Ditulis oleh Ninel Olesich dan Victor Privalov
Aktivitas revolusioner mahasiswa Rusia dapat kita mengerti bila kita memahami esensi kelas dari rezim dan pemerintahan Tsar yang reaksioner atas pendidikan tinggi di Rusia. Gelombang pembangkangan dan protes dikalangan mahasiswa Rusia muncul karena beberapa alasan; kondisi yang mencekik dari otokrasi Rusia, perlakuan yang keji atas kaum muda, pengekangan ilmu pengetahuan, diberlakukannya cara-cara ala polisi dan tentara dalam pendidikan, pengingkaran hak-hak politis, dan kemiskinan yang akut dari kebanyakan mahasiswa.
Pendidikan Rusia Pada Awal Abad 20
Industri Rusia berkembang dengan cepat pada akhir abad ke 19 dan melahirkan kebutuhan akan tenaga kerja terdidik. Pertumbuhan ini telah membawa perubahan dalam struktur sosial masyarakat. Kapitalisme semakin membutuhkan kaum terpelajar. Wajah sosial dari kota-kota di kekuasaan Rusia telah ditransformasikan, orang-orang yang hidupnya tergantung dari upah bertambah dengan cepat dan komposisi dari intelektual juga mengalami perubahan.
Pertumbuhan ekonomi diserap oleh pertumbuhan kaum intelektual, yang pada masa lalu hanya terbentuk dari lapisan kecil masyarakat saja. Sementara pada awal abad 20 jumlah kaum terpelajar semakin membesar dan menduduki jabatan-jabatan penting di pemerintahan.
Kaum terpelajar terpusat di St. Peterburg dan Moskow. Sekitar separuh dari kaum ilmuwan, pengarang, pelukis, aktor dan para guru adalah pasukan besar dari kaum pelajar Rusia yang murah harganya dan terpusat di dua kota besar tersebut.
Dalam kebijaksanaan ekonominya, Tsar mendorong peningkatan kepentingan kaum pemilik modal dalam lapangan ideologi, khususnya dalam pendidikan tinggi, meskipun pendidikan tinggi tersebut mempunyai cara yang konservatif. Akhirnya, dibawah dampak dari kapitalisme, sistem kasta yang picik dari pendidikan tinggi, yang hanya memberikan kesempatan pada para bangsawan telah didorong untuk memberikan jalan pada semua strata masyarakat.
Pada awal abad ke-20 jumlah kaum terpelajar bertambah dengan cepat. Pada tahun 1903 telah terdapat 85 lembaga pendidikan tinggi di Rusia dengan menampung 42.884 siswa. Kira-kira sepuluh tahun kemudian, pada tahun ajaran 1914/1915 telah berdiri 105 pendidikan tinggi negeri dengan daya tampung 127.400 siswa.
Lingkaran kaum terpelajar diperkuat oleh kaum muda dari bagian terendah di masyarakat, seperti beberapa kelompok petani, kelas menengah kota, para pegawai rendahan dan menengah. Meskipun begitu di dalam dunia kemahasiswaan masih dipenuhi oleh mereka yang berasal dari kelas-kelas tertentu saja. Pada tanggal 1 Januari 1905, anak-anak dari keluarga bangsawan dan pegawai sipil berjumlah sekitar 60.92% dari semua siswa yang terdaftar di Universitas St. Petersburg, salah satu tempat belajar terkenal di Rusia. Pendidikan umum di kalangan kaum terpelajar dari keluarga aristokrat dan tuan tanah besar tidak begitu populer, mereka lebih suka belajar di sekolah khusus yang diperuntukkan bagi kaum bangsawan.
Kebanyakan dari kaum terpelajar adalah anak-anak pegawai sipil rendahan, bangsawan kecil atau bangsawan yang hanya memiliki gelar belaka. Dalam kelompok sosial tersebut banyak terdapat orang-orang yang selalu bekerja keras sepanjang hari dengan hidup yang senin-kemis. Mereka itulah yang biasanya mendukung sentimen-sentimen revolusioner di universitas. Kebanyakan siswa yang ditangkap dalam aktivitas revolusioner pada tahun 902; 3,7% adalah anak para pegawai sipil, 12,8% dari kalangan pedagang, 15,7% dari kaum tani, dan 32,4% dari kaum bangsawan.
Meskipun, pada masa lalu, kaum terpelajar yang berasal dari keluarga bangsawan dan pegawai sipil merupakan mayoritas dalam lingkungan mahasiswa, tetapi pada saat itu (pada akhir abad ke-19) kaum terpelajar dari golongan bukan bangsawan sudah mulai menjadi bagian penting. Mereka datang dari keluarga bangsawan yang telah hancur, kaum pegawai sipil rendahan, borjuis kecil, pegawai desa dan kaum tani. Kaum terpelajar dari lingkaran ini merupakan penghubung kepada massa rakyat bagaikan “ribuan dan jutaan benang-benang. [1]
Kaum terpelajar di Rusia hidup dalam keadaan yang amat memelas. Kehidupan seorang mahasiswa di Rusia tak ada bedanya dengan orang-orang malang dari kaum miskin kota.
Pada tahun ajaran 1899/1900, 53,2% dari mahasiswa di Universitas Moskow nyaris tidak dapat melanjutkan kuliahnya. Pada tahun 1901 jumlah siswa yang sangat membutuhkan bantuan keuangan melonjak di Universitas Moskow; 62,27% di Jurusan Filologi, 50,21% di Jurusan Matematika, dan 60,73% di Jurusan Kedokteran. Jumlah siswa yang butuh bantuan keuangan sangat melonjak di kedokteran hewan, institut pertanian, sekolah guru, dan sekolah asisten dokter. [2]
Data statistik memperlihatkan bahwa akses untuk pendidikan dan fakultas bagi pendidikan spesialis diciptakan secara massal (untuk memenuhi tenaga kerja murah) dan murah bagi kaum muda dari strata rendah. Cara-cara seperti ini dipraktekan pada Jurusan Filologi, Kedokteran dan matematika di Universitas Moskow. Kebanyakan mereka dilatih pada sekolah guru dan kedokteran yang bermutu rendah.
