Press Release
Mahasiswa dan Keluarga Korban Kasus Penembakan dan Mutilasi 4 Warga Sipil Nduga di Timika
Kasus penembakan dan mutilasi terhadap empat warga sipil Nduga terjadi pada 22 Agustus 2023 di Kabupaten Mimika terhadap korban atas nama Arnold Lokbere, Irian Nirigi, Atis Tini, Lemaniol Nirigi, dan melibatkan 6 oknum anggota TNI aktif dan 4 warga sipil sebagai Pelaku. Pelaku kemudian menembak, membunuh, dan memutilasi setiap bagian tubuh korban.
Perbuatan tidak terpuji ini telah mencederai harkat dan martabat kemanusian dan terus menambah daftar panjang kekerasan di tanah Papua. Untuk ke sekian kalinya perbuatan ini berasal dari oknum-oknum militer yang saling berafiliasi. Tindakan-tindakan kekerasan yang terus dipelihara, dirawat, dan dilanjutkan merupakan bagian dari proses pembiaran yang dilakukan oleh negara.
Sebelumnya enam terdakwa prajurit tentara aktif dari kesatuan Datasemen Makas (Denma) Brigade Infanteri 20/Ima Jaya Keramo telah diputus bersalah oleh Pengadilan Militer. Tiga di antaranya divonis seumur hidup, yakni, Pratu Rahmat Amin Sese, Robertus Putra Clinsman, dan Mayor Inf. Helmanto Fransikus Dhaki. Serta dua pratu dan praka lainya di vonis 20 tahun dan 15 tahun penjara serta dipecat.
Kemudian, pada 24 Januari 2023 lalu, Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya yang telah memvonis Mayor Inf. Helmanto Penjara Seumur hidup dan dipecat dari TNI. Kemudian Mayor Inf. Helmanto mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Militer III Surabaya. Banding ini telah diterima dan diputus oleh Majelis Hakim Banding Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya pada 12 April 2023. Putusan banding itu telah membatalkan putusan pidana penjara seumur hidup. Dan mengurangi pidana penjara menjadi 15 tahun dan pemecatan. Hal ini dinilai telah melecehkan rasa keadilan bagi keluarga dan masyarakat Papua pada umumnya. Apalagi peran seorang mayor dalam kasus ini sangat aktif dalam merencanakan semua aksi.
Selanjutnya, pada 2 Mei 2023, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Mimika telah menuntut terdakwa sipil atas nama Roy Marten Howay dan Andre Pudjianto Lee, Dul Uman, dan Rafles Laksana dituntut penjara seumur hidup pada persidangan yang telah digelar di pengadilan Negeri Kota Timika Kelas II. Para terdakwa dinilai bersalah melakukan tindak pidana. Mereka melakukan, yang menyuruh melakukan perbuatan dan serta turut melakukan perbuatan dengan sengaja dan dengan terencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain sesuai dengan Pasal 340 KUHP junto Pasal 55 ayat (1) ke (1).
Sejak berlangsungnya persidangan sipil, banyak perlakukan berbeda atau diskriminasi terhadap keluarga korban di Pengadilan Negeri Timika. Tidak seperti biasanya, hampir semua anggota keluarga korban mendapatkan pemeriksaan yang ketat oleh aparat keamanan Polres Mimika. Jumlah akses peserta persidangan untuk keluarga korban pun dibatasi dan pengamanan dengan menggunakan senjata lengkap (laras panjang) juga sangat berlebihan. Hal ini juga dinyatakan dalam temuan ketua Komnas HAM pada 31 Mei 2023.
Dengan melihat adanya persidangan Putusan Terakhir bagi 4 pelaku sipil pada Selasa, 6 Juni 2023 nantinya di Pengadilan Negeri Mimika, maka kami mahasiswa dan keluarga korban dan demi keadilan hukum di Tanah Papua mendesak:
Pertama: Kami mendesak kepada Pengadilan Negeri Mimika dan pihak keamanan Polres Mimika agar hentikan tindakan perlakuan diskiminasi terhadap keluarga korban dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Mimika.
Kedua: Kami mendesak bahwa proses putusan harus sesuai dengan tuntutan JPU Nomor: 7/Pid./B/2023/PN. Tim, Terdakwa I Andre Pujianto Lee, II Dul Uman, III Rafrles Lasaka dan termasuk Roy Marthen Howay. Sesuai Pasal 340 KUHP Jo 55 ayat (1) ke-1 dalam dakwaan primair dengan tuntutan Seumur Hidup.
Kedua: Kami mendesak Majelis Hakim Banding Pengadilan Tinggi Militer III Surabaya agar tinjau ulang putusan pengurangan hukuman penjara seumur hidup menjadi 15 tahun terhadap Mayor Helmanto Fransiskus Dahki karena tidak sesuai dengan gelar perkara dan fakta persidangan bahwa Mayor Helamnto Fransikus Dahki merupakan otak yang mengatur perencanaan kasus mutilasi bersama lainya dan wajib diberikan hukuman seumur hidup.
Ketiga: Kami mendesak semua pelaku sipil wajib diberikan putusan Hukuman Seumur Hidup sesuai dengan perbuatan. Agar menjunjung tinggi keadilan bagi setiap orang dan hukum yang tidak diskriminasi.
Keempat: Kami mendesak dan menuntut kepada Mahkamah Agung RI dan Komnas HAM RI agar memantau dan meninjau setiap persidangan yang merugikan rakyat sipil khususnya orang asli Papua.
Se-Jawa Bali, 4 dan 5 Juni 2023
Penanggung Jawab
Mahasiswa dan Keluarga Korban
Naik Yimin Tabuni, Laorens Kereba, dan Pinus Nirigi