Pernyataan Sikap
Front Pelajar dan Mahasiswa Papua Jember (Fropemapje)
“Tolak Pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB), Cabut Otonomi Khusus, dan Tuntaskan Pelanggaran HAM di seluruh West Papua”
Pemerintah indonesia belum menyelesaikan pelangaran HAM yang terjadi di atas tanah air West Papua dari tahun 1961 hingga detik ini, bahkan pemerintah juga belum melaksanakan amanat Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus), seperti penghormatan, perlindungan serta pemberdayaan penduduk asli Papua. Kualitas pembangunan di kabupaten-kabupaten baru pun belum mengalami perbaikan. Namun secara paksa rezim pemerintahan Jokowi mengeluarkan rencana pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB). Adanya pemekaran akan berdampak pada pengiriman militer organik dan non organik (TNI dan Polri), sampai perluasan kekuatan militer melalui pembangunan Kodam, Kodim, Koramil, Korem menguasai sektor ekonomi, pembangunan perusahan perusahan besar milik kapitalis justru akan menjadi kencang dan menjadi target utama ketika dimekarkan.
Sehingga berbagai kompenen masyarakat di Papua telah melakukan penolakan terhadap kebijakan Jakarta yang cenderung memaksakan pemekaran provinsi di Papua dan Papua Barat melalui elit politik Papua yang sedang matian-matian mencari kuasa bahkan Otsus Papua telah dipaksa disetujui oleh Jakarta pada November 2021 lalu tanpa mendengar dan mempertimbangkan suara dan tuntutan rakyat Papua dibawa 116 organisasi yang berfront dalam Petisi Rakyat Papua (PRP) yang menolak dengan tegas keberlanjutan Otsus Papua.
Kami mahasiswa dan pelajar Papua di jember menolak pemekaran provinsi Papua dan Papua barat karena banyak data secara ilmiah menunjukan bahwa orang asli Papua menjadi minoritas di atas tanah sendiri sekalipun adanya UU Otsus bagi Provinsi Papua. Oleh sebab itu kami nyatakan di depan publik bahwa, Otsus telah gagal di tanah Papua apalagi wacana pemekaran adalah satu paket peluang bagi investasi yang justru menciptakan kebijakan politik pembangunan yang tidak pro kepada rakyat Papua.
Faktanya selama ini dari dua provinsi papua dan Papua Barat saja, mengalami marginalisasi, kemiskinan, dan pelanggaran HAM yang belum makasimal dituntaskan secara komprehensif di meja pengadilan. Orang Papua memandang pemekaran sebagai terminal pemusnahan ras dan etnis. Ketika pemekaran terjadi, maka syaratnya akan ada pemekaran Polda, Kodam, Kodim, Batalion, Korem, dan perluasan pos pos militer lainnya dan itu sejalan dengan berbagai kekerasan pelanggaran HAM sampai hari ini. Kita bisa lihat fakta hari ini dari tahun 2017 sampai 2022 ada sekitar 67 ribu lebih pengungingsi di Nduga, Intan Jaya, Oksibil Kwirok, Maybrat, Yahukimo, dan Puncak akibat dari pengiriman militer sampai operasi militer oleh parat TNI dan Polri. Pelanggaran HAM sudah terjadi cukup lama diberlakukan mulai dari rezim Peresiden Pertama Soekarno yaitu pada tanggal, 19 Desember 1961 melalui kebijakan Tri Komando Rakyat (Trikora) yang isinya, pertama: gagalkan Negara boneka Papua buatan Belanda, kedua: kibarkan sang merah putih di Irian Barat, dan ketiga: mobilisasi umum di Irian Barat. Realisasi dari pernyataan Trikora ini mulai dilakukan lah pengirimiman militer besar-besaran dan dijadikan Papua sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) dengan menggunakan beragam nama operasi yaitu: operasi banten kedaton, operasi garuda, operasi serigala, operasi kancil, operasi naga, operasi rajawali, operasi lumbung, operasi jatayu, operasi show of rorce, operasi cakra dan operasi lumba-lumba. Bentuk nama operasi saat ini adalah satuan tugas Nemangkawi atau satgas Nemangkawi.
Karena rencana pemekaran DOB merupakan instrumen politik pecah belah sesama orang Papua dan pemekaran diskriminasi rasial antara sesama rakyat pribumi Papua. Pemekaran instrumen Jakarta untuk menghancurkan eksistensi rakyat Papua serta menghancurkan sumber daya alam. Pemekaran juga menambah benih benih penderitaan, kemiskinan, kelaparan, dan pembodohan di atas tanah Papua dan juga penderitaan itu akan menjadi jurang peralihan dalam badai tsunami kemanusiaan.
Maka dari itu kami Front mahasiswa dan pelajar papua Jember (Fropemapje) menyatakan sikap dengan tegas bahwa:
Pertama: Tolak rencana pemekaran DOB di atas tanah Papua.
Kedua: Cabut Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Jilid II.
Ketiga: Tarik militer organik dan non organik dari seluruh teritori West Papua.
Keempat: Bebaskan seluruh tahanan politik Papua.
Kelima: Hentikan kriminalisasi terhadap seluruh aktivis Papua.
Keenam: Hentikan kriminalisasi terhadap mahasiswa dan pelajar Papua di Jabodetabek dan di se-Jawa dan Bali.
Ketujuh: Tutup seluruh perusahaan yang beroperasi di atas tanah Papua.
Kedelapan: Tolak Blok Wabu, Intan Jaya, Papua.
Kesembilan: Bebaskan Victor Yeimo tanpa syarat.
Kesepuluh: Segera bebaskan Alpius Wonda tanpas syarat.
Kesebelas: Copot Didimus Jahuly dari jabatan sebagai Bupati Kabupaten Yahukimo atas perintah penembakan masa.
Kedua belas: Segera adili pelaku penembakan massa aksi di Yahukimo.
Ketiga belas: Hentikan rasisme terhadap pelajar dan mahasiswa Papua di Jember dan semua orang Papua.
Keempat belas: Sahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Kelima belas: Usut tuntas pelaku pelanggaran HAM di Papua dan seluruh Indonesia.
Keenam belas: Berikan hak penentuan nasib sendiri terhadap bangsa Papua sebagai solusi demokratis.
Demikian pernyataan sikap ini kami buat, atas perhatiannya kami ucapkan banyak terima kasih.
Jember, 19 Maret 2022
Penanggung Jawab Aksi
Korlap aksi: Yeris Karoba
Juru Bicara aksi: Maner Kay