Georgi Valentinovich Plekhanov mengatakan bahwa mental bekerja dilingkungan mahasiswa adalah barang yang mewah. Ia menulis, “Pada musim semi kaum terpelajar akan meninggalkan kota untuk mendapatkan pekerjaan dengan upah yang memadai; pada musim gugur ia akan bergegas-gegas untuk mengikuti kuliah dan kembali untuk menerima pengajaran; dan seringkali mereka lebih suka menolong orang tua atau saudara-saudaranya.” Begitulah kehidupan mahasiswa saat itu. Nadezhda Konstatinova Krupskaya, istri dan sahabat setia Lenin, mengingatkan tentang kehidupan Lenin di St. Petersburg pada tahun 1894-1895. “… hidup sebagai seorang mahasiswa yang terkurung dalam kamar kecil, yang terasa sangat sempit juga untuk dirinya sendiri.[3]
Dalam sebuah survey tentang kondisi pemukiman mahasiswa di Moskow, Rech, sebuah surat kabar yang diterbitkan di pusat kota, melaporkan: “Orang-orang pesimis akan berkata, bahwa seluruh dunia ini adalah sebuah penjara, kamar-kamar para mahasiswa adalah seperti sel-sel dalam penjara.”
Hanya 3% dari kaum terpelajar di Moscow mempunyai flat. Sisanya harus menyewa ruangan, atau berbagi tempat dengan beberapa teman sekamar.
Pemerintah Tzar secara reguler selalu menaikan uang bayaran sekolah. Cara ini telah membuat terdepaknya para mahasiswa yang tidak kaya dari universitas. Dari periode 1887 hingga 1898 uang bayaran meningkat dari 10 rubel menjadi 50 rubel. Pada masa revolusi 1905 uang bayaran telah mencapai 100 rubel per tahun.
Setiap tahun uang dana beasiswa terus dikurangi. Pada tahun 1899 hanya 6,1% siswa di Universitas Kazan menerima beasiswa. Pada tahun 1904 jumlahnya semakin menurun mencapai 4,3%. Seringkali dalam mendistribusikan beasiswa para birokrat pendidikan tinggi lebih menekankan pada loyalitas politik ketimbang kondisi material mahasiswa yang bersangkutan.
Dalam usaha memotong pendidikan tinggi dari lingkaran pro-demokrasi dan penyebaran semangat skolastik yang konservatif, pemerintah Tsar harus menguasai para pengajar untuk berpihak pada mereka. Untuk menyediakan ini semua pemerintah Tsar memberikan para profesor gaji yang relatif tinggi.
Dalam hal kondisi material para profesor jauh lebih mapan ketimbang kaum intelegensia perkotaan lainnya. Dengan bantuan para profesor ini, mesin negara rezim Tsar telah memperkenalkan sebuah sistem pengawasan dan kontrol ala polisi terhadap kaum terpelajar pada pendidikan-pendidikan tinggi.
Dalam sekumpulan arsip terdapat sebuah salinan tulisan tangan dari majalah Zabastovka (Mogok) yang disebarkan oleh kaum terpelajar di Novorossisk. Salinan ini pada tahun 1901 dikirim kepada Iskra[4]. Majalah tersebut memuat sebuah kartun yang memperlihatkan seorang profesor yang sedang membacakan sebuah kuliah pada para mahasiswa, sementara aparat keamanan, bersembunyi dibalik mimbar, dengan gaya sebagai tukang hasut.
Dengan menempatkan universitas dibawah pengawasan polisi, pemerintah Tsar juga mulai mengatur kebebasan akademis dan mengatur para staf pengajar dengan korporasi “administrasi yang mandiri”. Menteri sendiri mempunyai hak untuk memindah-mindahkan staf pengajar ke pos-pos yang kosong, membagikan kedudukan dan memberikan gelar ilmiah.
Menjelang awal abad ke-20 pemerintah memberlakukan berbagai “reformasi” pada pendidikan tinggi dengan tujuan untuk memperkuat bangunan konservatif dalam lingkaran ilmu pengetahuan. “Reformasi” ini melarang para mahasiswa untuk mendirikan Dewan Mahasiswa. Para mahasiswa tidak dapat lagi mendirikan organisasi mahasiswa, bahkan yang paling ilmiah sekalipun, dan tidak bisa menerbitkan berbagai publikasi.
Peraturan khusus dibuat untuk menempatkan lembaga pendidikan dibawah “pengawasan khusus”. Para polisi, informan, mata-mata, dan provokator memenuhi institut dan universitas. Pengawasan oleh polisi melaporkan “para terdakwa mahasiswa” pada semua lapisan dari kepolisian negara. Sebuah surat dikirimkan oleh seorang mahasiswa pada editor Iskra dengan informatif. Tulisan itu melaporkan tentang perintah dari Sipyagin, Menteri dalam negeri, yang memerintahkan, sembilan orang siswa di Universitas St Petersburg untuk “menjalankan tugas polisi dan pengawasan” dalam universitas.
Menteri Pendidikan mengeluarkan instruksi bahwa setiap sekolah lanjutan harus menyediakan “informasi yang komplit dan rinci” tentang asal mula dari para muridnya (jika mereka bersiap untuk mendaftar di universitas), asal mula orang tua mereka dan analisa sosial dari lingkungannya. Penanganan khusus diberikan pada para lulusan guru yang berasal dari petani yang mempunyai hak masuk perguruan tinggi. Peraturan universitas melakukan pelarangan ketat untuk memasukan perempuan dalam lembaga pendidikan tinggi. Hal yang sama juga terjadi pada wakil-wakil bangsa non-Rusia, mereka dibatasi secara ketat dengan sistem quota untuk memasuki pendidikan tinggi. Misalnya saja, wakil dari masyarakat pribumi Siberia hanya diberi jatah 0,3-1% dari keseluruhan siswa di universitas dan Institut Teknologi di Tomsk.
Munculnya Radikalisme Mahasiswa
Meskipun otokrasi berusaha melakukan tekanan-tekanan reaksioner, mereka telah gagal untuk “membasmi” semangat revolusioner dari lembaga pendidikan tinggi.
Tentu saja, asal mula sosial-politik dari latar belakang mahasiswa berakar pada rakyat itu sendiri. Gerakan demokratis kaum muda membawa protes rakyat terhadap kekuasaan Tsar dan tuan tanah atas lembaga pendidikan. Lebih jauh lagi, kemiskinan dan kekerasan tentara yang terus menerus atas kaum muda melengkapi kebangkitan cara pandang revolusioner mahasiswa dalam universitas. Setelah lulus dari universitas kaum terpelajar ini menjadi pondasi yang mengkritik keadaan sosial-politis dan berhasrat untuk melawannya. Itulah sebabnya dewan ilmu pengetahuan menjadi sekolah pertama dari perjuangan revolusioner bagi semangat demokratis kaum muda.
