Pernyataan Sikap
Asosiasi Masyarakat Adat (AMA) Paniai
Amakane, Koha, Kosa, Koyaoo …
AMA Paniai mengutuk tindakan Pemerintah Kabupaten Paniai, Danramil 1703, serta seluruh perwakilan masyarakat Awabutu yang terlibat dalam pengubahan nama kampung Awabutu menjadi kampung Pancasila. Pengubahan nama kampung Awabutu ini telah menghancurkan eksistensi masyarakat adat di Paniai, Papua.
Kampung Awabutu adalah kampung yang sejak lama telah dihuni oleh masyarakat adat marga Yogi di Paniai. Dan nama Awabutu tidak begitu saja muncul. Nama ini sudah sejak lama ada secara turun temurun dan juga membentuk kehidupan, budaya, adat, dan tradisi masyarakat di Awabutu.
Dengan situasi kampung Awabutu yang terletak di pusat kota Paniai tentu masyarakat adat Awabutu dihadapkan dengan banyak sekali persoalan di antaranya adalah arus transmigrasi besar-besaran, banyaknya masyarakat urbanisasi dari kampung-kampung, penguasaan ekonomi oleh para migran, dan lain sebagainya. Oleh sebabnya masyarakat asli Enarotali harus banyak kehilangan tanah adat, harus dihadapkan dengan banyaknya pusat-pusat pemerintahan, Kodim, Polres, dan lain sebagainya.
Kami melihat bahwa pengubahan nama kampung Awabutu sangat tidak terlepas dan berhubungan dengan adanya investor dan perusahan besar yang terus menerus membongkar dan mengambil material di kampung Awabutu.
Langkah bupati Paniai, Danramil, Polres, dan masyarakat yang dipakai oleh pemerintah adalah upaya untuk menciptakan konflik horizontal di Paniai, khususnya di Enarotali.
Disini kami tegaskan bahwa masyarakat adat asli Awabutu tidak dilibatkan dalam kegiatan ini. Dan pengubahan nama Awabutu menjadi kampung Pancasila murni adalah permainan pihak aparat keamanan dan pemerintah untuk kepentingan perusahan di Paniai. Artinya pengubahan nama Awabutu adalah bentuk penghancur warisan leluhur yang mendiami kampung Awabutu oleh pemerintah, Danramil, Polres, dan oknum-oknum yang dipakai oleh pemerintah.
Dengan mengubah nama Awabutu tanpa pertimbangan dari segala aspek, menunjukan bahwa pemerintah, Danramil, Polres, dan masyarakat yang dipakai tidak paham dan buta sejarah dan adat kampung Awabutu.
Kalau dilihat dari sejarah, Awa adalah nama umum separuh bibir danau Paniai Wissel Merren dimulai dari Bobaigo hingga Pukumo disebut Awa, sedangkan nama-nama kampung yang lain bersifat baru diberikan. 50% wilayah operasi negara di Enagotadi disebut Awa. Sebutan Awa adalah induk dari nama-nama kampung lain yang mendiami Enagotadi dan Awa. Nama Awa memiliki batas nama umum yang memisahkan adalah kali Enaro. Namun menjadi wilayah sementara operasi negara secara tidak sadar, sepanjang bandar udara Enaro lama dan baru, kampung Mogo Pugaida yang menjadi pusat material kemajuan pembangunan, pusat kantor Koramil, kantor pos, kantor distrik, kantor kepolisian, lapangan terbang, dan berbagai sekolah dan gereja telah dibebaskan oleh masyarakat adat Awa. Negara diharapkan agar tidak mengulangi kesalahannya yang sama jika masyarakat menolak pengubahan nama Kampung Pancasila yang tidak memilik akar sejarah.
Masyarakat adat Awabutu sudah dengan tegas agar negara tidak menciptakan konflik bencana baru lagi. Banyak hal masyarakat adat Awabutu telah lepaskan untuk negara dapat melakukan segalanya untuk pemerintah menjalankan aktivitas pemerintah tetapi jika demikian pemerintah sedang mencari masalah baru tanpa pahami dan di luar koridor hukum yang berlaku. Masyarakat adat juga menganggap Negara dibawah pemerintahan tersebut telah melanggar UU KUHP Bab V pasal 167, Negara menggunakan kekuatannya untuk memaksakan kehendaknya tanpa adanya moratorium hal ini adalah “kejahatan ketertiban umum” yang Negara tidak mematuhi kontitusi juga tidak menyadari bahwa keamanan harus diikuti sesuai ketentuan ketertiban agar kemajuan rakyat dapat berjalan mencapai masyarakat Madani. Tetapi, cara-cara pemerintahan memaksakan hal-hal di luar batas kewajaran adalah ancaman perpecahan dan konflik horizontal yang diciptakan oleh Negara karena tidak sesuai kontitusi hati nurani rakyat.
Oleh sebab itu masyarakat Adat yang mendiami tempat tersebut sadar akan sejarah atas nama Awabutu yang sudah ada sejak masa invasi Jepang (Nippon) dan Belanda nama Awa sudah ada dan itu tidak bisa diubah secara serta merta oleh pihak yang tidak bertanggung jawab seperti pemerintah, Danramil, Koramil dan porkopimda serta masyarakat ilegal yang tidak mengetahui akar sejarah dengan baik, pengubahan nama pancasila yang melanggar nama adat Awabutu yang sudah ada sejak negara Indonesia belum hadir di tanah Papua, Paniai.
Maka dari itu kami Asosiasi Masyarakat Adat (AMA) Paniai menegaskan:
Pertama: Mengutuk tindakan pemerintah, Dandim, Danramil, Polres, dan seluruh tokoh ilegel yang ikut serta dalam acara pengubahan nama yang dilakukan pada 7 September 2022 bertempat di Awabutu, Paniai tanpa melibatkan masyarakat adat sebagai subjek yang mendiami Awabutu.
Kedua: Kami menuntut kepada DPRD Paniai agar segera membahas dan segera menuntut pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam pengubahan nama Awabutu untuk diproses secara hukum.
Ketiga: Kami tegaskan nama kampung Awabutu adalah pemberian leluhur dan tidak bisa dipolitisir dalam kepentingan apapun, termasuk kepentingan negara.
Keempat: Jika pemerintah tidak mengembalikan nama kampung Awabutu, kami siap mobilisasi massa untuk melakukan aksi besar-besaran di Paniai.
Demikian pernyataan sikap ini kami buat. Terima kasih.
Paniai, Kamis, 8 September 2022
Asosiasi Masyarakat Adat (AMA) Paniai
Kordinator AMA Paniai
Abet Gobay