Naiknya ekskalasi konflik politik di Papua bagi kami bukan hal yang baru terjadi. Ini sudah terjadi sejak Papua masuk ke Indonesia hingga hari ini.
Kasus anggota TNI menganiaya Warinus Murib, Definus Kogoya, dan Alius Murib di Puncak Papua, seorang anak di Yahukimo baru-baru ini, dan sederetan ribuan kasus kekerasan yang dilakukan oleh TNI dan Polri di Papua, bagi kami adalah luka rakyat Papua yang terus menerus sedang tertular dari generasi ke generasi orang Papua. Luka itu bisa menjadi emosi kebangkitan perjuangan rakyat Papua, tapi sisi lain bisa juga menjadi musnahnya orang asli Papua dari tanahnya sendiri.
Beberapa hari ini kebangkitan protes terhadap kejadian di Puncak Papua dan berbagai kasus pelanggaran HAM di Papua menyebar ke seluruh Papua, Indonesia, dan Internasional.
Beberapa LSM, aktivis HAM, berbagai gerakan sosial di Indonesia dan Papua mendiskusikan banyak hal terkait kasus ini. Beberapa hal yang dicatat oleh kami adalah wacana pemberlakuan Undang-Undang Humaniter terhadap TPNPB dan TNI/Polri, pentingnya dialog, dan isu hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Papua yang terus naik ke permukaan.
Lantas, bagaimana mekanisme diberlakukannya Undang-Undang Humaniter? Bagaimana posisi gerakan rakyat Papua menyikapi situasi ini? Kapan lintasan kekerasan ini akan berakhir?
Pertanyaan-pertanyaan kunci ini atau pertanyaan-pertanyaan lainnya telah memantik diskusi yang diselenggarakan oleh Lao-Lao TV dengan topik “Mengakhiri Kekerasan di Papua!” yang diselenggarakan pada Minggu, 31 Maret 2024 di Channel YouTube Lao-Lao TV.
Narasumber:
– Surya Anta (Juru Bicara FRI-WP)
– Veronica Koman (Aktivis HAM)
– Philipus Robaha (Aktivis Sonamappa)
– Jefry Wenda (Departemen Politik ULMWP)
Moderator:
Mikael Kudiai (laolao-papua.com)