Para siswa dengan latar belakang orang biasa, anak-anak dari pegawai rendahan, yang di Rusia dikenal dengan sebutan raznochintsy[5] (kaum intelektual yang berasal bukan dari bangsawan), berusaha untuk menyerahkan dirinya untuk mengabdi pada ilmu pengetahuan dan rakyat. Pada tahun 1870-an para mahasiswa memasuki gerakan revolusioner karena pengaruh dari sosialis utopia Eropa saat itu, yang sangat dipengaruhi oleh ajaran Robert Owen, Saint-Simon, Fourier dan Proudhon, dan kaum demokrat Rusia, Herzen dan Chernyhevsky.
Ide-ide dari sosialisme borjuis kecil sangat berpengaruh dan dijadikan sebagai asas bagi organisasi mahasiswa. Karena kegagalan kaum terpelajar untuk mempelajari misi sejarah dari kelas pekerja, para mahasiswa yang berpikiran maju hanya bekerja di pedesaan, dalam rangka memberi penyuluhan pada kaum tani dan mengajaknya untuk memberontak pada Tsar. Dibawah ide-ide revolusi mereka menyatakan dirinya sebagai “pahlawan”. Mereka menganggap rakyat tak lebih sebagai “kerumunan” yang mereka sendiri sanggup memobilisasinya untuk sebuah aksi.
Pada masa itu terbit sebuh tulisan yang berjudul Peranan Kesenjangan Sosial dan Kelas dalam Gerakan Pembebasan. Tulisan ini memberikan penjelasan tentang kekuatan revolusioner mahasiswa dan intelektual. Tulisan tersebut juga menekankan bahwa gerakan mahasiswa pada saat itu masih terpisah dari perjuangan rakyat. Ini merupakan ciri dari gerakan yang mendewakan “gaya kepahlawanan” dan “impoten”. Ketika gerakan revolusioner Rusia memasuki tahapan sosial-demokratis pada tahun 1880-an, karakter dari gerakan mahasiswa Rusia juga mengalami perubahan.
Setelah artikel tersebut terbit sebuah buku yang berjudul Apa Saja Yang “Menjadi Sahabat Rakyat” dan Bagaimana Mereka Berjuang Bagi Sosial Demokrat. Karya ini memainkan peranan signifikan dalam pendidikan politik mahasiswa. Buku tersebut dicetak secara ilegal oleh mahasiswa itu sendiri. Dalam memoirnya N. A. Semashko, seorang mahasiswa revolusioner menulis bahwa ketika kaum muda pelajar membaca manuskrip dari buku tersebut, “… pengaruh perjuangan revolusioner dilingkungan mahasiswa mulai menampakkan bentuknya”. Para mahasiswa melakukan serangan-serangan pada sosialis borjuis kecil dengan menggunakan kekayaan dari fakta dan ide-ide yang ada dalam buku tersebut.
Dalam tahun 1895, sebuah Liga Perjuangan Bagi Pembebasan Kelas Buruh didirikan di St. Petersburg. Liga ini memainkan peranan penting dalam pendidikan revolusioner bagi para mahasiswa yang berpikiran maju. Organisasi ini merupakan sesuatu yang merupakan bentuk baru di Rusia. Dibawah panduan Liga, kaum revolusioner mengubah cara kerja politiknya dari lingkaran yang kecil kepada kerja propaganda massa dilingkungan kelas pekerja. Kaum muda membantu Liga, mempublikasikan terbitannya, menyebar luaskan bacaan ilegal, menjadi pengumpul sumbangan bagi kas organisasi. Liga St. Petersburg membuktikan dirinya sebagai sekolah yang luar biasa bagi perjuangan kelas kaum mahasiswa revolusioner. Pembentukan liga ini menunjukan bagaimana caranya untuk mengubah propaganda revolusioner dari lingkaran kecil (kaum terpelajar) kepada propaganda massa yang politis dan ekonomis di lingkungan kelas pekerja.
Para mahasiswa yang maju yang berdiri di samping sosial-demokrat memberikan sumbangan positif untuk menghubungkan sosialisme dengan kelas pekerja dan bagi terbentuknya Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia (PBSDR). Kerja-kerja para mahasiswa yang berpikiran maju dan bergabung dalam perjuangan liga melahirkan potensi revolusioner ke segala arah pada berbagai lapisan kaum muda. Banyak sekali pimpinan dan fungsionalis PBSDR memulainya sebagai mahasiswa. Ini berarti mereka mempunyai pengetahuan yang memadai tentang gerakan protes mahasiswa dan sanggup mengambil segi-segi positifnya. Lebih dari pada itu mereka sanggup memahami sentimen-sentimen dan kebutuhan para mahasiswa. Hubungan yang berkelanjutan tersebut dengan para mahasiswa demokratis memberikan pada PBSDR strategi dan taktik bagi para mahasiswa dan untuk menggunakan protes revolusioner mereka bagi kepentingan proletariat. “Adalah tugas kita sebagai revolusioner sosial-demokrat untuk selalu berupaya untuk mengambil keuntungan dari perkembangan ini (militansi mahasiswa), dalam rangka untuk menjelaskan pada intelektual progresif dari kelas pekerja tentang apa saja yang mereka miliki di pedesaan, di kaum terpelajar, dan intelektual secara umum sekaligus untuk mengajar mereka bagaimana cara mendapat keuntungan dari protes sosial yang meledak dimana-mana.”[6]
Pada tahun 1899 terjadi pemogokan seluruh mahasiswa Rusia yang melibatkan sekitar 2500 orang. Aksi mogok ini merupakan titik balik yang penting dalam gerakan mahasiswa. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, kaum muda non proletar menggunakan bentuk perjuangan proletariat dalam perjuangan, yang disebut dengan pemogokan. Meskipun tuntutan utama gerakan mahasiswa itu sendiri masih abstrak, yaitu tentang kebebasan individual.
