulis. Awalnya berjudul “Gerakan Mahasiswa dan Masyarakat Adat Papua”. Disiapkan untuk diskusi “Gerakan Mahasiswa Papua” dalam Musyawarah Kerja Pemuda Adat Papua Wilayah III Doberai di Mnukwar,16 Maret 2022.
salut..Penting