Apa yang mendorong kaum muda untuk melakukan aksi dalam membela hak asasi manusia di Rusia? Peristiwanya dapat dimulai pada tanggal 8 Februari 1899. Pada sebuah perayaan di Universitas Petersburg para mahasiswa mengejeki rektornya, yang selalu reaksioner. Aksi tersebut kemudian berkembang lebih jauh menjadi kebencian atas pemerintahan Tsar. Lalu para mahasiswa memutuskan untuk mengadakan rally menuju Nevsky Prospekt. Pemerintah memutuskan untuk memberikan hukuman pada para mahasiswa tersebut. Polisi secara brutal membubarkan barisan mahasiswa. Beberapa hari kemudian peristiwa tersebut menjadi perhatian umum di St. Petersburg dan ke seluruh negeri. Semua lembaga pendidikan di Rusia menyatakan mogok dibawah slogan kebebasan individu dan kebebasan bicara didalam lingkungan ilmu pengetahuan.
Dalam menyambut pemogokan tersebut, Persatuan Mahasiswa Sosial-Demokratis di St. Petersburg menekankan bahwa, “Berpikir politik (secara obyektif) … akan membebaskan dunia akademik dan alat-alatnya”. Para mahasiswa dengan pemahaman yang progresif sudah siap untuk terjun dalam perjuangan politik.
Sosial-Demokrat Rusia selalu memberikan dukungan pada pemogokan dan aksi-aksi mahasiswa. Dalam menyambut rally mahasiswa, kaum Sosial-Demokrat selalu menjelaskan tentang kebijaksanaan otokrasi Tsar dalam dunia pendidikan, mencoba untuk membuktikan bahwa semua reformasi demokrasi Tsar adalah ilusi yang tidak bakal mungkin dilaksanakan.
“Ekonomisme” gejala oportunis dalam Sosial Demokrasi Rusia dengan taktiknya “tetap lemah-lembut dalam politik”, meracuni secara serius gerakan mahasiswa dan membuat isolasi atas perjuangan mahasiswa dari kelas pekerja serta mengakhiri cara-cara mogok. Tahun 1899 merupakan tahun yang juga telah memacu mahasiswa untuk mengubah perjuangan dari akademis menuju perjuangan politis. Ini menyebabkan proses pemilahan politik diantara kaum terpelajar. Perkembangan ini menunjukan pada para mahasiswa bahwa tidak mungkin untuk terus terisolasi dari kelas pekerja dan adalah suatu keharusan untuk menggunakan panduan Partai bagi gerakan mahasiswa Sosial-Demokrat.
Pemerintah Tsar sadar bahwa gerakan mahasiswa mempunyai potensi sosial yang penting dalam masyarakat. Rezim Tsar kuatir bahwa gerakan mahasiswa akan berkembang lebih jauh dan mencoba menyebarkan desas-desus pada masyarakat luas dengan mencap mahasiswa sebagai “tukang bikin onar” yang harus mendapat tekanan-tekanan disipliner. Dalam usaha menumpas gerakan mahasiswa pemerintah Tsar mengeluarkan peraturan yang membatasi mahasiswa “untuk berpartisipasi dalam pertemuan menentang penguasa”. Ini bukanlah sesuatu yang disengaja bahwa pemerintah menerapkan tekanan Draconian untuk menakut-nakuti mahasiswa. Bahkan sesudah perbudakan dihapuskan, kegiatan-kegiatan kemiliteran Tsar Rusia tetap merupakan sekolahan bagi kekuasaan dan kekerasan yang sewenang-wenang. Otokrasi Rusia menerapkan kekejian karena mereka merasa hanya dapat mempertahankan posisi dan keyakinannya dengan menggunakan bayonet dan senapan. Meskipun begitu, tekanan reaksioner hanya melahirkan protes atas keseluruhan sistem kepolisian dan kekuasaan tentara atas mahasiswa yang sedang berkubang dalam kemandegan borjuasi.
Pertentangan antara mahasiswa dan pemerintah bukanlah sekedar huru-hara mahasiswa belaka. Aksi mahasiswa merupakan manifestasi dari protes politik. Manifestasi politik dari gerakan mahasiswa harus dilanjutkan dan dapat dipimpin oleh kaum sosial-demokrat. Para mahasiswa menjadi pendamping dari kelas pekerja-kelas pekerja harus menerima uluran tangan dari mahasiswa.[7]
Sampai pada tahun 1899, para mahasiswa tetap melangkah jauh dengan tuntutan abstrak kebebasan individual dan hak-hak perseorangan, yang merupakan hal yang tidak mungkin dibawah otokrasi Tsar. Pada tahun 1901-1902, slogan para mahasiswa menjadi lebih politik kongkrit dan mendalam, seperti misalnya, “Gulingkan otokrasi!’ dan “Kami menginginkan kebebasan bicara, dewan mahasiswa dan pers!”. Leaflet para mahasiswa menekankan lebih jauh lagi dari tuntutan akademik pada tuntutan politik, dan pentingnya aksi kerjasama dengan kelas pekerja.
Meskipun dalam tujuan gerakan mahasiswa tahun 1901-1902 secara keseluruhan masih akademis, tapi gerakan ini sudah siap mengadopsi alat-alat perjuangan politik. Para mahasiswa meninggalkan rumus-rumus universitas dan turun ke jalan, melakukan demonstrasi sebagai sebuah bentuk perjuangan politik. Dengan bekerja sama dengan kelas pekerja dalam demonstrasi, para mahasiswa, semakin sadar, dan membawanya menuju revolusi.
Iskra, sebuah surat kabar revolusioner, memberikan kontribusi yang penting pada pendidikan politik mahasiswa di Rusia. Setiap edisi menganalisa leflet yang dibuat mahasiswa dan manifesto dari kongres mahasiswa. Iskra menerima dengan hangat keinginan progresif kaum muda untuk bekerja dibawah kepeloporan komite Partai Buruh Sosial-Demokrat Rusia. Artikel pertama Iskra yang diarahkan pada gerakan mahasiswa dan kewajiban Sosial Demokrat dipublikasikan dengan judulThe Drafting of 183 Students into the Army, The Begining of Demonstrations, dan Signs of Bankrupcy.
Iskra yang dipimpin kaum revolusioner memberikan ruang penuh buat manifesto mahasiswa dan mengutamakan pentingnya keputusan kongres untuk mengambil putusan bagi perjuangan kaum muda. Keputusan tersebut sebagai kenyataan aktual, menunjukan pertumbuhan politik gerakan mahasiswa dan kehendak kaum muda untuk bertempur dibawah kepeloporan Partai Buruh Sosial-Demokrat Rusia. Pada musim panas 1903, pendidikan tinggi di St. Petersburg sudah mempunyai 24 organisasi mahasiswa demokratis yang mendukung garis politik Iskra.
Memblejeti Kaum Revolusioner Palsu
Pada tahun 1902 terbit sebuah buku panduan politik gerakan revolusioner yang berjudul Apa yang Harus Dikerjakan? Buku ini memberikan peranan penting dalam pendidikan politik gerakan mahasiswa. Karya ini menyediakan pemikiran progresif bagi mahasiswa dengan doktrin fundamental searah dengan partai proletar gaya baru. Tulisan ini membuktikan bahwa pertanyaan tentang partai adalah kunci dari semua pertanyaan dari gerakan kelas pekerja.
Apa yang Harus Dikerjakan? juga “mendorong” kaum pekerja untuk membantu dan memberi dukungan pada mahasiswa yang mulai menyatakan sikapnya bagi perjuangan politik. Pada saat yang bersamaan ia “menyerang pemahaman yang tidak sepatutnya” yang diungkapkan oleh gerakan “mahasiswa yang murni”, yang menganjurkan agar mahasiswa tidak terlibat dalam demonstrasi-demonstrasi turun ke jalan.[8]
Buku tersebut menjadi bacaan pokok di lingkungan mahasiswa yang berpikiran progresif. Tulisan tersebut memainkan peranan penting dalam membangun cara pandang revolusioner dan mengajak kaum muda untuk terlibat dalam aktivitas politik. Buku itu juga menunjukkan perkembangan pesat dari para aktivis revolusioner dibawah pengaruh dari Sosial Demokrat. Itulah sebabnya dalam menggabungkannya dengan perjuangan demokratik kelas proletariat, PBSDR selalu mengarahkan mahasiswa progresif sebagai pendukung potensial dari kelas pekerja.
Pada tanggal 2 April 1902, Sipyagin, Menteri Dalam Negeri yang melakukan tindakan-tindakan keji atas mahasiswa, dibunuh di Marinski Palace di St. Petersburg, tempat Kabinet dari Kekuasaan Rusia. Dia ditembak mati oleh Sergei Balmashev, seorang mahasiswa berusia 20 tahun. Dia melakukan tindakan eksekusi atas perintah Organisasi Perlawanan dari Partai Sosialis Revolusioner (SR).[9]
Setahun sebelumnya, Pyotr Karpovich, seorang pelopor gerakan mahasiswa di Universitas Moskow, menyerang Bogolepov, Menteri Pendidikan Umum dan pencipta undang-undang pendidikan yang mengebiri mahasiswa. Ketika Pyotr ditangkap dia menyatakan dirinya sebagai seorang sosialis revolusioner. Tindakannya menarik perhatian para aktivis mahasiswa dan memperoleh legitimasi sebagai “pahlawan”. SR menjadi masuk hitungan, ketika mereka mulai merekrut anggota pada tahun 1902. Gagal untuk mendapatkan dukungan dari kelas pekerja, mereka memusatkan upayanya terhadap para mahasiswa yang masih hijau yang sangat terkesan dengan imbauan-imbauan revolusioner untuk berani mengorbankan diri.
Kepada para mahasiswa SR mengatakan, “Kita harus menggunakan senjata kita! Kita harus meletuskan senapan di segala lini, karena masyarakat sudah teracuni oleh stagnasi! Kita membutuhkan para pahlawan, para nabi kebebasan, darah, dan balas dendam.” Aksi-aksi terorisme mulai saling bersahutan. Mereka mulai mengguncang emperor, para anggota keluarganya, para menteri, jenderal dan para pejabat tinggi. “Para nabi” yang haus darah tersebut dengan canggihnya telah dimainkan oleh para mahasiswa. Banyak di antara mereka merasa dirinya sebagai pahlawan sungguhan.
Tetapi terorisme sebagai sebuah metode perjuangan revolusioner telah mengurangi pengaruh mahasiswa untuk bersatu dengan kelas pekerja.
“Para pahlawan” yang sendirian selalu mengambil bagian dalam peristiwa berdarah yang sensasional, dan biasanya selalu menarik perhatian khalayak. Banyak kaum muda yang bermimpi untuk melakukan sesuatu yang “heroik”. Siapa yang sanggup menghancurkan gambaran dari “para nabi palsu” tersebut? Siapa yang berani menghilangkan prasangka bahwa partai lah yang menolong mereka? Jalan bagi mahasiswa demokratis di Rusia sangat tergantung pada pertanyaan ini semua. Akankah mereka menjadi sekutu dari proletariat atau hanya ladang subur bagi avonturisme revolusioner?
Pada awal abad ke-20 dua partai politik Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia dan partai borjuis kecil SRs menjadi pimpinan bagi gerakan mahasiswa di Rusia. Semangat kaum revolusioner borjuis kecil merupakan sebuah ancaman serius sebab SRs mempunyai pengaruh di kalangan mahasiswa.
Dalam pertempuran bagi dominasi politik, SR selalu menjelek-jelekan kebijaksanaan dan taktik Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia. Mereka menuduh Sosial Demokrat telah gagal merumuskan peranan kaum intelektual, khususnya mahasiswa, dalam revolusi. Pada saat yang bersamaan SRs menyatakan dirinya sedang mengembangkan analisa yang rinci tentang pertanyaan tersebut.
Pada tahun 1901, sebelum partai terbentuk, “Manifesto dari Partai Sosialis Revolusioner” menyatakan peranan yang dimainkan oleh intelektual dalam proses revolusioner. SRs sangat yakin bahwa “Kaum intelektual diidentikan oleh sebuah lapisan budaya yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan proletariat industrial dan kaum intelektual mempunyai lapisan kesadaran politik yang lebih tinggi”, itu menyebabkan kemudahan-kemudahan untuk mengasimilasi ide mereka. Sebagaimana yang ditekankan SRs, mereka berharap untuk merekrut dari intelgensia “yang paling sadar” dan unsur paling aktif bagi partai mereka.
Beberapa tahun kemudian dalam penerbitan SRs yang lain, yang berjudul Revolutsionnaya Rossiya (Revolusioner Rusia) dan Vestnik Russkoi Revollutssi (Buletin Revollusioner Rusia), para pimpinan partai mengulang kembali inti teori bagi kepeloporan intelektual muda Rusia yang akan memainkan peranan dalam revolusi Rusia.
Mereka yakin, jika sebuah partai revolusi tidak memandang realitas melalui kacamata “teori ekonomi”, itu akan membangun intelgensia yang teroganisir baik, yang mempunyai hubungan erat dan terkadang bergabung dengan pikiran progresif yang diwakili oleh rakyat. Sebagaimana yang mereka lihat, “penyatuan” ini berarti bahwa “rakyat yang lugu” akan mengikuti kebangkitan intelgensia sosialis yang bekerja dan berjuang untuk rakyat. SR menyatakan pada seluruh intelgensia, dan para mahasiswa yang mengambil bagian dalam pembentukannya, sebagai massa yang homogen. Mereka berpegangan bahwa motif “ideal” dari perjuangan terhadap kekerasan, yang sering dipakai akan membangkitkan keberanian kaum intelektual muda untuk menjalankan misi kepahlawanannya. Menurut kaum SR misi ini hanya akan berhasil hanya apabila semua mahasiswa telah bersatu secara ideologi.
Para teoritis SR yakin bahwa mahasiswa akan mengarah pada sebuah perjuangan politik umum yang berbasiskan pada organisasi semua kaum intelektual muda demokratis yang menciptakan revolusi karena semua mahasiswa demokratis dapat menerimanya. Sejauh masih menarik perhatian SR, para pimpinannya secara jujur menyatakan bahwa mereka berharap dapat mempengaruhi kaum muda tanpa memperbaiki berbagai kenyataan partai yang “dicapkan” pada dirinya. Dalam penjelasan tentang semangat revolusioner non-partai dari SR, sosial-demokrat mengingatkan tentang pertanyaan pentingnya aktivitas politik para mahasiswa yang mengarah pada bentuk partai yang jelas. Perkembangan ini membuktikan bahwa SR telah gagal membuktikan keilmiahannya dan mengubah garis politik. Bila kita mengilustrasikan pandangan kaum sosial-demokrat, para pimpinan SRs tetap keras kepala menerapkan bahwa persatuan kaum muda yang berdasarkan sosialis, meskipun tidak jelas, sanggup memberikan penyelesaian dan mempertegas tujuan perjuangan melawan tsarisme bagi “perbaikan” massa rakyat.
Kewajiban dari perjuangan revolusioner dan memperbanyak mahasiswa progresif dibawah panji-panji revolusioner kerakyatan membuat itu menjadi penting untuk membongkar oportunisme borjuis kecil serta program dan proposal dari SR.
PBSDR, yang begitu mengenal ide-ide mendasar dari SRs sejak tahun 1901, mencela program dan taktik mereka untuk menegaskan kritisme. Kaum sosial demokrat menyatakan bahwa ideologi proletariat dan borjuis kecil adalah saling melengkapi; kaum sosial-demokrat merumuskan tesis mengenai hubungan antara perjuangan bagi demokrasi dan perjuangan bagi sosialisme dan menguraikan pertanyaan-pertanyaan tentang sekutu dari proletariat pada suatu tahapan dari gerakan revolusioner.
PBSDR memberikan perhatian bagi potensi revolusioner dari para mahasiswa progresif di Rusia dan memperhitungkan mereka akan menjadi intelgensia Rusia yang berpikiran demokratis yang paling revolusioner dan paling responsif, meskipun mereka tidak seragam dalam pandangan-pandangan politik. PBSDR menekankan bahwa para mahasiswa telah menyediakan sebuah naluri yang revolusioner. Jika mereka didorong untuk dekat dengan kelas pekerja, dan menikmati dukungan tersebut, para mahasiswa dapat membangun kekuatan potensial dalam perjuangan revolusioner. Ini adalah tugas suci dari sosial demokrat revolusioner untuk menjelaskan pada kelas pekerja tentang sekutu yang mereka punya, termasuk di kalangan para mahasiswa.
Sebuah tulisan yang berjudul Advonturisme Revolusioner dalam Iskra secara khusus telah menelanjangi oportunisme. Tulisan ini menjadi sebuah model tentang kekaburan ideologis perjuangan melawan “revolusionerisme” borjuis kecil, yang mengarah pada sebuah bahaya bagi kelas pekerja. Tulisan tersebut menunjukan bahwa frase revolusioner yang didengung-dengungkan oleh SR menutupi secara total kelemahan teori mereka, yang akan menggiring partai pada kekalahan yang paling sempurna. Artikel itu juga menekankan bahwa “keributan-keributan” yang sensasional dari SR tidak berarti apa-apa, tetapi sebuah kutukan “bagi para intelektual Rusia yang sudah terputus dari masa lalu, tapi belum juga menemukan yang baru.”[10]
Menanggapi tantangan sifat sok pahlawan individual, Lenin selalu mengutuk terorisme sebagai metode yang mengada-ngada untuk menarik massa. “Pertempuran yang sendirian…,” seperti ditulis Lenin, “memberikan efek sementara dan semata-mata hanya menghasilkan sensasi yang tidak bertahan lama …” Pada perhitungan terakhir kerja-kerja teroristis telah membawa apati dan penantian pasif bagi masa datang yang singkat.”[11]
PBSDR membeberkan ilusi-ilusi yang disebarkan oleh SRs diantara para mahasiswa tentang tugas historis dari pengorbanan diri. Dan menunjukan bahwa itu semua adalah penghancuran kekuatan revolusioner; tak lebih sebagai pengorbanan diri yang sia-sia.
Adalah hal yang penting untuk membebaskan kaum muda dari pengaruh ultra-revolusioner dari SR. Pada musim gugur, di tahun 1903, dalam merespon tulisan dari editor Student, sebuah surat kabar mahasiswa, muncul sebuah tulisan yang berjudul Kewajiban-Kewajiban Pemuda Revolusioner (surat pertama) yang muncul dalam edisi Nomor 2 dan 3 di surat kabar tersebut. Dalam surat pertama ditunjukan pentingnya persoalan-persoalan macam apa yang dihadapi mahasiswa zaman sekarang dan apa yang harus dikerjakan untuk menyatukan mereka secara ideologi? Sehubungan dengan bagian utama tesis SR tentang perlunya penyatuan ideologi di kalangan mahasiswa, PBSDR mengemukakan bahwa tidak ada “mahasiswa” dalam pengertian umum. Dalam pandangannya, para mahasiswa merupakan bagian yang paling tanggap dari golongan terpelajar, termasuk dari seluruh kelompok politik yang ada dalam masyarakat. “Pembagian berdasarkan kelas,” katanya, “adalah, tentu saja, basis utama dari pengelompokan politik; pada analisis terakhir, tentu saja, hal itu selalu menentukan pengelompokkan tersebut.”[12]
Kaum sosial demokrat membagi lagi kaum terpelajar ke dalam enam kelompok politik: kelompok reaksioner, mereka yang bersikap acuh tak acuh, fanatikus akademik, kelompok liberal, kelompok Sosialis Revolusioner dan Sosial Demokrat. Dalam surat Rencana Tentang Sikap Terhadap Pemuda Revolusioner, kaum sosial-demokrat menegaskan bahwa karakter kelas dari keenam kelompok mahasiswa ini sulit dibedakan. Sebuah kepastian tentang karakter kelas akan muncul dengan sendirinya hanya melalui perjalanan waktu dan tumbuhnya kesadaran pada pendukung-pendukung dan pencipta-pencipta proses ini.
Berlawanan dengan SR, sosial-demokrat menunjukkan perbedaan karakter kelas (dan politik) yang progresif dari kaum terpelajar. Kaum sosial-demokrat percaya bahwa hal itu tidak menghalangi kesempatan politik dan perkembangan serta pertumbuhan kesadaran kaum muda, proses dari perbedaan memajukan perubahan-perubahan ini. Kekhawatiran SR mengenai “mahasiswa” secara umum, mengenai perhatian mahasiswa umumnya karenanya, menyangkut bahaya pembagian dan terpecah-belahnya satu partai politik atau yang lain, tidak lain dari kepura-puraan belaka.
Kaum sosial demokrat juga mengungkapkan bahwa kaum terpelajar yang berpikiran progresif mulai bersiap-siap memilih antara dua partai yang revolusioner. Tetapi SR berbicara tentang “memasang label” atas rakyat dan “memaksa” kata hati, yang memperlihatkan keterbelakangan mereka.
Sosial-demokrat menulis, ”Apakah itu yang disebut sebagai gerakan politik ‘umum’ ?” “Gerakan sosialis plus gerakan liberal … Orang-orang yang menyebut dirinya sebagai partai yang terpisah menganjurkan pemisahan dari perjuangan partai!”[13]
Sambil menyerang slogan pokok SR tentang “penyatuan ideologis,” sosial-demokrat menjelaskan bahwa menurut cara pandang Marxis konsep ini “mempropagandakan gagasan-gagasan yang jelas, memperjelas perbedaan-perbedaan kelas, dan mengefektifkan garis pembatas ideologis.”[14]
Keinginan mahasiswa untuk menyusun sebuah “cara pandang sosialis yang jelas dan terpadu …” akan melahirkan “… pilihan yang sadar dan tak bisa ditawar-tawar lagi dari salah satu di antara dua kecenderungan yang sekarang tengah terbentuk di kalangan kaum revolusioner,”[15] misalnya, pilihan di antara dua partai Partai Sosial-Demokratik ataukah Partai Sosialis Revolusioner. “… Hanya berbasiskan program yang sejelas-jelasnyalah kita dapat dan harus bekerja di kalangan lingkaran-lingkaran mahasiswa seluas-luasnya untuk memperluas cakrawala akademik mereka dan mempropagandakan sosialisme ilmiah, yakni Marxisme.”[16]
Artikel yang berjudul Tugas-tugas Pemuda Revolusioner memainkan peranan yang penting dalam melancarkan pendidikan revolusioner di kalangan intelektual muda, dan tulisan tersebut tersebar secara meluas di seluruh Rusia. Menurut departemen penerangan kepolisian pada tahun 1904-1905, cetakan-cetakan pamflet tersebut ditemukan selama terjadinya penangkapan dan pengejaran-pengejaran yang terjadi berbagai kota di Rusia.
Gerakan revolusioner yang terus meningkat, perjuangan proletariat Rusia yang heroik, pekerjaan teoritis dan praktis dari Partai Sosial-Demokratik telah mendorong dalam menarik lebih banyak lagi elemen-elemen revolusioner dari kalangan mahasiswa. Banyak mahasiswa progresif yang kemudian menjadi pejuang-pejuang yang penuh pengabdian bagi tujuan kelas pekerja.
Pada saat terjadinya Kongres II PBSDR, sesudah analisa ilmiah yang mendalam terhadap potensi-potensi revolusioner di kalangan mahasiswa dalam kaitan dengan kebutuhan-kebutuhan kelas proletariat, sosial demokrat merumuskan sebuah Rencana Resolusi tentang Sikap Terhadap Pemuda Mahasiswa yang merupakan dokumen Partai pertama yang membahas pemuda.
Material-material ini adalah bukti perhatian PBSDR terhadap berbagai aspek dalam problem ini. Di antaranya adalah, yang terutama, kerja sama gerakan mahasiswa dengan gerakan proletariat, sikap yang beragam dari berbagai organisasi lokal partai terhadap gerakan ini, dan perjuangan berbagai kecenderungan politik dalam gerakan mahasiswa sendiri. PBSDR mengkhususkan pada sentimen-sentimen yang berkembang di kalangan massa mahasiswa dan menganalisa sebab-sebab perubahan simpati politik mereka. PBSDR tertarik untuk menemukan seberapa banyak mahasiswa sosial-demokratik itu, kadar keterlibatan pemuda non-proletariat dalam demonstrasi-demonstrasi, detail-detail dari kerja propaganda mahasiswa dan sampai seberapa jauh orang-orang muda tertarik oleh taktik-taktik terorisme SR.
Rancangan yang diajukan PBSDR itu merangkum pengalaman kaum Sosial Demokrat, khususnya Iskra, dalam pekerjaannya di kalangan mahasiswa. Sosial demorat menunjukkan perlunya dan tak terhindarinya perjuangan ideologi yang tajam menentang oportunisme di kalangan gerakan pemuda non-proletariat. Para pemuda harus secara tak kenal ampun menentang segala penyimpangan teori-teori revolusioner dan berjuang menentang musuh-musuh ideologis dengan sepenuh hati.
PBSDR mengajukan permasalahan tentang memajukan cara pandang revolusioner di kalangan pemuda, tentang pekerjaan mendidik pemuda dengan semangat revolusioner. Kaum sosial demokrat menganjurkan kaum muda untuk mendalami teori revolusioner secara serius, dan untuk belajar menentukan sikap mereka dalam hubungannya dengan berbagai kecenderungan politik dan ideologi.
PBSDR menganjurkan para mahasiswa untuk berhati-hati dengan sekutu-sekutu palsu, yang mencoba untuk memisahkan mereka dari kerja revolusioner yang serius sambil dicekoki dengan bualan revolusioner dan ideologi yang kosong. Sosial demokrasi merekomendasikan agar para intelektual muda dan organisasi-organisasi mereka “menjalin kontak seawal mungkin dengan organisasi-organisasi Sosial-Demokratik, agar mendapatkan arahan dan, sejauh mungkin, menghindari kesalahan-kesalahan serius pada pekerjaan-pekerjaan mereka.”[17]
Rencana Resolusi sosial demokrat menunjukkan pemahaman yang mendalam tentang kesulitan-kesulitan dalam memenangkan para intelektual muda dan menyebarkan pengaruh ideologis kepada mereka. Dokumen tersebut menuntut agar anggota-anggota Partai yang ditugaskan untuk bekerja bersama-sama mahasiswa tidak menjadi bingung jika mereka menghadapi beragamnya spektrum politik di kalangan pemuda non-proletariat. Mereka harus berjuang secara tegas menentang oportunisme teoritis dalam gerakan pemuda, walaupun oportunisme tersebut diselubungi dengan hiasan “serevolusioner” mungkin.
PBSDR percaya bahwa sekumpulan borjuis kecil ini mau tak mau akan memberi pengaruh ideologis terhadap gerakan pemuda dalam jangka panjang, karena sebagian pemuda yang tidak bersentuhan dengan dasar-dasar teori revolusioner dapat dengan mudah tertarik dengan kemewahan dan gagasan bualan “kiri.” Itulah sebabnya, sosial demokrat menuntut agar organisasi-organisasi Partai secara tak kenal ampun memblejeti revolusionisme semu di mata pemuda. Kongres PBSDR menelurkan sebuah resolusi Tentang Sosialis Revolusioner yang secara gamblang membongkar watak borjuis kecilnya. Pada salah satu bagian dari resolusi tersebut menyatakan bahwa Partai Sosialis Revolusioner tak lebih merupakan faksi demokrat-borjuis. Sikap fundamental kaum Sosial-Demokrat terhadapnya sama dengan sikap terhadap semua wakil liberal dari kaum borjuasi secara umum. Resolusi ini menegaskan bahwa aktivitas-aktivitas SR tidak hanya membahayakan aktivitas perkembangan politik proletariat, tapi juga membahayakan perjuangan demokrasi pada umumnya dalam menentang otokrasi. Tekanan diberikan pada fakta bahwa Partai Sosial Revolusioner sedang mengalami kebangkrutan.
Keputusan-keputusan Kongres II PBSDR memberikan program yang kongkrit bagi kerja komite-komite lokal Partai di kalangan para mahasiswa Rusia yang berorientasi demokratik.
***
Catatan: tulisan ini pernah dimuat di indo-marxist.com. Kami merasa perlu untuk diterbitkan lagi disini untuk tujuan pendidikan dan propaganda di Papua.
Referensi:
[1] Coll Works, Vol. 15, hlm 2186
[2] Pada tahun 1896 sampai 1911 jumlah guru sekolah dasar meningkat secara drastis sekitar 70 persen dan dokter melonjak dengan 61 persen.
[3] Lihat Lenin in St. Petersburg. On the Basis of Memoirs of Contemporaries and Documents, Moscow, 1972, Russ (Editor), hlm 252.
[4] Iskra, surat kabar politik Marxis pertama diterbitkan secara ilegal.
[5] Sebutan raznochinets tidak hanya berarti secara sosial, tapi juga bermakna politis. Kata ini sinonim dengan arti “demokrat”. Raznochinstsy menghasilkan banyak sekali kaum revolusioner yang berjuang melawan Tsar.
[6] 733Coll. Works, vol. 5, hlm 2887
[7] 733Coll. Works, Vol. 4, hlm 418
[8] Coll. Works, Vol 5, hlm 436
[9] Partai Sosialis Revolusioner, sebuah sayap-kiri partai demokratis-borjuis hadir di Rusia dalam periode 1901 sampai 1923. Sebelum tahun 1917 partai ini adalah partai ilegal. Partai ini mengekspresikan kepentingan dari borjuis kecil pedesaan dan perkotaan. Partai ini dimulai sebagai partai borjuis kecil revolusioner, tapi kemudian terperosok ke kanan dengan membentuk persekutuan dengan tuan tanah borjuis dan kaum kontra-revolusi. Sesudah Revolusi Sosialis Oktober yang Jaya Sosialis Revolusioner mengorganisir pemberontakan anti soviet. Sesudah perang sipil partai ini tercerai berai. Partai ini adalah gerakan yang menghalalkan strategi terorisme sebagai alat perjuangan. Kaum sosial-demokrat tidak pernah menganggap cara-cara teroris sebagai strategi melawan rezim Tsar. Aksi terorisme akan menjadikan bahan “propaganda hitam” bagi Rezim bahwa aktivis gerakan demokrasi hanyalah segerombolan pembunuh haus darah. Terorisme juga akan meningkatkan tekanan represi rezim atas “keterbukaan” politik yang sudah berhasil dicapai. Kaum sosialis-revolusioner, dengan aksi-aksi terorismenya telah memberikan legitimasi pada militer dan pengadilan untuk melakukan penangkapan-penangkapan, penggeledahan-penggeledahan dan penggerebegan-penggerebegan.
[10] Coll. works, Vol 6, hlm 196
[11] Ibid, hlm 191
[12] Coll. Works, Vol 7, hlm 46.
[13] Ibd, hlm
[14] Ibid, hlm 42
[15] Ibid, hlm 55
[16] Ibid, hlm 56
[17] Coll. Works, Vol 6, hlm 469.